Warga Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat, Irfan Sauki membagikan cerita menjalani ibadah puasa bulan Ramadhan hingga pukul sembilan malam selama tinggal di Copenhagen, Denmark.
"Di Denmark itu kita buka puasa mendekati jam 9 malam, sekitar 18 jam puasanya, beda dengan di Indonesia yang hanya sekitar 13 jam," ungkapnya saat dihubungi ANTARA di Bogor, Ahad.
Pria kelahiran tahun 1994 itu mengakui tak mudah untuk menjalani bulan Ramadhan perdananya di negara tempat ia kini bekerja. Selain harus berbuka puasa sekitar pukul 21.00, umat muslim di Denmark juga harus memulai puasa sekitar pukul 03.00 waktu setempat.
Kemudian, Irfan baru bisa melaksanakan ibadah tarawih hampir tengah malam setelah didahului Shalat Isya berlangsung pukul 23.00 waktu setempat.
"Untuk melaksanakan tarawih berjamaah itu di sini masjid jarang, kita shalat tarawihnya di kediaman masing-masing. Harus melawan ngantuk, karena sampai sekitar 11.30 malam, kemudian istirahat bangun lagi jam 02.00 untuk menyiapkan saur, karena imsaknya di sini jam 03.00 pagi," kata Irfan.
Pemenang program "Bogor Leaders Talk" yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor secara virtual itu mengaku rindu melaksanakan ibadah puasa di kampung halamannya, karena ia tak merasakan euforia Ramadhan di Denmark.
"Karena kita berada di wilayah minoritas beragama Islam, jadi kita tidak bisa merasakan suasana Ramadhan seperti di Indonesia nemuin yang jualan takjil, bisa ngabuburit, 'saur on the road', itu tidak ada," katanya.
"Ada satu hal tantangan terbesar, kita harus bisa menyesuaikan karena masyarakat di sini kebanyakan tidak berpuasa," kata alumnus Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Jawa Barat itu.
Irfan merupakan salah satu pemenang "Bogor Leaders Talk". Program tersebut digelar oleh Bupati Bogor Ade Yasin secara virtual sebagai ajang kompetisi menyampaikan aspirasi bagi kaum milenial untuk Pemkab Bogor.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Di Denmark itu kita buka puasa mendekati jam 9 malam, sekitar 18 jam puasanya, beda dengan di Indonesia yang hanya sekitar 13 jam," ungkapnya saat dihubungi ANTARA di Bogor, Ahad.
Pria kelahiran tahun 1994 itu mengakui tak mudah untuk menjalani bulan Ramadhan perdananya di negara tempat ia kini bekerja. Selain harus berbuka puasa sekitar pukul 21.00, umat muslim di Denmark juga harus memulai puasa sekitar pukul 03.00 waktu setempat.
Kemudian, Irfan baru bisa melaksanakan ibadah tarawih hampir tengah malam setelah didahului Shalat Isya berlangsung pukul 23.00 waktu setempat.
"Untuk melaksanakan tarawih berjamaah itu di sini masjid jarang, kita shalat tarawihnya di kediaman masing-masing. Harus melawan ngantuk, karena sampai sekitar 11.30 malam, kemudian istirahat bangun lagi jam 02.00 untuk menyiapkan saur, karena imsaknya di sini jam 03.00 pagi," kata Irfan.
Pemenang program "Bogor Leaders Talk" yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor secara virtual itu mengaku rindu melaksanakan ibadah puasa di kampung halamannya, karena ia tak merasakan euforia Ramadhan di Denmark.
"Karena kita berada di wilayah minoritas beragama Islam, jadi kita tidak bisa merasakan suasana Ramadhan seperti di Indonesia nemuin yang jualan takjil, bisa ngabuburit, 'saur on the road', itu tidak ada," katanya.
"Ada satu hal tantangan terbesar, kita harus bisa menyesuaikan karena masyarakat di sini kebanyakan tidak berpuasa," kata alumnus Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Jawa Barat itu.
Irfan merupakan salah satu pemenang "Bogor Leaders Talk". Program tersebut digelar oleh Bupati Bogor Ade Yasin secara virtual sebagai ajang kompetisi menyampaikan aspirasi bagi kaum milenial untuk Pemkab Bogor.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021