Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) membantu memberdayakan para kader dan perangkat desa di Kabupaten Bogor dalam deteksi dini dan pencegahan stunting, masalah gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga tubuhnya lebih pendek ketimbang anak seusianya.

Tim FKM UI yang diketuai oleh Dr. dra. Evi Martha, M.Kes, bekerja sama dengan aparat Kecamatan Babakan Madang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menjalankan program “Pemberdayaan Kader dan Perangkat Desa dalam Deteksi Dini dan Pencegahan Stunting” di empat desa di wilayah Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

"Keterlibatan warga dalam upaya pengenalan stunting di lingkungannya dapat menjadi pintu masuk untuk mensosialisasikan upaya pencegahan stunting yang lebih komprehensif sejak masa pra konsepsi sampai 1.000 hari pertama kehidupan (1000 HPK)," kata Evi dalam keterangan tertulisnya, Minggu.

Evi berharap model atau pendekatan ini ke depan dapat diterapkan lebih luas ke desa-desa lainnya, sehingga warga lebih banyak tahu mengenai stunting serta mampu mendeteksi, mencegah, dan mengatasinya.

Ia mengatakan, stunting seringkali tidak dianggap sebagai masalah yang serius, padahal kondisi itu terjadi akibat keadaan kurang gizi yang terakumulasi dalam jangka waktu lama dan berpotensi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Masalah gizi itu menyebabkan peningkatan risiko kesakitan dan kematian, penurunan kapasitas fisik, gangguan pertumbuhan fisik, serta gangguan perkembangan mental anak.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan, di Kabupaten Bogor pada tahun 2018 prevalensi anak balita stunting-nya 38,1 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kasus stunting di wilayah lain di Jawa Barat seperti Depok, yang prevalensi balita stunting-nya 25,7 persen.

"Stunting merupakan masalah bersama antara pemerintah dan masyarakat luas. Oleh sebab itu, kami mengandeng lintas sektor dan meminta dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, di antaranya kader kesehatan dan perangkat desa yang keberadaannya masih lekat dengan budaya dan kebiasaan masyarakat," kata Evi.

"Para kader dapat masuk ke tengah masyarakat, mulai dari interaksi dengan ibu hamil, ibu, bayi, dan balita maupun keluarga di sekeliling ibu dan anak. Diharapkan dengan upaya melibatkan kader dan perangkat desa dapat mendeteksi dini stunting pada balita serta mampu menjangkau masyarakat secara lebih luas," ia melanjutkan.

Baca juga: Wapres targetkan angka kekerdilan anak turun hingga tujuh persen

Baca juga: Tiga aplikasi pendukung penanganan stunting yang diluncurkan pemerintah

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019