Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum menerima audiensi Aliansi Buruh Jawa Barat di Ruang Rapat Malabar Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis, membahas Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020.

Kepada perwakilan buruh dari berbagai serikat se-Jabar itu, Uu menegaskan bahwa bupati/wali kota 27 daerah di provinsi ini sudah mengajukan rekomendasi penetapan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020 kepada Gubernur Ridwan Kamil.

"Apa yang disampaikan buruh, harapan dan keinginan, kami (Pemprov Jabar) memahami itu. Kebutuhan hidup memang tidak bisa dihindari. Maka ada beberapa elemen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terus kami formulasikan," kata Uu.

Sementara itu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 yang berlaku mulai 1 Januari mendatang sebesar Rp1.810.351,36 melalui SK Gubernur Nomor 561/Kep.1046-Yanbangsos/2018 tentang UMP Jabar 2020.

UMP Jabar 2020 naik 8,51 persen dari tahun sebelumnya. Persentase kenaikan UMP tersebut sudah sesuai dengan arahan pemerintah pusat.

UMP ini pun menjadi dasar bagi kabupaten/kota untuk menentukan UMK-nya pada 2020. Uu menambahkan, UMK di tingkat kabupaten/kota harus lebih tinggi dari UMP tersebut.

"Sebelum membuat keputusan, selalu kami lakukan komunikasi dan koordinasi. Pemda Provinsi Jawa Barat akan berusaha memberikan keadilan," ucap Uu.

Adapun mengacu kepada rekomendasi dari formulasi melalui surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, UMK terbesar di Jabar berlaku di Kabupaten Karawang yakni Rp4.594.325.

Sementara rekomendasi angka terkecil yakni Rp1.831.885 diberikan untuk Kota Banjar. Sehingga rata-ratanya, UMK di kabupaten/kota Jabar berkisar Rp2.963.497.

"Segala kebijakan pemerintah ini selalu berstandar pada keberpihakan kepada masyarakat," ujar Uu.


Buruh kecewa

Sementara itu hingga Kamis malam, ratusan buruh dari berbagai organisasi masih bertahan menggelar aksi di depan Gedung Sate.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto mengatakan buruh sebenarnya sudah beraudensi dengan Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum namun, hasil pertemuan tersebut masih mengecewakan buruh.

"Kami kecewa karena masih ada format keputusan yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Katanya, penetapan UMK akan berbentuk surat edaran bukan Surat Keputusan," ujar Roy.

Menurut dia kalau surat edaran maka tak akan mengikat secara hukum dan hal itu yang membuat buruh kecewa dengan surat edaran.

Oleh karena itu, percuma saja kalau UMK ditetapkan dengan surat edaran maka artinya sama saja seperti ditetapkan gubernur.

"Kami ini yang bertahan menggelar aksi di Gedung Sate sekitar 500 orang akan bertahan sampai kami melihat bentuk penetapan UMK oleh gubernur apa. Kalau surat edaran ini jadi persoalan," katanya.

Pihaknya mengaku bingung dengan kebijakan yang dibuat Gubenur Jabar karena berbeda dengan provinsi yang lain.

Misalnya, Provinsi Jatim dan Jateng bentuknya semua surat keputsuan. Sementara DKI Jakarta, bentuknya Peraturan Gurbernur.

"Kalau bentuknya surat edaran itu seperti tak mentapkan UMK. Kami ga ngerti Gubernur Jabar ini. Pokoknya, kami masih bertahan sampai melihat bentuk fisiknya," kata dia.

Baca juga: Anak buruh jadi wisudawan terbaik di IPB

Baca juga: Dedi Mulyadi minta Mentan lebih perhatikan nasib buruh tani


 

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019