Hasil survei yang dilakukan perusahaan teknologi Microsoft Corp secara global (termasuk di Indonesia), menemukan hasil bahwa sebanyak 83 persen pekerja di Tanah Air menginginkan adanya opsi kerja dari jarak jauh seperti Work From Home (WFH).
"Di Indonesia, sebanyak 83 persen pekerja menginginkan opsi kerja jarak jauh yang fleksibel, lebih tinggi dari rata-rata global di 73 persen," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut terungkap dari hasil survei Work Trend Index 2021 yang bertajuk "The Next Great Disruption Is Hybrid Work — Are We Ready?" (Disrupsi Akbar Berikutnya adalah Kerja Hibrida-Apakah Kita Siap?)
Ia memaparkan, kerja hibrida adalah model kerja campuran di mana sejumlah karyawan kembali ke tempat kerja dan yang lainnya tetap bekerja dari rumah atau WFH.
"Tren baru ini menghadirkan peluang unik untuk menciptakan masa depan kerja baru yang lebih baik. Di Microsoft, kami berupaya untuk membantu semua orang agar dapat berkembang di dunia kerja hybrid ini,” kata Haris Izmee.
Hasil survei tersebut mengungkapkan pula bahwa 72 persen pemimpin bisnis di Indonesia juga berencana mendesain ulang kantor untuk mendukung model kerja hibrida; lebih tinggi dari angka global yang berada di kisaran 66 persen.
Selain itu, ujar dia, di Indonesia, sekitar 63 oersen pekerja mengatakan adanya kemungkinan mereka pindah ke tempat baru dalam tahun depan (jauh lebih tinggi dari angka global yang berada di 46 persen).
Sedangkan 49 persen mengatakan adanya kemungkinan mereka untuk mempertimbangkan meninggalkan pekerjaan dalam tahun ini (lebih tinggi dari global di 41 persen). Mendapatkan opsi kerja jarak jauh merupakan salah satu pertimbangan utama mereka untuk pindah.
"Kami terus berinovasi dan mendampingi orang-orang dalam perjalanan transformasi digital mereka. Contohnya, dengan menghadirkan fitur-fitur baru di Microsoft Teams, serta memperkenalkan platform pengalaman karyawan baru, Microsoft Viva," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
Ia menuturkan, tren kerja jarak jauh selama setahun terakhir sesungguhnya telah menciptakan peluang kerja baru bagi sebagian orang, menawarkan lebih banyak waktu keluarga, dan memberikan keleluasaan untuk mengurangi waktu tempuh di jalan.
Namun, lanjutnya, ada sejumlah tantangan baru yang perlu diantisipasi seperti adanya ancaman kelelahan digital serta di Indonesia, 40 persen pekerja mengalami penurunan interaksi dengan rekan kerja (yang dapat membahayakan inovasi), 61 persen pekerja merasa terlalu banyak bekerja, dan 68 persen pekerja dari Generasi Z mengatakan bahwa mereka merasa kesulitan untuk bertahan.
"Meningkatnya waktu yang dihabiskan dalam rapat dapat menjadi salah satu faktor utama perasaan tersebut. Menurut sebuah studi terbaru oleh Microsoft tentang aktivitas gelombang otak, rapat berturut-turut dapat menurunkan kemampuan orang untuk fokus dan terlibat dalam rapat. Transisi di antara rangkaian rapat juga bisa menjadi sumber stres yang tinggi," paparnya.
Microsoft telah mengidentifikasi beberapa strategi bagi para pemimpin bisnis untuk mulai melakukan perubahan, yaitu perlunya perencanaan untuk memberdayakan orang dengan fleksibilitas tinggi, mengatasi kelelahan digital, menata ulang ruang dan teknologi guna menjembatani dunia fisik dan digital, serta membangun kembali aspek sosial dan budaya.
