Pengusaha kawasan industri di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat diminta mengakomodasi anggaran penanganan COVID-19 untuk mencegah karyawan terpapar virus sekaligus membantu pemerintah daerah dalam upaya memutus rantai penyebaran virus corona di sektor kawasan industri.
"Jangan itung-itungan dan jangan pelit soal kesehatan karyawan karena kalau sampai makin banyak yang terpapar virus maka kerugian yang dialami perusahaan akan semakin besar lagi," kata Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resource Indonesia Yosminaldi melalui keterangan resminya di Cikarang, Selasa.
Dia menilai penerapan protokol kesehatan secara ketat sejak dini di seluruh perusahaan yang berada di dalam kawasan industri lebih efektif serta efisien dari segi anggaran dibanding pasrah dan harus menerima risiko karyawan terpapar COVID-19.
Yosminaldi meminta perusahaan tidak perhitungan untuk mengeluarkan anggaran protokol kesehatan ketat bagi para karyawan sebelum penyebaran COVID-19 semakin meluas lagi.
"Mumpung masih sedikit yang terkena COVID-19 diimbau kepada perusahaan-perusahaan di kawasan industri untuk segera memprioritaskan anggaran tersebut," ucapnya.
Anggaran itu dapat dialokasikan untuk pengadaan cairan disinfektan yang disemprotkan secara rutin kepada karyawan yang keluar-masuk area perusahaan, pengadaan sabun cuci tangan dan penyanitasi tangan di sejumlah titik strategis, serta pembelian masker secara berkala.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah pelaksanaan tes cepat dan tes usap kepada seluruh karyawan secara berkala untuk memastikan kondisi kesehatan karyawan sekaligus mendeteksi penyebaran COVID-19 agar tidak menyebar luas.
"Rapid Test dan Swab Test PCR rutin juga penting untuk memutus rantai penyebaran virus. Biaya yang dikeluarkan untuk tes tersebut belum seberapa jika dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkan jika ada karyawan yang terpapar corona," ungkapnya.
Mantan Ketua Forum HR EJIP itu mengaku masih ada perusahaan yang hingga kini belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat meski enggan menyebutkan perusahaan-perusahaan yang dimaksud.
Hal itu disebabkan perusahaan masih menganggap biaya penerapan protokol kesehatan cukup tinggi ditambah kondisi pandemi saat ini juga mempengaruhi keuangan perusahaan sehingga mereka masih hitung-hitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkan protokol tersebut.
"Munculnya klaster kawasan industri saya rasa bukan karena pengawasannya lemah tetapi masih ada beberapa perusahaan yang belum melaksanakan protokol kesehatan secara ketat, konsisten, dan konsekuen. Di samping itu perlu sosialisasi lebih dalam, jelas, dan yang paling penting itu kedisiplinan setiap karyawan dalam mematuhi protokol kesehatan di perusahaannya masing-masing," kata Yos.
Baca juga: Ketua KPK: Ada modus anggaran COVID-19 diselewengkan untuk pilkada
Baca juga: Biaya tidak terduga penanggulangan COVID-19 Jabar hanya sampai Juli
Baca juga: Pemangkasan anggaran COVID-19 bisa dilanjut hingga tahun depan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Jangan itung-itungan dan jangan pelit soal kesehatan karyawan karena kalau sampai makin banyak yang terpapar virus maka kerugian yang dialami perusahaan akan semakin besar lagi," kata Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resource Indonesia Yosminaldi melalui keterangan resminya di Cikarang, Selasa.
Dia menilai penerapan protokol kesehatan secara ketat sejak dini di seluruh perusahaan yang berada di dalam kawasan industri lebih efektif serta efisien dari segi anggaran dibanding pasrah dan harus menerima risiko karyawan terpapar COVID-19.
Yosminaldi meminta perusahaan tidak perhitungan untuk mengeluarkan anggaran protokol kesehatan ketat bagi para karyawan sebelum penyebaran COVID-19 semakin meluas lagi.
"Mumpung masih sedikit yang terkena COVID-19 diimbau kepada perusahaan-perusahaan di kawasan industri untuk segera memprioritaskan anggaran tersebut," ucapnya.
Anggaran itu dapat dialokasikan untuk pengadaan cairan disinfektan yang disemprotkan secara rutin kepada karyawan yang keluar-masuk area perusahaan, pengadaan sabun cuci tangan dan penyanitasi tangan di sejumlah titik strategis, serta pembelian masker secara berkala.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah pelaksanaan tes cepat dan tes usap kepada seluruh karyawan secara berkala untuk memastikan kondisi kesehatan karyawan sekaligus mendeteksi penyebaran COVID-19 agar tidak menyebar luas.
"Rapid Test dan Swab Test PCR rutin juga penting untuk memutus rantai penyebaran virus. Biaya yang dikeluarkan untuk tes tersebut belum seberapa jika dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkan jika ada karyawan yang terpapar corona," ungkapnya.
Mantan Ketua Forum HR EJIP itu mengaku masih ada perusahaan yang hingga kini belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat meski enggan menyebutkan perusahaan-perusahaan yang dimaksud.
Hal itu disebabkan perusahaan masih menganggap biaya penerapan protokol kesehatan cukup tinggi ditambah kondisi pandemi saat ini juga mempengaruhi keuangan perusahaan sehingga mereka masih hitung-hitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkan protokol tersebut.
"Munculnya klaster kawasan industri saya rasa bukan karena pengawasannya lemah tetapi masih ada beberapa perusahaan yang belum melaksanakan protokol kesehatan secara ketat, konsisten, dan konsekuen. Di samping itu perlu sosialisasi lebih dalam, jelas, dan yang paling penting itu kedisiplinan setiap karyawan dalam mematuhi protokol kesehatan di perusahaannya masing-masing," kata Yos.
Baca juga: Ketua KPK: Ada modus anggaran COVID-19 diselewengkan untuk pilkada
Baca juga: Biaya tidak terduga penanggulangan COVID-19 Jabar hanya sampai Juli
Baca juga: Pemangkasan anggaran COVID-19 bisa dilanjut hingga tahun depan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020