Psikolog Zoya Amirin menyebutkan pendidikan seksual penting diajarkan sejak dini agar anak tidak tumbuh dengan penyimpangan seksual, bahkan sejak dini anak sebaiknya sudah dikenalkan dengan organ intim dan fungsinya.
"Ajarkan anak tentang pendidikan seksual sedari awal. Organ intim harus disebut sesuai namanya, bukan disebut dengan sebutan yang aneh-aneh misal penis jadi burung atau payudara jadi tete," kata Zoya Amirin saat dihubungi ANTARA, Selasa.
Hal itu dimaksudkan agar anak tidak menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang aneh, menakutkan atau bahkan tabu sehingga mesti ditutup-tutupi dengan penyebutan lain.
"Ketika anak tidak menganggap seksualitas sebagai hal yang aneh maka dia akan nyaman dengan seksualitas dia dan tak akan bereksperimen sendiri dengan seksualitasnya," kata dia.
Selain itu, anak juga harus diajarkan fungsi dari organ seksualitas mereka dengan benar. Misalkan vagina dan penis fungsinya untuk buang air kecil maka harus dijaga kebersihannya.
"Sebaiknya orang tua bisa menjelaskan semua itu dengan santai sehingga anak mendapatkan pelajaran soal seksual pertama kali dari orang tua, bukan dari lingkungan, baru dari situ orang tua bisa memasukkan nilai-nilai agama dan budaya," katanya.
Sementara itu, psikolog anak dan keluarga Roslina Verauli, M.Psi, Psi mengatakan anak juga hendaknya diberi keleluasaan untuk memahami dan menghayati seksualitasnya.
"Ketika anak misalnya suka pegang alat kelaminnya di usia 1 atau 2 tahun berikan pemahaman bahwa iya dia punya penis sama dengan papa atau vagina sama dengan mama, lalu berikan contoh model yang tepat bahwa kalau laki-laki menampilkan maskulintas dengan tepat kalau perempuan menampilkan feminitas. Penghayatan gender itu dilakukan dengan cara mengamati, kalau contohnya benar maka penghayatannya tepat," kata psikolog dari Rumah Sakit Pondok Indah yang akrab disapa Vera itu.
Penyimpangan perilaku seksual yang secara medis disebut paraphilia adalah kondisi di mana kepuasaan seksual didapat dengan melibatkan objek seksual yang tidak biasa.
"Penyimpangan seksual punya objek seksualitas yang tidak normal dibanding kebanyakan orang. Normalnya orang memiliki objek seksualitas lawan jenis yang memang secara umum mendatangkan hasrat seksual, nah pada orang tertentu hal itu bisa menyimpang, bisa saja objek seksualitasnya adalah orang asing di keramaian, bisa anak kecil, bisa pakaian lawan jenis yang bukan milik pasangan," kata Vera.
Baca juga: ODHA Cianjur bertambah didominasi pelaku seks menyimpang
Baca juga: Pengidap HIV di Bekasi capai 109 orang, mayoritas akibat seks bebas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Ajarkan anak tentang pendidikan seksual sedari awal. Organ intim harus disebut sesuai namanya, bukan disebut dengan sebutan yang aneh-aneh misal penis jadi burung atau payudara jadi tete," kata Zoya Amirin saat dihubungi ANTARA, Selasa.
Hal itu dimaksudkan agar anak tidak menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang aneh, menakutkan atau bahkan tabu sehingga mesti ditutup-tutupi dengan penyebutan lain.
"Ketika anak tidak menganggap seksualitas sebagai hal yang aneh maka dia akan nyaman dengan seksualitas dia dan tak akan bereksperimen sendiri dengan seksualitasnya," kata dia.
Selain itu, anak juga harus diajarkan fungsi dari organ seksualitas mereka dengan benar. Misalkan vagina dan penis fungsinya untuk buang air kecil maka harus dijaga kebersihannya.
"Sebaiknya orang tua bisa menjelaskan semua itu dengan santai sehingga anak mendapatkan pelajaran soal seksual pertama kali dari orang tua, bukan dari lingkungan, baru dari situ orang tua bisa memasukkan nilai-nilai agama dan budaya," katanya.
Sementara itu, psikolog anak dan keluarga Roslina Verauli, M.Psi, Psi mengatakan anak juga hendaknya diberi keleluasaan untuk memahami dan menghayati seksualitasnya.
"Ketika anak misalnya suka pegang alat kelaminnya di usia 1 atau 2 tahun berikan pemahaman bahwa iya dia punya penis sama dengan papa atau vagina sama dengan mama, lalu berikan contoh model yang tepat bahwa kalau laki-laki menampilkan maskulintas dengan tepat kalau perempuan menampilkan feminitas. Penghayatan gender itu dilakukan dengan cara mengamati, kalau contohnya benar maka penghayatannya tepat," kata psikolog dari Rumah Sakit Pondok Indah yang akrab disapa Vera itu.
Penyimpangan perilaku seksual yang secara medis disebut paraphilia adalah kondisi di mana kepuasaan seksual didapat dengan melibatkan objek seksual yang tidak biasa.
"Penyimpangan seksual punya objek seksualitas yang tidak normal dibanding kebanyakan orang. Normalnya orang memiliki objek seksualitas lawan jenis yang memang secara umum mendatangkan hasrat seksual, nah pada orang tertentu hal itu bisa menyimpang, bisa saja objek seksualitasnya adalah orang asing di keramaian, bisa anak kecil, bisa pakaian lawan jenis yang bukan milik pasangan," kata Vera.
Baca juga: ODHA Cianjur bertambah didominasi pelaku seks menyimpang
Baca juga: Pengidap HIV di Bekasi capai 109 orang, mayoritas akibat seks bebas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019