Dua situ di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi fokus penanganan pencegahan banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) dengan melakukan revitalisasi untuk meningkatkan daya tampung air.
Kedua situ itu masing-masing Situ Cipalahar yang berada di dua kecamatan yakni Serang Baru dan Cibarusah serta Situ Burangkeng yang berlokasi di Kecamatan Setu.
"Ini merupakan bagian dari penanganan banjir Jabodetabekpunjur yang terintegrasi hingga 2024. Tahun ini rencananya revitalisasi Cipalahar dan Burangkeng yang menjadi kewenangan Kementerian PUPR melalui BBWS Ciliwung-Cisadane," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Nur Chaidir, Minggu.
Chaidir mengatakan ada 13 situ di Kabupaten Bekasi. Beberapa di antaranya masih berfungsi dengan baik sebagai penampung air namun tidak sedikit juga yang berubah fungsi sehingga membuat daya tampung airnya berkurang dan saat curah hujan tinggi air tersebut meluap hingga menggenangi permukiman warga.
"Kemudian memang karena sebagian besar situ di Kabupaten Bekasi mulai kurang tampungan airnya, maka dilakukan upaya untuk mengembalikan kondisinya agar dapat menampung air yang banyaknya seperti semula," ucapnya.
Menurut dia, menurunnya volume penampungan air di situ disebabkan sejumlah faktor di antaranya akibat sedimentasi sehingga situ menjadi dangkal. Penyebab lainnya adalah aktivitas di sekitar yang membuat luas situ menyempit.
"Ada aktivitas di kanan kiri situ tersebut, misalkan ditanami oleh warga sekitar sehingga luas situ mengecil yang jadinya daya tampung air menurun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Bekasi namun juga daerah lain di wilayah Jabodetabekpunjur," katanya.
Chaidir menyebut menyusutnya luas dan fungsi situ juga dikarenakan tidak didukung oleh sistem pendataan yang benar termasuk sertifikat lahan di sekitar area situ.
"Kementerian, baik PUPR dan ATR, belum punya data yang valid tentang seritifikat tanah di sekitar situ. Namun informasinya sekarang bertahap akan disertifikatkan melalui BBWS," kata dia. Sebelumnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan komitmennya untuk menangani persoalan situ di wilayah Jabodetabekpunjur.
Menurut dia ada ratusan situ di ibu kota dan sekitarnya yang berubah fungsi hingga menyebabkan debit air tidak tertampung dan berujung banjir.
"Ada berapa ratus situ yang hilang karena berubah fungsi menjadi permukiman, menjadi restoran, kemudian di Puncak juga yang seharusnya menjadi zona hijau menjadi permukiman," kata Basuki di Bekasi beberapa hari lalu.
Bersama Kementerian ATR/BPN Basuki mengaku akan menindak tegas mereka yang menyalahi aturan terutama berkaitan dengan tata ruang. "Kami akan tegakkan di situ dan di Puncak. Banjir di mana-mana itu awalnya dari pelanggaran tata ruang. Jadi walaupun kami membuat bendungan, kalau di hulunya tidak dibenahi pasti hanyut terus," kata dia.
Baca juga: Kabupaten Bekasi siagakan Mang Jaka untuk hadapi pandemi COVID-19
Baca juga: Pasien positif COVID-19 di Kabupaten Bekasi tinggal 10 orang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Kedua situ itu masing-masing Situ Cipalahar yang berada di dua kecamatan yakni Serang Baru dan Cibarusah serta Situ Burangkeng yang berlokasi di Kecamatan Setu.
"Ini merupakan bagian dari penanganan banjir Jabodetabekpunjur yang terintegrasi hingga 2024. Tahun ini rencananya revitalisasi Cipalahar dan Burangkeng yang menjadi kewenangan Kementerian PUPR melalui BBWS Ciliwung-Cisadane," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Nur Chaidir, Minggu.
Chaidir mengatakan ada 13 situ di Kabupaten Bekasi. Beberapa di antaranya masih berfungsi dengan baik sebagai penampung air namun tidak sedikit juga yang berubah fungsi sehingga membuat daya tampung airnya berkurang dan saat curah hujan tinggi air tersebut meluap hingga menggenangi permukiman warga.
"Kemudian memang karena sebagian besar situ di Kabupaten Bekasi mulai kurang tampungan airnya, maka dilakukan upaya untuk mengembalikan kondisinya agar dapat menampung air yang banyaknya seperti semula," ucapnya.
Menurut dia, menurunnya volume penampungan air di situ disebabkan sejumlah faktor di antaranya akibat sedimentasi sehingga situ menjadi dangkal. Penyebab lainnya adalah aktivitas di sekitar yang membuat luas situ menyempit.
"Ada aktivitas di kanan kiri situ tersebut, misalkan ditanami oleh warga sekitar sehingga luas situ mengecil yang jadinya daya tampung air menurun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Bekasi namun juga daerah lain di wilayah Jabodetabekpunjur," katanya.
Chaidir menyebut menyusutnya luas dan fungsi situ juga dikarenakan tidak didukung oleh sistem pendataan yang benar termasuk sertifikat lahan di sekitar area situ.
"Kementerian, baik PUPR dan ATR, belum punya data yang valid tentang seritifikat tanah di sekitar situ. Namun informasinya sekarang bertahap akan disertifikatkan melalui BBWS," kata dia. Sebelumnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan komitmennya untuk menangani persoalan situ di wilayah Jabodetabekpunjur.
Menurut dia ada ratusan situ di ibu kota dan sekitarnya yang berubah fungsi hingga menyebabkan debit air tidak tertampung dan berujung banjir.
"Ada berapa ratus situ yang hilang karena berubah fungsi menjadi permukiman, menjadi restoran, kemudian di Puncak juga yang seharusnya menjadi zona hijau menjadi permukiman," kata Basuki di Bekasi beberapa hari lalu.
Bersama Kementerian ATR/BPN Basuki mengaku akan menindak tegas mereka yang menyalahi aturan terutama berkaitan dengan tata ruang. "Kami akan tegakkan di situ dan di Puncak. Banjir di mana-mana itu awalnya dari pelanggaran tata ruang. Jadi walaupun kami membuat bendungan, kalau di hulunya tidak dibenahi pasti hanyut terus," kata dia.
Baca juga: Kabupaten Bekasi siagakan Mang Jaka untuk hadapi pandemi COVID-19
Baca juga: Pasien positif COVID-19 di Kabupaten Bekasi tinggal 10 orang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020