Ratusan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) rela tinggalkan keluarganya demi melaksanakan aksi kemanusiaan yakni memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di berbagai penjuru Indonesia.
Salah satunya relawan PMI Kabupaten Bogor Iip Setiawan, ikhlas meninggalkan keluarganya bahkan sudah sebulan lebih tidak pulang ke rumah karena ditugaskan lembaga kemanusiaan ini untuk membantu pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 bersama anggota TNI, Polri dan sejumlah petugas lainnya.
"Kangen keluarga sudah pasti, apalagi saat ini Ramadhan tentunya ada keinginan untuk buka puasa bersama keluarga di rumah. Tapi, tugas kemanusiaan ini lebih penting agar Indonesia bisa segera terbebas dari COVID-19," katanya, Jumat.
Adapun tugas yang diembannya mulai dari penyemprotan disinfeksi dengan mobil 'gunner' milik PMI serta penyaluran logistik ke sejumlah warga khususnya di DKI Jakarta. Selain itu, untuk antisipasi terkontaminasi virus ia harus tinggal di gudang seluas 10x24 meter persegi.
Baca juga: SIBAT PMI turut berperan dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19
Menurut dia, apa yang dilakukannya itu tentunya untuk Indonesia, karena perjuangan tidak bisa dilakukan sendiri sama halnya penanggulangan COVID-19 ini harus bersama-sama dan tidak saling mengandalkan apalagi sampai menyalahkan.
Pernah terbesit untuk pulang dari Jakarta ke kampung halamannya di Kabupaten Bogor, namun setelah dipikir ulang secara otomatis ia menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari dan khawatir ia pulang membawa virus metikan tersebut dan menular ke orang lain.
Tentunya ini pun menjadi pertimbangan dirinya untuk tetap berjuang bersama relawan lainnya, serta pemerintah, TNI dan Polri agar COVID-19 segera berakhir dan masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Selama bertugas, setiap hari ia menyediakan dan menyalurkan cairan disinfektan ke puluhan tangki mobil penyemprot (gunner). Iip yang setiap bertugas wajib menggunakan alat pelindung diri lengkap bersama puluhan relawan lainnya di tim depot, juga berhadapan dengan bahan kimia seperti cairan klorin hingga karbol tak jarang membuat nafasnya sesak.
Baca juga: PMI distribusikan 40 ribu paket sembako kepada warga terdampak COVID-19
"Pernah sakit seperti gatal-gatal dan ada teman yang sesak nafas serta batuk. Jika kondisi badan kurang sehat maka saya minta bantuan rekan yang kondisinya prima," tambahnya.
Sama halnya dengan Adri anggota Tim Gunner PMI, setiap haria ia menghabiskan waktunya untuk berkeliling Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodertabek) menyemprotkan cairan disinfektan di jalan protokol.
Rasa kangen terhadap anak, istri dan orang tua tentunya sangat besar, bahkan bukan tidak mungkin ia bisa saja terpapar virus mematikan rersebut. Tapi rasa kangen dan kekhawatirannya itu hilang cepat saat bertugas bersama temannya sesama relawan dan apa yang dilakukannya itu merupakan panggilan jiwa.
"Kesal tentunya ada kepada warga yang ngeyel, bandel dan tidak mengindahkan anjuran dari pemerintah, karena kerja kami tidak akan berarti jika masyarakat tidak mengindahkan berbagai imbauan dan aturan dalam upaya pencegahan serta memutus mata rantai penyebaran COVID-19," katanya.
Menurut dia, agar penyebaran virus ini berhenti kuncinya ada di masyarakat seperti tidak mudik, karena virus tidak akan berpindah, tapi yang memindahkannya adalah manusia. Kemudian menggunakan masker, selalu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengkonsumsi makanan bergizi dan bervitamin, tidak mendekati keramaian, jaga jarak, tetap di rumah dan keluar kalau ada yang benar-benar penting dan mematuhi anjuran pemerintah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Salah satunya relawan PMI Kabupaten Bogor Iip Setiawan, ikhlas meninggalkan keluarganya bahkan sudah sebulan lebih tidak pulang ke rumah karena ditugaskan lembaga kemanusiaan ini untuk membantu pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 bersama anggota TNI, Polri dan sejumlah petugas lainnya.
"Kangen keluarga sudah pasti, apalagi saat ini Ramadhan tentunya ada keinginan untuk buka puasa bersama keluarga di rumah. Tapi, tugas kemanusiaan ini lebih penting agar Indonesia bisa segera terbebas dari COVID-19," katanya, Jumat.
Adapun tugas yang diembannya mulai dari penyemprotan disinfeksi dengan mobil 'gunner' milik PMI serta penyaluran logistik ke sejumlah warga khususnya di DKI Jakarta. Selain itu, untuk antisipasi terkontaminasi virus ia harus tinggal di gudang seluas 10x24 meter persegi.
Baca juga: SIBAT PMI turut berperan dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19
Menurut dia, apa yang dilakukannya itu tentunya untuk Indonesia, karena perjuangan tidak bisa dilakukan sendiri sama halnya penanggulangan COVID-19 ini harus bersama-sama dan tidak saling mengandalkan apalagi sampai menyalahkan.
Pernah terbesit untuk pulang dari Jakarta ke kampung halamannya di Kabupaten Bogor, namun setelah dipikir ulang secara otomatis ia menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari dan khawatir ia pulang membawa virus metikan tersebut dan menular ke orang lain.
Tentunya ini pun menjadi pertimbangan dirinya untuk tetap berjuang bersama relawan lainnya, serta pemerintah, TNI dan Polri agar COVID-19 segera berakhir dan masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Selama bertugas, setiap hari ia menyediakan dan menyalurkan cairan disinfektan ke puluhan tangki mobil penyemprot (gunner). Iip yang setiap bertugas wajib menggunakan alat pelindung diri lengkap bersama puluhan relawan lainnya di tim depot, juga berhadapan dengan bahan kimia seperti cairan klorin hingga karbol tak jarang membuat nafasnya sesak.
Baca juga: PMI distribusikan 40 ribu paket sembako kepada warga terdampak COVID-19
"Pernah sakit seperti gatal-gatal dan ada teman yang sesak nafas serta batuk. Jika kondisi badan kurang sehat maka saya minta bantuan rekan yang kondisinya prima," tambahnya.
Sama halnya dengan Adri anggota Tim Gunner PMI, setiap haria ia menghabiskan waktunya untuk berkeliling Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodertabek) menyemprotkan cairan disinfektan di jalan protokol.
Rasa kangen terhadap anak, istri dan orang tua tentunya sangat besar, bahkan bukan tidak mungkin ia bisa saja terpapar virus mematikan rersebut. Tapi rasa kangen dan kekhawatirannya itu hilang cepat saat bertugas bersama temannya sesama relawan dan apa yang dilakukannya itu merupakan panggilan jiwa.
"Kesal tentunya ada kepada warga yang ngeyel, bandel dan tidak mengindahkan anjuran dari pemerintah, karena kerja kami tidak akan berarti jika masyarakat tidak mengindahkan berbagai imbauan dan aturan dalam upaya pencegahan serta memutus mata rantai penyebaran COVID-19," katanya.
Menurut dia, agar penyebaran virus ini berhenti kuncinya ada di masyarakat seperti tidak mudik, karena virus tidak akan berpindah, tapi yang memindahkannya adalah manusia. Kemudian menggunakan masker, selalu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengkonsumsi makanan bergizi dan bervitamin, tidak mendekati keramaian, jaga jarak, tetap di rumah dan keluar kalau ada yang benar-benar penting dan mematuhi anjuran pemerintah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020