Pemerintah Kota Bogor melakukan program pencegahan dan penanganan secara langsung maupun tidak langsung untuk menurunkan angka balita stunting di Kota Bogor kepada keluarga sasaran, di antaranya melalui puskesmas dan posyandu.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, di Kota Bogor, Kamis, mengatakan program pencegahan dan penanganan tersebut antara lain, pemeriksaan balita secara rutin di semua puskesmas dan posyandu di Kota Bogor.
Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis pada anak balita yang ditandai dengan tubuh pendek, sehingga pertumbuhan tubuh dan otak terhambat.
Menurut Dedie A Rachim, di puskesmas ada pelayanan klinik ibu dan anak (KIA) serta pemeriksaan ibu hamil. Di puskesmas dan Posyandu juga ada pelayanan pemantauan pertumbuhan balita, di antaranya melalui penimbangan dan pengukuran serta pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS), pemerian vitamin A, sera pendidikan pemberian gizi ibu balita.
"Ada juga program PMTAS (pemberian makanan untuk anak sekolah), untuk meningkatkan gizi anak," katanya.
Pemerintah Kota Bogor, kata dia, juga memiliki program bantuan untuk rumah tidak layak huni yakni bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) dari Kementerian PUPR, serta bantuan pemberdayaan ekonomi rakyat misalnya bantuan modal untuk UMKM dan urban farming.
Menurut Dedie, balita stunting terjadi karena kondisi keluarga dan daya dukung lingkungan tidak memadai, sehingga bayi sejak masih dalam kandungan ibunya kurang mendapat asupan makanan bergizi.
Sementara itu, Ketua Posyandu RW 05 Kelurahan Bondongan Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, Eti menuturkan, di lingkungan rukun warganya ada sekitar 10 anak balita balita yang kondisi fisiknya kurus-kurus, tapi Eti enggan menyebutnya sebagai stunting.
Menurut dia, anak-anak balita tersebut mendapat pelayanan rutin pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu setiap bulan, serta diberikan bantuan makanan tambahan untuk meningkatkan asupan makanan bergizi.
Di tempat terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengatakan, penanganan balita stunting, kalau sudah ada programnya agar dioptimalkan. "Apalagi kalau sudah ada pagu anggarannya, agar digunakan dengan tepat sasaran," katanya.
Persoalan balita stunting dan yang pertumbuhannya terhambat, harus segera diatasi. "Jangan sampai balita stunting ini nantinya menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak," katanya.
Sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dan Pemerintah Kota Bogor telah melakukan nota kesepahaman, pada Februari 2020, untuk menjadi Kota Bogor sebagai "pilot project" pengembangan laboratorium lapangan untuk percepatan penurunan balita stunting.
Kepala Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, pada saat itu, Siswanto, mengatakan, Balitbang Kesehatan sudah melakukan kegiatan studi observasi tumbuh kembang anak di Kecamatan Bogor Tengah, sejak dari kehamilan sampai balita.
Hasil dari studi observasi tersebut, menjadi modal untuk mengembangkan laboratorium lapangan ini. "Dari hasil studi, kami memperoleh data status gizi balita di Kota Bogor yakni 18,3 persen. Artinya dua dari 10 balita mengalami stunting. Angka ini lebih baik dari angka rata-rata nasional yakni tiga dari 10 balita mengalami stunting," kata Siswanto, di Kota Bogor, Sabtu (22/2/2020).
Baca juga: UI bantu berdayakan kader desa deteksi dini stunting di Bogor
Baca juga: Target intervensi atasi kekerdilan di 40 desa di Bogor
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, di Kota Bogor, Kamis, mengatakan program pencegahan dan penanganan tersebut antara lain, pemeriksaan balita secara rutin di semua puskesmas dan posyandu di Kota Bogor.
Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis pada anak balita yang ditandai dengan tubuh pendek, sehingga pertumbuhan tubuh dan otak terhambat.
Menurut Dedie A Rachim, di puskesmas ada pelayanan klinik ibu dan anak (KIA) serta pemeriksaan ibu hamil. Di puskesmas dan Posyandu juga ada pelayanan pemantauan pertumbuhan balita, di antaranya melalui penimbangan dan pengukuran serta pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS), pemerian vitamin A, sera pendidikan pemberian gizi ibu balita.
"Ada juga program PMTAS (pemberian makanan untuk anak sekolah), untuk meningkatkan gizi anak," katanya.
Pemerintah Kota Bogor, kata dia, juga memiliki program bantuan untuk rumah tidak layak huni yakni bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) dari Kementerian PUPR, serta bantuan pemberdayaan ekonomi rakyat misalnya bantuan modal untuk UMKM dan urban farming.
Menurut Dedie, balita stunting terjadi karena kondisi keluarga dan daya dukung lingkungan tidak memadai, sehingga bayi sejak masih dalam kandungan ibunya kurang mendapat asupan makanan bergizi.
Sementara itu, Ketua Posyandu RW 05 Kelurahan Bondongan Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, Eti menuturkan, di lingkungan rukun warganya ada sekitar 10 anak balita balita yang kondisi fisiknya kurus-kurus, tapi Eti enggan menyebutnya sebagai stunting.
Menurut dia, anak-anak balita tersebut mendapat pelayanan rutin pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu setiap bulan, serta diberikan bantuan makanan tambahan untuk meningkatkan asupan makanan bergizi.
Di tempat terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengatakan, penanganan balita stunting, kalau sudah ada programnya agar dioptimalkan. "Apalagi kalau sudah ada pagu anggarannya, agar digunakan dengan tepat sasaran," katanya.
Persoalan balita stunting dan yang pertumbuhannya terhambat, harus segera diatasi. "Jangan sampai balita stunting ini nantinya menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak," katanya.
Sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dan Pemerintah Kota Bogor telah melakukan nota kesepahaman, pada Februari 2020, untuk menjadi Kota Bogor sebagai "pilot project" pengembangan laboratorium lapangan untuk percepatan penurunan balita stunting.
Kepala Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, pada saat itu, Siswanto, mengatakan, Balitbang Kesehatan sudah melakukan kegiatan studi observasi tumbuh kembang anak di Kecamatan Bogor Tengah, sejak dari kehamilan sampai balita.
Hasil dari studi observasi tersebut, menjadi modal untuk mengembangkan laboratorium lapangan ini. "Dari hasil studi, kami memperoleh data status gizi balita di Kota Bogor yakni 18,3 persen. Artinya dua dari 10 balita mengalami stunting. Angka ini lebih baik dari angka rata-rata nasional yakni tiga dari 10 balita mengalami stunting," kata Siswanto, di Kota Bogor, Sabtu (22/2/2020).
Baca juga: UI bantu berdayakan kader desa deteksi dini stunting di Bogor
Baca juga: Target intervensi atasi kekerdilan di 40 desa di Bogor
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020