Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, berpotensi mengurangi emisi karbon dioksidan sebanyak 214 ribu ton per tahun.
"Kehadiran PLTS Terapung Cirata 145 megawatt ini akan menjadi revolusi pengembangan energi baru terbarukan di dalam negeri," katanya di Jakarta, Selasa.
Proyek listrik ramah lingkungan itu telah memperoleh dukungan dana dari lembaga keuangan internasional, yakni Sumitomo Mitusi Banking Corp, Societe Generale, dan Standard Charter Bank dengan nilai investasi sekitar 129 juta dolar AS.
Kini PLTS terapung tersebut akan memasuki tahap konstruksi selama 18 bulan dan ditargetkan dapat beroperasi secara komersial pada November 2022.
Zulkifli mengungkapkan total kapasitas pembangkit milik PLN yang beroperasi hingga semester I tahun ini tercatat sebesar 63 gigawatt dengan komposisi energi baru terbarukan sebanyak 7,9 gigawatt atau setara 13 persen.
Menurutnya, proyek PLTS terapung seluas 250 hektare itu akan memberikan kontribusi tambahan energi baru terbarukan sekitar 0,2 persen.
"Kami berharap pengembangan PLTS Terapung Cirata ini menjadi pemicu pengembangan energi baru terbarukan khususnya PLTS dengan tarif yang kompetitif sebagai bagian dari upaya PLN yang menghadirkan energi bersih, andal, dan keekonomian yang wajar," ujar Zulkifli.
PLTS Terapung Cirata merupakan satu dari 11 kesepakatan bisnis yang dipertukarkan di hadapan Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi pada Januari 2020.
Proyek itu dikembangkan secara patungan oleh anak perusahaan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI), dan anak usaha Mubadala Investment Company, Masdar, yang merupakan perusahaan energi baru dan terbarukan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Kedua perusahaan itu membentuk perusahaan pengembangan bernama PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE). PJBI menguasai 51 persen saham dan Masdar menguasai 49 persen dengan skema power purchase agreement selama 25 tahun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan PLTS terapung di Cirata dapat membantu pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai tindak lanjut Paris Agreement, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan bantuan internasional.
Program penurunan emisi di Indonesia berfokus pada lima sektor yang berkontribusi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca, yaitu sektor energi, industri, kehutanan, pertanian, dan limbah.
Komitmen sektor energi adalah penurunan emisi sebesar 314-398 juta ton karbon dioksida pada tahun 2030, target 23 persen energi baru terbarukan dari bauran energi primer, dan 17 persen efisiensi energi dari bussiness as usual energi final.
"Penyediaan energi bersih melalui pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya energi surya menjadi salah satu prioritas untuk dapat mencapai tujuan tersebut mengingat potensi surya di Indonesia melimpah, masa pembangunan cepat, dan harga semakin kompetitif," pungkas Dadan.
Baca juga: PLTS terapung di waduk Cirata masuki tahap pemenuhan pembiayaan
Baca juga: PLTS Terapung Cirata Bandung mulai dibangun tahun 2021
Baca juga: BKPM pastikan kawal proyek PLTS Terapung Cirata 145 MW
Baca juga: PJBI gandeng investor UEA bangun PLTS Cirata terbesar se-Asia Tenggara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Kehadiran PLTS Terapung Cirata 145 megawatt ini akan menjadi revolusi pengembangan energi baru terbarukan di dalam negeri," katanya di Jakarta, Selasa.
Proyek listrik ramah lingkungan itu telah memperoleh dukungan dana dari lembaga keuangan internasional, yakni Sumitomo Mitusi Banking Corp, Societe Generale, dan Standard Charter Bank dengan nilai investasi sekitar 129 juta dolar AS.
Kini PLTS terapung tersebut akan memasuki tahap konstruksi selama 18 bulan dan ditargetkan dapat beroperasi secara komersial pada November 2022.
Zulkifli mengungkapkan total kapasitas pembangkit milik PLN yang beroperasi hingga semester I tahun ini tercatat sebesar 63 gigawatt dengan komposisi energi baru terbarukan sebanyak 7,9 gigawatt atau setara 13 persen.
Menurutnya, proyek PLTS terapung seluas 250 hektare itu akan memberikan kontribusi tambahan energi baru terbarukan sekitar 0,2 persen.
"Kami berharap pengembangan PLTS Terapung Cirata ini menjadi pemicu pengembangan energi baru terbarukan khususnya PLTS dengan tarif yang kompetitif sebagai bagian dari upaya PLN yang menghadirkan energi bersih, andal, dan keekonomian yang wajar," ujar Zulkifli.
PLTS Terapung Cirata merupakan satu dari 11 kesepakatan bisnis yang dipertukarkan di hadapan Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi pada Januari 2020.
Proyek itu dikembangkan secara patungan oleh anak perusahaan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI), dan anak usaha Mubadala Investment Company, Masdar, yang merupakan perusahaan energi baru dan terbarukan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Kedua perusahaan itu membentuk perusahaan pengembangan bernama PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE). PJBI menguasai 51 persen saham dan Masdar menguasai 49 persen dengan skema power purchase agreement selama 25 tahun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan PLTS terapung di Cirata dapat membantu pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai tindak lanjut Paris Agreement, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan bantuan internasional.
Program penurunan emisi di Indonesia berfokus pada lima sektor yang berkontribusi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca, yaitu sektor energi, industri, kehutanan, pertanian, dan limbah.
Komitmen sektor energi adalah penurunan emisi sebesar 314-398 juta ton karbon dioksida pada tahun 2030, target 23 persen energi baru terbarukan dari bauran energi primer, dan 17 persen efisiensi energi dari bussiness as usual energi final.
"Penyediaan energi bersih melalui pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya energi surya menjadi salah satu prioritas untuk dapat mencapai tujuan tersebut mengingat potensi surya di Indonesia melimpah, masa pembangunan cepat, dan harga semakin kompetitif," pungkas Dadan.
Baca juga: PLTS terapung di waduk Cirata masuki tahap pemenuhan pembiayaan
Baca juga: PLTS Terapung Cirata Bandung mulai dibangun tahun 2021
Baca juga: BKPM pastikan kawal proyek PLTS Terapung Cirata 145 MW
Baca juga: PJBI gandeng investor UEA bangun PLTS Cirata terbesar se-Asia Tenggara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021