Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengemukakan otoritas terkait masih melakukan penelusuran asal mula kemunculan varian Delta (B 1617.2) yang banyak ditemukan di daerah Kudus, Jawa Tengah dan Bangkalan, Jawa Timur.
"Sejauh ini, penelusuran terkait asal datangnya virus tersebut masih terus dilakukan agar dapat diketahui dari mana asalnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan untuk memetakan persebaran virus ini, penelitian masih dilakukan melalui metode Whole Genome Sequencing (WGS) atau surveilans meski belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Penelitian memerlukan WGS atau sampel yang jumlahnya lebih besar. Suatu saat nanti, kita bisa menelusuri dari mana virus tersebut berasal, dari mana masuknya dan menyebar ke mana saja," katanya.
Wiku mengatakan varian baru dari suatu virus muncul karena upaya virus untuk bertahan hidup. Proses mutasinya akan berlangsung terus-menerus apabila potensi penularan tersedia.
Oleh karena itu, jika penularan masih terus berlangsung di tengah-tengah masyarakat, maka peluang virus untuk bermutasi masih ada.
Terkait dengan vaksin yang diberikan kepada masyarakat saat ini, ia memastikan memiliki efektifitas tinggi karena efikasinya di atas 50 persen untuk melindungi warga dari penularan virus.
Meski demikian, kata Wiku, penelitian lebih lanjut terkait dengan hal ini masih terus dilakukan, untuk memastikan bahwa vaksin yang digunakan adalah vaksin yang efektif.
"Vaksinasi yang dilakukan harus betul-betul bisa memberikan proteksi kolektif atau herd immunity dari masyarakat yang diberi vaksin," kata Wiku.
Baca juga: Gubernur duga COVID-19 varian delta telah ada di Jabar
Baca juga: 145 kasus varian ganas COVID-19 menyebar di Indonesia
Baca juga: Varian virus India dominasi COVID19 di Jakarta-Kudus-Bangkalan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Sejauh ini, penelusuran terkait asal datangnya virus tersebut masih terus dilakukan agar dapat diketahui dari mana asalnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan untuk memetakan persebaran virus ini, penelitian masih dilakukan melalui metode Whole Genome Sequencing (WGS) atau surveilans meski belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Penelitian memerlukan WGS atau sampel yang jumlahnya lebih besar. Suatu saat nanti, kita bisa menelusuri dari mana virus tersebut berasal, dari mana masuknya dan menyebar ke mana saja," katanya.
Wiku mengatakan varian baru dari suatu virus muncul karena upaya virus untuk bertahan hidup. Proses mutasinya akan berlangsung terus-menerus apabila potensi penularan tersedia.
Oleh karena itu, jika penularan masih terus berlangsung di tengah-tengah masyarakat, maka peluang virus untuk bermutasi masih ada.
Terkait dengan vaksin yang diberikan kepada masyarakat saat ini, ia memastikan memiliki efektifitas tinggi karena efikasinya di atas 50 persen untuk melindungi warga dari penularan virus.
Meski demikian, kata Wiku, penelitian lebih lanjut terkait dengan hal ini masih terus dilakukan, untuk memastikan bahwa vaksin yang digunakan adalah vaksin yang efektif.
"Vaksinasi yang dilakukan harus betul-betul bisa memberikan proteksi kolektif atau herd immunity dari masyarakat yang diberi vaksin," kata Wiku.
Baca juga: Gubernur duga COVID-19 varian delta telah ada di Jabar
Baca juga: 145 kasus varian ganas COVID-19 menyebar di Indonesia
Baca juga: Varian virus India dominasi COVID19 di Jakarta-Kudus-Bangkalan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021