Tasikmalaya, 30/1 (ANTARA) - Masyarakat adat Kampung Naga di Desa Neglasari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mulai kekurangan minyak tanah sebagai kebutuhan pokok bahan bakar penerangan sebanyak 100 liter.
"Kiriman dari Pertamina setiap bulan tetap seribu liter, sedangkan kebutuhan sekarang 1.100 liter," kata Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin, di Tasikmalaya, Minggu.
Bertambahnya kebutuhan minyak tanah itu, dijelaskan Ade, seiring dengan banyaknya penggunaan bahan bakar penerangan bagi anak-anak sekolah yang belajar malam hari.
Selain digunakan kebutuhan penerangan bagi anak kampung adat yang sekolah sebanyak 165 orang itu, kata Ade, saat malam hari para kaum ibu-ibu selalu beraktivitas menganyam kerajinan, sedangkan waktu siang hari bertani dil adang.
"Meningkatnya kebutuhan karena banyak anak didik yang belajar di malam hari. Memang tidak bisa dipungkiri minyak tanah itu kebutuhan masyakat adat," kata Ade.
Pihaknnya sudah mengajukan secara lisan kepada Pertamina, namun belum ada putusan akan ada penambahan pasokan minyak tanah sebanyak 100 liter itu.
Pihak Pertamina, kata Ade, hanya menyediakan minyak tanah bersubsidi sebanyak seribu liter setiap bulan sesuai keputusan pemerintah pusat.
Pasokan minyak tanah yang dibeli masyarakat adat seharga Rp3.500 per liter itu, kata Ade, selama belum adanya penambahan maka masyarakat mengimbanginya dengan membatasi penggunaan alat penerangan petromak.
Sementara itu, penerangan di Kampung Naga hanya menggunakan bahan bakar minyak tanah, karena jaringan listrik ditolak khawatir berdampak mengganggu berlangsungnya adat yang selama ini dijaga baik secara turum temurun.
"Listrik kami tolak, kami hanya butuh minyak tanah untuk penerangan," kata Ade.
Feri P
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011
"Kiriman dari Pertamina setiap bulan tetap seribu liter, sedangkan kebutuhan sekarang 1.100 liter," kata Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin, di Tasikmalaya, Minggu.
Bertambahnya kebutuhan minyak tanah itu, dijelaskan Ade, seiring dengan banyaknya penggunaan bahan bakar penerangan bagi anak-anak sekolah yang belajar malam hari.
Selain digunakan kebutuhan penerangan bagi anak kampung adat yang sekolah sebanyak 165 orang itu, kata Ade, saat malam hari para kaum ibu-ibu selalu beraktivitas menganyam kerajinan, sedangkan waktu siang hari bertani dil adang.
"Meningkatnya kebutuhan karena banyak anak didik yang belajar di malam hari. Memang tidak bisa dipungkiri minyak tanah itu kebutuhan masyakat adat," kata Ade.
Pihaknnya sudah mengajukan secara lisan kepada Pertamina, namun belum ada putusan akan ada penambahan pasokan minyak tanah sebanyak 100 liter itu.
Pihak Pertamina, kata Ade, hanya menyediakan minyak tanah bersubsidi sebanyak seribu liter setiap bulan sesuai keputusan pemerintah pusat.
Pasokan minyak tanah yang dibeli masyarakat adat seharga Rp3.500 per liter itu, kata Ade, selama belum adanya penambahan maka masyarakat mengimbanginya dengan membatasi penggunaan alat penerangan petromak.
Sementara itu, penerangan di Kampung Naga hanya menggunakan bahan bakar minyak tanah, karena jaringan listrik ditolak khawatir berdampak mengganggu berlangsungnya adat yang selama ini dijaga baik secara turum temurun.
"Listrik kami tolak, kami hanya butuh minyak tanah untuk penerangan," kata Ade.
Feri P
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011