Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengaku akan segera menyebarkan surat edaran penarikan produk obat bermerek dagang Ranitidin yang terkontaminasi N-Nitrosodimethylamine (NDMA) atau zat yang disebut dapat memicu kanker.
"Ya benar infonya seperti itu, BPOM telah mengeluarkan surat perintah untuk menarik ranitidin yang terkontaminasi NDMA," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Sri Enny Mainiarti di Cikarang, Kamis.
Meski belum menyebarkan surat edaran penarikan obat, Enny mengaku kalau pihaknya saat ini sedang melakukan pengawasan obat yang terkontaminasi zat pemicu kanker itu.
"Sedang kami awasi juga peredarannya. Jadi kami tidak langsung menyebarkan surat edaran melainkan terlebih dahulu mempelajari apa yang menjadi inti dari surat edaran tersebut," tambahnya.
Enny mengemukakan akan menyebarkan surat edaran tersebut setelah mengkaji isi surat dan berdasarkan surat edaran itu pula diketahui jenis obat ranitidin yang perlu ditarik dari peredaran adalah ranitidin cairan injeksi dengan pemegang izin edar PT Phapros dan PT Indofarma.
Informasi soal kandungan NDMA pada ranitidin awalnya disampaikan oleh US Food and Drug Administration (US FDA) serta European Medicine Agency (EMA).
Kedua lembaga itu telah mengeluarkan peringatan tentang temuan NDMA dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan ranitidin, obat yang digunakan dalam pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan usus.
Pemilik apotek Pragmanoyas di Deltamas, Cikarang Pusat, Surya mengaku sudah mengetahui akan adanya penarikan obat tersebut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Saya sudah mengetahui ada imbauan melalui media atau berita. Kebetulan saya jual obat ranitidin yang cair dan tablet, sebelumnya jual kebetulan saat ini stoknya sedang habis. Dan mau pesen kata distributor obat sedang ditahan dulu lantaran dalam pengawasan BPOM," jelasnya.
Melihat fenomena tersebut, Surya yang sudah beberapa tahun menggeluti bisnis obat itu menduga kalau persoalan ini merupakan bentuk persaingan para pemasok obat di Indonesia.
"Mungkin ini hanya persaingan saja, biasa kok seperti ini paling sebulan juga sudah keluar lagi," kata dia.
Surya menambahkan harga ranitidin jenis tablet selempeng dengan isi 10 butir ia jual hanya Rp10 ribu sedangkan ranitidin jenis cair ia menjualnya seharga Rp20 ribu.
"Obat yang dipermasalahin itu hanya yang cair dan penggunaannya juga disuntikkan kepada pengonsumsinya. Dan biasa saya menjual Rp20 ribu untuk bisa dipakai 10 kali suntik," kata Surya.
Baca juga: Dinkes : Musim hujan dapat tingkatkan potensi DBD
Baca juga: Dinkes Jawa Barat: Cara penyiapan makanan kurang baik picu keracunan massal
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Ya benar infonya seperti itu, BPOM telah mengeluarkan surat perintah untuk menarik ranitidin yang terkontaminasi NDMA," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Sri Enny Mainiarti di Cikarang, Kamis.
Meski belum menyebarkan surat edaran penarikan obat, Enny mengaku kalau pihaknya saat ini sedang melakukan pengawasan obat yang terkontaminasi zat pemicu kanker itu.
"Sedang kami awasi juga peredarannya. Jadi kami tidak langsung menyebarkan surat edaran melainkan terlebih dahulu mempelajari apa yang menjadi inti dari surat edaran tersebut," tambahnya.
Enny mengemukakan akan menyebarkan surat edaran tersebut setelah mengkaji isi surat dan berdasarkan surat edaran itu pula diketahui jenis obat ranitidin yang perlu ditarik dari peredaran adalah ranitidin cairan injeksi dengan pemegang izin edar PT Phapros dan PT Indofarma.
Informasi soal kandungan NDMA pada ranitidin awalnya disampaikan oleh US Food and Drug Administration (US FDA) serta European Medicine Agency (EMA).
Kedua lembaga itu telah mengeluarkan peringatan tentang temuan NDMA dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan ranitidin, obat yang digunakan dalam pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan usus.
Pemilik apotek Pragmanoyas di Deltamas, Cikarang Pusat, Surya mengaku sudah mengetahui akan adanya penarikan obat tersebut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Saya sudah mengetahui ada imbauan melalui media atau berita. Kebetulan saya jual obat ranitidin yang cair dan tablet, sebelumnya jual kebetulan saat ini stoknya sedang habis. Dan mau pesen kata distributor obat sedang ditahan dulu lantaran dalam pengawasan BPOM," jelasnya.
Melihat fenomena tersebut, Surya yang sudah beberapa tahun menggeluti bisnis obat itu menduga kalau persoalan ini merupakan bentuk persaingan para pemasok obat di Indonesia.
"Mungkin ini hanya persaingan saja, biasa kok seperti ini paling sebulan juga sudah keluar lagi," kata dia.
Surya menambahkan harga ranitidin jenis tablet selempeng dengan isi 10 butir ia jual hanya Rp10 ribu sedangkan ranitidin jenis cair ia menjualnya seharga Rp20 ribu.
"Obat yang dipermasalahin itu hanya yang cair dan penggunaannya juga disuntikkan kepada pengonsumsinya. Dan biasa saya menjual Rp20 ribu untuk bisa dipakai 10 kali suntik," kata Surya.
Baca juga: Dinkes : Musim hujan dapat tingkatkan potensi DBD
Baca juga: Dinkes Jawa Barat: Cara penyiapan makanan kurang baik picu keracunan massal
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019