Ngamprah, 21/9 (ANTARA) - Kepala Observatorium Bosscha Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat (KBB) Hakim Luthfi Malasan mengatakan, dari segi teknis, Bosscha sudah tidak mungkin lagi menampung teropong baru yang lebih besar (berdiameter hingga dua meter) karena pertimbangan penataan tempat yang kurang ideal.

Oleh karenanya, saat ini tim astronomi Indonesia tengah melakukan kajian (survei) di beberapa lokasi untuk membangun observatorium baru,
kata Hakim saat dihubungi wartawan melalui telepon selulernya, Selasa.

Menurut Hakim, wacana untuk membangun observatorium baru sudah muncul sejak lama, tim dari LAPAN dan peneliti matahari dari Jepang pernah menjajaki daerah Lombok Nusa Tenggara Barat dan tim Belanda mengkaji bagian Utara dari Danau Toba.

"Beberapa waktu lalu tim Bosscha pun sempat lama mengkaji lokasi di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT). Tiga lokasi itu dinilai mumpuni untuk pengamatan langit astronomi dengan tiga zona waktu," ujarnya.

Kajian di Kupang, menurut Hakim berkenaan dengan misi pengamatan hilal yang setiap tahun dilakukan Observatorium Bosscha. Beberapa tahun ini Kota Kupang menjadi salah satu titik pengamatan langit astronomi. Dan untuk mengefektifkan perlengkapan peneropongan, dinilai perlu untuk membuat stasiun baru bagi pengamatan bintang di daerah itu.

Dikatakan Hakim, untuk membangun satu stasiun pengamatan bintang baru memerlukan lahan sedikitnya lahan tiga hektare dan jika dihitung secara kasar, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp10 miliar.

Ia menganggap jumlah itu bukan harga yang mahal untuk perekonomian Indonesia, karena kebutuhan masyarakat di bidang astronomi juga sudah tinggi.

Ia menilai kondisi Bosscha saat ini kurang mumpuni karena banyaknya pembangunan fisik di sekitar Lembang menyebabkan pengamatan langit astronomi yang dilakukan oleh Bosscha menjadi terganggu akibat banyaknya polusi cahaya.

"Selain itu, saat ini kondisi lingkungan di sekitar Bosscha sudah tidak strategis lagi," tukas dia.

Ia mengatakan, hingga saat ini Bosscha masih bisa melakukan fungsinya dengan baik sebagai observatorium, namun karena ada tuntutan zaman dan kemajuan teknologi astronomi, sudah saatnya Indonesia memiliki observatorium lebih dari satu.

Ia juga mengakui, sebetulnya Observatorium Bosscha belum strategis untuk dijadikan destinasi kunjungan (wisata). Hal ini karena sarana wisata di Bosscha masih sangat terbatas. "Jadi, karena Bosscha telah disebut sebagai salah satu destinasi wisata oleh Dinas Pariwisata, sebaiknya pemerintah juga ikut serta menyediakan fasilitas wisata itu untuk pengunjung," kata Hakim.

Dia mengakui, Bosscha masih minim sentuhan perhatian pemerintah. Selama berdiri, peran serta pemerintah belum sampai pada tahap investasi meski perhatian dari kementerian terkait cukup besar. Padahal di negara lain, investasi terbesar bidang astronomi dipenuhi oleh pemerintah.***5***

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010