Bandung, 11/2 (ANTARA) - Seminar Nasional "60 Tahun Garuda Pancasila" di Gedung Merdeka Kota Bandung, Jumat, menandai peringatan lahir dan ditetapkannya Garuda Pancasila sebagai lambang negara Republik Indonesia.

Kegiatan seminar nasional yang mengupas sejarah dan aspek hukum Garuda Pancasila itu dihadiri sekitar 600 peserta dari kalangan akademisi, budayawan, mahasiswa, pelajar serta masyarakat umum.

Sebanyak empat peneliti sejarah hadir menjadi pembicara pada kesempatan itu, yakni Asvi Warman Adam, Turiman Fathurahman, Ner Nat Hilarion Widyatmoko dan Nanang Rakhmat Hidayat.

Keempat peneliti sejarah itu mengupas mitos, sejarah dan aspek hukum dari lambang negara itu. Selain itu para sejarawan itu juga mengungkap ide dan tokoh-tokoh dibalik lahirnya Garuda Pancasila seperti Sultan Hamid II, M Yamin, Ki Hajar Dewantara, MA Pellaupessy, M Natsir dan RM Purbatjaraka.

Asvi Warman Adam mengupas tema "Garuda Pancasila Siapa Punya?", Turiman Fathurahman "Melelusuri Misteri Sejarah Hukum Lambang Negara RI", Nanang R Hidayat "Menuju Orde Garuda Pancasila" dan Hilarion Widyatmoko mengupas dari mitologi burung elang yang banyak digunakan sebagai lambang negara-negara dan kerajaan di dunia.

Asvi memaparkan proses dan tokoh penting di balik "kelahiran" Garuda Pancasila mulai dari Panitia Lencana Negara yang dibentuk 10 Januari 1950 dibawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II, Basuki Reksobowo selaku pelukis Garuda Pancasila, Soekarno yang memutuskan tahap akhir serta pelukis Dullah yang melukis kembali gambar Garuda Pancasila yang diminta oleh Soekarno.

Selain mengupas sejarah penetapan Garuda Pancasila, Asvi Warman Adam mengupas aspek hukum lambang negara itu.

Sementara itu Turiman Fathurahman, sejarawan dari Universitas Tanjungpura mengungkapkan model Pancasila "berThawaf" yakni memahami konsep Pancasila dengan pendekatan semiotika hukum pada simbolisasi Pancasila pada perisai Pancasila dalam lambang negara rancangan Sultan Hamid II.

"Sehingga pemahaman konsep Pancasila memunculkan pluralisme pandangan, artinya tidak hanya pandangan hirarkis piramida yang cenderung berasaskan positivisme sebagaimana pola pikir sebagian besar para peneliti hukum pahami selama ini," katanya.

Sementara itu, Nanang R Hidayat, pengamat Lambang Garuda Pancasila dari STSI Yogyakarta mengupas tentang tranformasi lambang Garuda Pancasila. Ia juga mengkritisi penggunaan lambang Garuda pada kaos Georgio Armani.

Pancasila, kata Nanang, merupakan desain ideologi yang tepat bagi NKRI, menjadi jembatan keragaman etnis dan budaya se-Nusantara.

"Sayangnya kita gagal mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, lalu serta merta meninggalkan begitu saja semenjak reformasi," katanya.

Menurut Nanang, orang mengabaikan untuk membaca dan memaknai ulang Pancasila, benang merah sejarah telah terputus.

Nanang menyebutkan, bergemanya "Garuda di Dadaku" membuat Garuda Pancasila melekat di hati anak bangsa. Eforia suporter Timnas PSSI untuk membangkitkan daya juang Tim Garuda, seakan menjadi pertanda yang mengarah pada kebangkitan nilai spiritual Garuda Pancasila.

"Tahun ini sepatutnya menjadi tahun kebangkitan Garuda, saatnya menjadi titik awal kelahiran kembali Garuda Pancasila," katanya.

Seminar "60 Tahun Garuda Pancasila" itu digagas oleh Kementerian Luar Negeri melalui Museum Konperensi Asia Afrika (KAA) Bandung untuk mengupas dan mensosialisasikan proses kelahiran dan aspek hukum dari Garuda Pancasila kepada generasi muda.

"Selama ini tidak banyak yang tahu sejarah kelahiran dan penetapan Garuda Pancasila sebagai lambang negara, diharapkan kegiatan ini bisa menjembatani dan memfasilitasi kekosongan informasi itu," kata Kepala Museum KAA Isman Pasha menambahkan.
Syarif A

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011