Soreang, 25/12 (ANTARA) - Kabupaten Bandung memproduksi sampah 926 ton perhari dan belum semua bisa diangkut ke tempat pembuangan akhir, ujar mantan ketua DPRD Kabupaten Bandung periode 2004-2009, M Ikhsan, di Bandung.
"Untuk setiap harinya, Pemerintah Kabupaten Bandung hanya bisa mengangkut 200 ton," ujarnya, Jumat.
Menurutnya, sisa sampah yang belum terangkut setiap harinya masih berada di lingkungan rumah tangga. Sampah tersebut termasuk sampah yang belum dikelola, sehingga banyak tumpukan sampah yang berada di sembarang tempat.
"Dalam hal ini, harus dilakukan pemilahan sampah terlebih dahulu, sehingga sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, sedangkan sampah non organik dapat dimanfaatkan oleh pemulung," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, tokoh masyarakat Nagreg, Iri Suhaeri mengatakan, Sebaiknya pemerintah meyadarkan masyarakat terlebih dahulu terhadap kebersihan lingkungan, sebab hal tersebut belum mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.
"Contohnya saja banyak warga membuang sampah ke sungai yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan banjir. Ini tandanya bahwa kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan belum tertanam betul," katanya.
Dia menjelaskan, untuk menanggulangi masalah sampah ini, seharusnya pemerintah dapat memberdayakan masyarakat di tingkat bawah seperti, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna untuk melakukan pengelolaan sampah.
Menurutnya, di samping tidak membutuhkan biaya yang banyak, hal tersebut pun dapat menyediakan lapangan pekerjaan.
"Walaupun TPPAS Legok Nangka akan dibangun dengan teknologi yang canggih, namun, jika masyarakat belum sadar akan kebersihan lingkungan tetap akan menimbulkan banyak permasalahan. Apalagi TPPAS ini bukan sekedar tempat pembuangan biasa, tapi sekaligus tempat pemrosesan serta pengolahaan akhir sampah," katanya.
Dikatakannya, saat ini pemerintah terus melakukan sosialisai tentang rencana pembangunan TPPAS tersebut, padahal masyarakat belum memahami payung hukum jika terjadinya bencana yang diakibatkan oleh TPPAS.
"Sampai saat ini pemeritah belum mempunyai undang-undang yang jelas dan tidak memberikan payung hukum atau jaminan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan kepada Masyarakat Nagreg, apabila TPPAS tersebut tidak berjalan ," ujarnya.
Daripada pemerintah menghabiskan biaya hanya untuk sosialisasi TPPAS, lanjut dia, biayanya lebih baik dimanfaatkan untuk pemberdayaan kepada masyarakat dalam menangani sampah di tingkat paling rendah atau ruang lingkup rumah tangga.
"Disini nantinya mereka dapat memberdayakan sampah dari tingkat yang terkecil, misalnya sampah yang dapat dimanfaatkan untuk dijual," tuturnya.
Jaka Permana
(T.PSO-058/B/Y003/Y003) 25-12-2009 16:48:52
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009
"Untuk setiap harinya, Pemerintah Kabupaten Bandung hanya bisa mengangkut 200 ton," ujarnya, Jumat.
Menurutnya, sisa sampah yang belum terangkut setiap harinya masih berada di lingkungan rumah tangga. Sampah tersebut termasuk sampah yang belum dikelola, sehingga banyak tumpukan sampah yang berada di sembarang tempat.
"Dalam hal ini, harus dilakukan pemilahan sampah terlebih dahulu, sehingga sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, sedangkan sampah non organik dapat dimanfaatkan oleh pemulung," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, tokoh masyarakat Nagreg, Iri Suhaeri mengatakan, Sebaiknya pemerintah meyadarkan masyarakat terlebih dahulu terhadap kebersihan lingkungan, sebab hal tersebut belum mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.
"Contohnya saja banyak warga membuang sampah ke sungai yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan banjir. Ini tandanya bahwa kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan belum tertanam betul," katanya.
Dia menjelaskan, untuk menanggulangi masalah sampah ini, seharusnya pemerintah dapat memberdayakan masyarakat di tingkat bawah seperti, ibu-ibu PKK dan Karang Taruna untuk melakukan pengelolaan sampah.
Menurutnya, di samping tidak membutuhkan biaya yang banyak, hal tersebut pun dapat menyediakan lapangan pekerjaan.
"Walaupun TPPAS Legok Nangka akan dibangun dengan teknologi yang canggih, namun, jika masyarakat belum sadar akan kebersihan lingkungan tetap akan menimbulkan banyak permasalahan. Apalagi TPPAS ini bukan sekedar tempat pembuangan biasa, tapi sekaligus tempat pemrosesan serta pengolahaan akhir sampah," katanya.
Dikatakannya, saat ini pemerintah terus melakukan sosialisai tentang rencana pembangunan TPPAS tersebut, padahal masyarakat belum memahami payung hukum jika terjadinya bencana yang diakibatkan oleh TPPAS.
"Sampai saat ini pemeritah belum mempunyai undang-undang yang jelas dan tidak memberikan payung hukum atau jaminan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan kepada Masyarakat Nagreg, apabila TPPAS tersebut tidak berjalan ," ujarnya.
Daripada pemerintah menghabiskan biaya hanya untuk sosialisasi TPPAS, lanjut dia, biayanya lebih baik dimanfaatkan untuk pemberdayaan kepada masyarakat dalam menangani sampah di tingkat paling rendah atau ruang lingkup rumah tangga.
"Disini nantinya mereka dapat memberdayakan sampah dari tingkat yang terkecil, misalnya sampah yang dapat dimanfaatkan untuk dijual," tuturnya.
Jaka Permana
(T.PSO-058/B/Y003/Y003) 25-12-2009 16:48:52
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009