Bandung, 18/4 (ANTARA) - Sejumlah warga Bandung yang juga pengguna kereta api Bandung- Jakarta menganggap nasib KA Parahyangan tragis setelah PTKA 'memvonis' untuk menghentikan operasional KA yang telah mengabdi selama 39 tahun itu.

"Sangat disayangkan KA Parahyangan yang merupakan ikon Jawa Barat akhirnya dihapus. Apa tidak lebih baik bila nama Parahyangan itu dipertahankan karena merupakan kebanggan daerah ini (Jabar)," kata Matdon, seorang seniman muda Bandung, Minggu (18/4) terkait penghentian KA Parahyangan itu.

Direksi PT Kereta Api (PTKA) Indonesia telah mengeluarkan keputusan untuk menghentikan KA Parahyangan terhitung tanggal 27 April 2010 mendatang.

PT KA sendiri mengoperasikan KA Malabar jurusan Bandung - Malang, rangkaian KA itu notabene bekas KA Parahyangan.

"KA Parahyangan merupakan KA legendaris, yang sudah lama mengabdi. Kalau bisa nama Parahyangan-nya tetap ada kalau masih 'nyambung' KA Argo Gede jadi Argo Parahyangan gimana tuh," kata Matdon, penyair yang sudah membukukan empat buku kumpulan puisi itu.

Menurut Matdon, kereta api termasuk KA Parahyangan tidak bisa dilepaskan dari seorang perjalanan seniman. KA bisa menjadi tempat mencari atau mendapatkan aspirasi untuk menuangkannya dalam sebuah puisi.

Bahkan tidak segan-segan penyair membuat judul puisinya dengan nama kereta api itu atau menyebutkan gerong berikut nomornya.

"Penyair bisa membuat judul seperti 'Kereta Dua Parahyangan' atau yang lainnya. Saya yakin banyak orang yang menyayangkan nana Parahyangan itu dihilangkan," kata Matdon.

Hal sama diungkapkan oleh Wawan Herdiana (45), warga Bandung pengguna KA Parahyangan itu terkejut dengan penghapusan enam jadwal perjalanan KA Parahyangan mulai 27 April 2010 mendatang.

Padahal sebelumnya ia mengira justeru KA Argo Gede yang baru beberapa tahun dioperasikan yang akan 'dilikuidasi' oleh PTKA. Pasalnya nama KA Parahyangan merupakan legenda bahkan ikon bagi jalur Bandung - Jakarta.

"Saya tidak mengerti kok KA Parahyangan yang dihapuskan, memang cuma sebuah nama, tapi itu sangat legendaris di jalur itu. Semuanya memang wewenang PTKA namun konsumenpun boleh memberikan masukan," katanya.

Bila alasan karena KA Parahyangan terdapat kereta bisnis yang kurang memberikan pemasukan kepada PTKA, sehingga memutuskan mengoperasikan PTKA yang semuanya kereta eksekutif, menurut Wawan tak bisa sesederhana itu.

"KA Parahyangan punya nilai lebih, sebuah kebanggaan dan juga bukankan branding yang sudah dibangun selama 39 tahun," katanya.

Hal senada juga diungkapkan beberapa pengguna kereta api Bandung - Jakarta lainnya. Bahkan beberapa penumpang meminta PTKA tetap mempertahankan KA Parahyangan di sela-sela pengoperasikan KA Argo Gede.

Sebagian penumpang lainnya tidak terlalu dipusingkan penghapusan KA Parahyangan itu. Meski demikian mereka mengaku sudah sangat familiar dengan KA Parahyangan.

"Bila PTKA tak berniat mempertahankan tak apalah, yang penting pelayanan lebih ditingkatkan. Mereka bisa lebih konsentrasi lagi mengoperasikan KA lainnya. Kalau bisa sih KA Parahyangan tetap 'hidup'," kata Ny Dewi Susanti, salah seorang karyawan BUMN terkemuka di Jakarta.

Dewi mengaku lebih banyak menggunakan KA Argo Gede, namun sesekali menggunakan KA Parahyangan. Ia mengaku tidak pilih-pilih KA yang ditumpanginya, yang jelas selalu pesan KA yang cepat berangkat.

Sementara itu Kepala PTKA Daop II Bandung, Slamet Suseno menyatakan penghapusan KA Parahyangan tersebut dilakukan setelah berbagai upaya untuk meningkatkan okupansi KA Parahyangan tak berhasil.

"KA Parahyangan merugi Rp36 miliar per tahun, upaya mempertahankannya sudah dilakukan dengan meningkatkan okupansi namun tidak berhasil. Okupansi KA Parahyangan selama ini di bawah 50 persen dan itu sangat berat," kata Slamet Suseno terkait alasan penghentikan KA Parahyangan mulai 27 April 2010.



(U.S033/B/Y003/Y003) 18-04-2010 17:41:26

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010