Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerapkan mekanisme Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) untuk mencegah dan menekan angka kasus penyakit Deman Berdarah Dengue atau DBD di tengah pandemi COVID-19.
"Karena saat ini, kita sedang menghadapi pandemi COVID-19 maka hal ini menjadi tantangan tersendiri sehingga pencegahannya (DBD) tidak bisa dilakukan dengan fogging karena masyarakat tinggal di rumah," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti, Senin.
Berli mengatakan pertimbangan pihaknya tidak melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah DBD saat pandemi COVID-19 karena dinilai kurang tepat, terlebih saat ini masyarakat diimbau untuk berdiam diri di rumah.
Pihaknya menjelaskan mekanisme SKDR dilakukan pada pelaporan kasus DBD di lapangan dan petugas kesehatan seperti bidan, mantri dan puskesmas pembantu melakukan pelaporan kepada petugas surveilans di puskesmas melalui layanan pesan singkat atau SMS.
Nantinya, kata Berli, petugas survei dari puskesmas akan mengirimkan data yang diterima ke kabupaten juga melalui SMS, kemudian data akan dientri dan dianalisis oleh kabupaten.
"Setelah itu dikirim melalui e-mail ke ke provinsi dan pusat dengan menggunakan perangkat lunak khusus yang dapat menghasilkan peringatan dini atau sinyal kewaspadaan menurut tempat, waktu dan jenis penyakitnya," katanya.
Jika dalam analisis muncul alert atau signal maka kabupaten segera lakukan respons verifikasi data, penyelidikan epidemiologi, konfirmasi laboratorium dan penanggulangan sesuai dengan situasi dan kondisi.
"Selain itu, respons juga dapat dilakukan secara bersama dengan puskesmas," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan upaya lain untuk menekan kasus DBD di Jabar ialah dengan peningkatan petugas pemantauan jentik berkala melalui Program 1R1J (1 Rumah 1 Jumantik).
Lalu dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan metode 3M yakni pertama menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
Kedua menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air dan memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang menularkan demam berdarah.
"Kami juga mengimbau untuk menaburkan bubuk larvasida lebih dikenal dengan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan," katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil Barat bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) harus tetap diwaspadai oleh semua pihak.
Orang nomor satu di Provinsi Jabar ini sudah mengingatkan kepada seluruh warga untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan juga menjalankan program hidup sehat dan bersih.
"Mudah-mudahan masyarakat lebih lebih peduli lagi menjaga kebersihan diri dan lingkungannya agar terhindar dari penyakit," kata dia.
Baca juga: Kasus DBD di Kota Bandung terbanyak se-Jabar
Baca juga: Dinkes: Jumlah penderita DBD di Provinsi Jabar capai 4.600
Baca juga: Dinas Kesehatan Jabar siapkan sejumlah upaya atasi DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Karena saat ini, kita sedang menghadapi pandemi COVID-19 maka hal ini menjadi tantangan tersendiri sehingga pencegahannya (DBD) tidak bisa dilakukan dengan fogging karena masyarakat tinggal di rumah," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Berli Hamdani Gelung Sakti, Senin.
Berli mengatakan pertimbangan pihaknya tidak melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah DBD saat pandemi COVID-19 karena dinilai kurang tepat, terlebih saat ini masyarakat diimbau untuk berdiam diri di rumah.
Pihaknya menjelaskan mekanisme SKDR dilakukan pada pelaporan kasus DBD di lapangan dan petugas kesehatan seperti bidan, mantri dan puskesmas pembantu melakukan pelaporan kepada petugas surveilans di puskesmas melalui layanan pesan singkat atau SMS.
Nantinya, kata Berli, petugas survei dari puskesmas akan mengirimkan data yang diterima ke kabupaten juga melalui SMS, kemudian data akan dientri dan dianalisis oleh kabupaten.
"Setelah itu dikirim melalui e-mail ke ke provinsi dan pusat dengan menggunakan perangkat lunak khusus yang dapat menghasilkan peringatan dini atau sinyal kewaspadaan menurut tempat, waktu dan jenis penyakitnya," katanya.
Jika dalam analisis muncul alert atau signal maka kabupaten segera lakukan respons verifikasi data, penyelidikan epidemiologi, konfirmasi laboratorium dan penanggulangan sesuai dengan situasi dan kondisi.
"Selain itu, respons juga dapat dilakukan secara bersama dengan puskesmas," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan upaya lain untuk menekan kasus DBD di Jabar ialah dengan peningkatan petugas pemantauan jentik berkala melalui Program 1R1J (1 Rumah 1 Jumantik).
Lalu dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan metode 3M yakni pertama menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
Kedua menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air dan memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang menularkan demam berdarah.
"Kami juga mengimbau untuk menaburkan bubuk larvasida lebih dikenal dengan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan," katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil Barat bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) harus tetap diwaspadai oleh semua pihak.
Orang nomor satu di Provinsi Jabar ini sudah mengingatkan kepada seluruh warga untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan juga menjalankan program hidup sehat dan bersih.
"Mudah-mudahan masyarakat lebih lebih peduli lagi menjaga kebersihan diri dan lingkungannya agar terhindar dari penyakit," kata dia.
Baca juga: Kasus DBD di Kota Bandung terbanyak se-Jabar
Baca juga: Dinkes: Jumlah penderita DBD di Provinsi Jabar capai 4.600
Baca juga: Dinas Kesehatan Jabar siapkan sejumlah upaya atasi DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020