Baca juga: Spotify terapkan kerja dimana saja untuk karyawannya
Baca juga: Waspadai, karyawan WFH jadi sasaran empuk peretas curi informasi
Baca juga: Kopassus terus tingkatkan kemampuan hadapi perang siber dan hibrida
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Di Indonesia, sebanyak 83 persen pekerja menginginkan opsi kerja jarak jauh yang fleksibel, lebih tinggi dari rata-rata global di 73 persen," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut terungkap dari hasil survei Work Trend Index 2021 yang bertajuk "The Next Great Disruption Is Hybrid Work — Are We Ready?" (Disrupsi Akbar Berikutnya adalah Kerja Hibrida-Apakah Kita Siap?)
Ia memaparkan, kerja hibrida adalah model kerja campuran di mana sejumlah karyawan kembali ke tempat kerja dan yang lainnya tetap bekerja dari rumah atau WFH.
"Tren baru ini menghadirkan peluang unik untuk menciptakan masa depan kerja baru yang lebih baik. Di Microsoft, kami berupaya untuk membantu semua orang agar dapat berkembang di dunia kerja hybrid ini,” kata Haris Izmee.
Hasil survei tersebut mengungkapkan pula bahwa 72 persen pemimpin bisnis di Indonesia juga berencana mendesain ulang kantor untuk mendukung model kerja hibrida; lebih tinggi dari angka global yang berada di kisaran 66 persen.
Selain itu, ujar dia, di Indonesia, sekitar 63 oersen pekerja mengatakan adanya kemungkinan mereka pindah ke tempat baru dalam tahun depan (jauh lebih tinggi dari angka global yang berada di 46 persen).
Sedangkan 49 persen mengatakan adanya kemungkinan mereka untuk mempertimbangkan meninggalkan pekerjaan dalam tahun ini (lebih tinggi dari global di 41 persen). Mendapatkan opsi kerja jarak jauh merupakan salah satu pertimbangan utama mereka untuk pindah.
"Kami terus berinovasi dan mendampingi orang-orang dalam perjalanan transformasi digital mereka. Contohnya, dengan menghadirkan fitur-fitur baru di Microsoft Teams, serta memperkenalkan platform pengalaman karyawan baru, Microsoft Viva," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
Ia menuturkan, tren kerja jarak jauh selama setahun terakhir sesungguhnya telah menciptakan peluang kerja baru bagi sebagian orang, menawarkan lebih banyak waktu keluarga, dan memberikan keleluasaan untuk mengurangi waktu tempuh di jalan.
Namun, lanjutnya, ada sejumlah tantangan baru yang perlu diantisipasi seperti adanya ancaman kelelahan digital serta di Indonesia, 40 persen pekerja mengalami penurunan interaksi dengan rekan kerja (yang dapat membahayakan inovasi), 61 persen pekerja merasa terlalu banyak bekerja, dan 68 persen pekerja dari Generasi Z mengatakan bahwa mereka merasa kesulitan untuk bertahan.
"Meningkatnya waktu yang dihabiskan dalam rapat dapat menjadi salah satu faktor utama perasaan tersebut. Menurut sebuah studi terbaru oleh Microsoft tentang aktivitas gelombang otak, rapat berturut-turut dapat menurunkan kemampuan orang untuk fokus dan terlibat dalam rapat. Transisi di antara rangkaian rapat juga bisa menjadi sumber stres yang tinggi," paparnya.
Microsoft telah mengidentifikasi beberapa strategi bagi para pemimpin bisnis untuk mulai melakukan perubahan, yaitu perlunya perencanaan untuk memberdayakan orang dengan fleksibilitas tinggi, mengatasi kelelahan digital, menata ulang ruang dan teknologi guna menjembatani dunia fisik dan digital, serta membangun kembali aspek sosial dan budaya.
Baca juga: Spotify terapkan kerja dimana saja untuk karyawannya
Baca juga: Waspadai, karyawan WFH jadi sasaran empuk peretas curi informasi
Baca juga: Kopassus terus tingkatkan kemampuan hadapi perang siber dan hibrida
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021