Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menuturkan data yang tercantum dalam Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar) bersumber dari data New All Records (NAR) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Data yang tercatat dalam NAR diperbarui oleh kabupaten/kota masing-masing setiap hari. Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil menjelaskan, kabupaten/kota langsung melaporkan data penanganan COVID-19 ke pemerintah pusat. Setelah pemerintah pusat mengumumkan, data tersebut ditarik oleh provinsi.
"Masalah data agak kompleks. Kami provinsi itu posisinya bukan di tengah. Posisi kami di akhir. Urusan data itu, kabupaten/kota lapornya langsung ke pusat. Pusat mengumumkan, baru kita tarik dan dijadikan data di provinsi," kata Kang Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis.
Meski begitu, terdapat sejumlah kasus perbedaan data Pikobar-NAR dengan data yang tercantum di website kabupaten/kota.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar menuturkan, perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, belum semua faskes di kabupaten/kota mempunyai akses langsung ke NAR, sehingga perekapan masih dilakukan oleh kabupaten/kota kepada Kemenkes secara manual.
Hal tersebut, kata Setiaji, berpotensi terjadi human error karena seringkali tidak semua data diisi atau terjadi duplikasi data.
"Kedua, adanya data spesimen PCR dan Antigen yang positif belum terinput di NAR oleh laboratorium kesehatan pemeriksa sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum bisa melakukan update status akhir kasus," tuturnya.
Hal terakhir yang dapat menyebabkan perbedaan data adalah adanya keterlambatan dalam update status kasus sembuh dan meninggal di NAR oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Setiaji mengatakan, untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemda Provinsi Jabar akan membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penyandingan data By Name By Address antara data NAR dan data yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota.
"Ini dilakukan untuk mencari selisih data kasus, untuk kemudian diajukan secara manual kepada Kemenkes RI," katanya.
"Kami juga berupaya mendorong faskes ketika melakukan perbaikan dalam melakukan input data dasar pasien, seperti penentuan alamat domisili yang benar dan sesuai. Tujuannya agar fitur autoverif kasus baru di NAR yang saat ini sudah ada bisa terjamin validitas datanya," katanya.
Baca juga: Pemprov Jabar hadirkan fitur isolasi mandiri di laman Pikobar
Baca juga: Aplikasi Pikobar Jabar bisa digunakan penyandang tunanetra
Baca juga: Ini aplikasi pusat informasi koordinasi corona ala Jabar
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Data yang tercatat dalam NAR diperbarui oleh kabupaten/kota masing-masing setiap hari. Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil menjelaskan, kabupaten/kota langsung melaporkan data penanganan COVID-19 ke pemerintah pusat. Setelah pemerintah pusat mengumumkan, data tersebut ditarik oleh provinsi.
"Masalah data agak kompleks. Kami provinsi itu posisinya bukan di tengah. Posisi kami di akhir. Urusan data itu, kabupaten/kota lapornya langsung ke pusat. Pusat mengumumkan, baru kita tarik dan dijadikan data di provinsi," kata Kang Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis.
Meski begitu, terdapat sejumlah kasus perbedaan data Pikobar-NAR dengan data yang tercantum di website kabupaten/kota.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar menuturkan, perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, belum semua faskes di kabupaten/kota mempunyai akses langsung ke NAR, sehingga perekapan masih dilakukan oleh kabupaten/kota kepada Kemenkes secara manual.
Hal tersebut, kata Setiaji, berpotensi terjadi human error karena seringkali tidak semua data diisi atau terjadi duplikasi data.
"Kedua, adanya data spesimen PCR dan Antigen yang positif belum terinput di NAR oleh laboratorium kesehatan pemeriksa sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum bisa melakukan update status akhir kasus," tuturnya.
Hal terakhir yang dapat menyebabkan perbedaan data adalah adanya keterlambatan dalam update status kasus sembuh dan meninggal di NAR oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Setiaji mengatakan, untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemda Provinsi Jabar akan membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penyandingan data By Name By Address antara data NAR dan data yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota.
"Ini dilakukan untuk mencari selisih data kasus, untuk kemudian diajukan secara manual kepada Kemenkes RI," katanya.
"Kami juga berupaya mendorong faskes ketika melakukan perbaikan dalam melakukan input data dasar pasien, seperti penentuan alamat domisili yang benar dan sesuai. Tujuannya agar fitur autoverif kasus baru di NAR yang saat ini sudah ada bisa terjamin validitas datanya," katanya.
Baca juga: Pemprov Jabar hadirkan fitur isolasi mandiri di laman Pikobar
Baca juga: Aplikasi Pikobar Jabar bisa digunakan penyandang tunanetra
Baca juga: Ini aplikasi pusat informasi koordinasi corona ala Jabar
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021