Depok, 3/8 (ANTARA) - Departemen Arkeologi Universitas Indonesia akan menggelar seminar dan pameran tentang situs purbakala bawah laut Indonesia, yang bertujuan antara lain untuk merumuskan sikap terbaik dalam penanganan warisan budaya dari kapal-kapal yang tenggelam di masa lalu.
Ketua panitia, Dr Irmawati M. Johan di Depok, Selasa, mengatakan, seminar dan pameran yang berlangsung di Museum Nasional Jakarta, 4-15 Agustus tersebut sebagai respon atas berbagai perbedaan sikap dalam masyarakat terkait pelelangan benda-benda purbakala dari bawah laut Indonesia.
"Ini bentuk social responsibility kami dari Departemen Arkeologi UI untuk menyelamatkan benda-benda bersejarah, dan juga untuk menanggapi berbagai sikap di masyarakat soal penanganan peninggalan bawah air kita," kata Dr Irmawati yang juga Kepala Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, UI.
Seminar dan pameran bertema "Warisan Budaya Bawah Air: Apakah Harus Dilelang?" , merupakan hasil kerja sama Departemen Arkeologi UI dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Museum Nasional.
Di antara pembicara dalam seminar pada Rabu (4/8) tersebut adalah Direktur Peninggalan Bawah Air Kemenbudpar Surya Helmi, Direktur Lelang Kemenkeu, Suryanto, dan pembicara dari UNESCO, Masanori Nagaoka.
Irmawati mengatakan, pihak UNESCO juga dilibatkan dalam seminar ini karena penanganan arkeologi bawah laut juga terkait dengan konvensi badan PBB tersebut tahun 2001 tentang Pelestarian benda Cagar Budaya Bawah Air.
"Melalui seminar ini, kita akan mengerti apa untung ruginya jika kita meratifikasi konvensi UNESCO tersebut,"ujar Irmawati.
Konvensi UNESCO melarang eksploitasi komersial terhadap situs-situs bawah air. Sebab, warisan budaya bawah air bukan harta karun melainkan warisan budaya untuk kemanusiaan .
Rambu-rambu atau aturan yang jelas mengenai penanganan benda peninggalan purbakala bawah air ini, menurut Irmawati, sangat diperlukan.
"Kita tidak ingin nantinya orang bebas mengambil benda-benda peninggalan purbakala di laut dan merusak kelestarian situs-situs arkeologi bawah air," katanya.
Teguh Handoko
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010
Ketua panitia, Dr Irmawati M. Johan di Depok, Selasa, mengatakan, seminar dan pameran yang berlangsung di Museum Nasional Jakarta, 4-15 Agustus tersebut sebagai respon atas berbagai perbedaan sikap dalam masyarakat terkait pelelangan benda-benda purbakala dari bawah laut Indonesia.
"Ini bentuk social responsibility kami dari Departemen Arkeologi UI untuk menyelamatkan benda-benda bersejarah, dan juga untuk menanggapi berbagai sikap di masyarakat soal penanganan peninggalan bawah air kita," kata Dr Irmawati yang juga Kepala Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, UI.
Seminar dan pameran bertema "Warisan Budaya Bawah Air: Apakah Harus Dilelang?" , merupakan hasil kerja sama Departemen Arkeologi UI dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Museum Nasional.
Di antara pembicara dalam seminar pada Rabu (4/8) tersebut adalah Direktur Peninggalan Bawah Air Kemenbudpar Surya Helmi, Direktur Lelang Kemenkeu, Suryanto, dan pembicara dari UNESCO, Masanori Nagaoka.
Irmawati mengatakan, pihak UNESCO juga dilibatkan dalam seminar ini karena penanganan arkeologi bawah laut juga terkait dengan konvensi badan PBB tersebut tahun 2001 tentang Pelestarian benda Cagar Budaya Bawah Air.
"Melalui seminar ini, kita akan mengerti apa untung ruginya jika kita meratifikasi konvensi UNESCO tersebut,"ujar Irmawati.
Konvensi UNESCO melarang eksploitasi komersial terhadap situs-situs bawah air. Sebab, warisan budaya bawah air bukan harta karun melainkan warisan budaya untuk kemanusiaan .
Rambu-rambu atau aturan yang jelas mengenai penanganan benda peninggalan purbakala bawah air ini, menurut Irmawati, sangat diperlukan.
"Kita tidak ingin nantinya orang bebas mengambil benda-benda peninggalan purbakala di laut dan merusak kelestarian situs-situs arkeologi bawah air," katanya.
Teguh Handoko
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010