Sebanyak enam pemerintah daerah kota/kabupaten, yakni Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, Pemkab Garut, Pemkab Sumedang, Pemkab Bandung Barat, dan Pemkot Cimahi menyepakati tipping fee TPPAS Regional Legok Nangka sebesar Rp386.000.
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat terkait TPPAS Regional Legok Nangka antara Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil dengan enam kepala daerah tersebut di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu.
Pemprov Jawa Barat akan menyubsidi tipping fee atau besaran biaya layanan pengelolaan sampai sebesar 30 persen atau Rp115.800 per ton.
Sementara 70 persen tipping fee atau Rp270.200 per ton sampah dibebankan kepada pemda pengguna layanan pengelolaan sampah TPPAS Regional Legok Nangka.
Gubernur Emil mengatakan, kesepakatan mengenai tipping fee penting sebagai syarat dimulainya proses lelang TPPAS Regional Legok Nangka.
"Di dalam proses lelang ini dibutuhkan kesepahaman, komitmen dari kota/kabupaten untuk menyepakati besaran tipping fee," kata Emil.
"Tipping fee ini dibagi dua, kita subsisi juga dari provinsi sekitar 30 persen dan 70 persen dari masing-masing daerah," kata dia.
Emil menambahkan, dalam layanan pengelolaan sampah ini, Pemprov Jabar memberikan fasilitas Stasiun Peralihan Antara (SPA).
Dia menjelaskan SPA berfungsi untuk memilah sampah guna mengurangi volume sampah sebelum masuk ke TPPAS Regional Legok Nangka.
Dia menuturkan bahwa Pemprov Jabar akan memberikan insentif kepada pemkab/pemkot yang berhasil mengurangi kuantitas sampah ke TPPAS Regional Legok Nangka.
"Kita juga sedang mempersiapkan Pergub (Peraturan Gubernur) untuk memberikan insentif kepada daerah yang berhasil mengurangi sampah-sampahnya oleh 3R (reduce, reuse, recylce) dalam bentuk dukungan dana dari provinsi. Jadi, sambil berkelanjutan," katanya.
Pasokan sampah yang bisa dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka pun harus memenuhi ketentuan kuantitas, kualitas, dan kesesuaian.
Artinya, jenis sampah yang dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka harus sesuai dengan kebutuhan teknologi di sana, seperti sampah non-medis dan non-industri.
"TPPAS Sarimukti akan berakhir (operasionalnya) pada tahun 2023 dan kalau Legok Nangka tidak pakai teknologi cuma cukup empat tahun juga akan habis. Maka, tidak ada pilihan lain manajemen pengelolaan sampah ini harus segera beralih teknologi," kata Emil.
Dalam rapat tersebut, disepakati juga pasokan sampah yang bisa dikirim enam kabupaten/kota pengguna TPPAS Regional Legok Nangka. Ketentuan rata-rata pasokan sampah pun teah disepakati.
Adapun rinciannya ialah Kota Bandung 1.200-1.303 ton/hari, Kota Cimahi 150-250 ton/hari, Kabupaten Bandung 300-345 ton/hari, Kabupaten Bandung Barat 78-86 ton/hari, Kabupaten Sumedang 28-32 ton/hari, dan Kabupaten Garut 100-115 ton/hari. Jumlah total sampah 1.853-2.131 ton/hari.
TPPAS Regional Legok Nangka merupakan salah satu proyek tempat pengelolaan sampah yang bisa mengubah sampah menjadi energi listrik atau Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL).
Proyek ini akan dibangun dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPSBU) dan diusulkan mendapatkan Dukungan Kelayakan dari Kementerian Keuangan. TPPAS ini diharapkan dapat beroperasi pada 2023.
Sementara terkait Dukungan Kelayakan dari Kementerian Keuangan untuk Viability Gap Fund (VGF), hal tersebut akan diputuskan pada Desember 2019 ketika proses lelang berlangsung.
Baca juga: Akhirnya, Tipping Fee TPPAS Regional Legok Nangka disepakati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat terkait TPPAS Regional Legok Nangka antara Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil dengan enam kepala daerah tersebut di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu.
Pemprov Jawa Barat akan menyubsidi tipping fee atau besaran biaya layanan pengelolaan sampai sebesar 30 persen atau Rp115.800 per ton.
Sementara 70 persen tipping fee atau Rp270.200 per ton sampah dibebankan kepada pemda pengguna layanan pengelolaan sampah TPPAS Regional Legok Nangka.
Gubernur Emil mengatakan, kesepakatan mengenai tipping fee penting sebagai syarat dimulainya proses lelang TPPAS Regional Legok Nangka.
"Di dalam proses lelang ini dibutuhkan kesepahaman, komitmen dari kota/kabupaten untuk menyepakati besaran tipping fee," kata Emil.
"Tipping fee ini dibagi dua, kita subsisi juga dari provinsi sekitar 30 persen dan 70 persen dari masing-masing daerah," kata dia.
Emil menambahkan, dalam layanan pengelolaan sampah ini, Pemprov Jabar memberikan fasilitas Stasiun Peralihan Antara (SPA).
Dia menjelaskan SPA berfungsi untuk memilah sampah guna mengurangi volume sampah sebelum masuk ke TPPAS Regional Legok Nangka.
Dia menuturkan bahwa Pemprov Jabar akan memberikan insentif kepada pemkab/pemkot yang berhasil mengurangi kuantitas sampah ke TPPAS Regional Legok Nangka.
"Kita juga sedang mempersiapkan Pergub (Peraturan Gubernur) untuk memberikan insentif kepada daerah yang berhasil mengurangi sampah-sampahnya oleh 3R (reduce, reuse, recylce) dalam bentuk dukungan dana dari provinsi. Jadi, sambil berkelanjutan," katanya.
Pasokan sampah yang bisa dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka pun harus memenuhi ketentuan kuantitas, kualitas, dan kesesuaian.
Artinya, jenis sampah yang dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka harus sesuai dengan kebutuhan teknologi di sana, seperti sampah non-medis dan non-industri.
"TPPAS Sarimukti akan berakhir (operasionalnya) pada tahun 2023 dan kalau Legok Nangka tidak pakai teknologi cuma cukup empat tahun juga akan habis. Maka, tidak ada pilihan lain manajemen pengelolaan sampah ini harus segera beralih teknologi," kata Emil.
Dalam rapat tersebut, disepakati juga pasokan sampah yang bisa dikirim enam kabupaten/kota pengguna TPPAS Regional Legok Nangka. Ketentuan rata-rata pasokan sampah pun teah disepakati.
Adapun rinciannya ialah Kota Bandung 1.200-1.303 ton/hari, Kota Cimahi 150-250 ton/hari, Kabupaten Bandung 300-345 ton/hari, Kabupaten Bandung Barat 78-86 ton/hari, Kabupaten Sumedang 28-32 ton/hari, dan Kabupaten Garut 100-115 ton/hari. Jumlah total sampah 1.853-2.131 ton/hari.
TPPAS Regional Legok Nangka merupakan salah satu proyek tempat pengelolaan sampah yang bisa mengubah sampah menjadi energi listrik atau Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL).
Proyek ini akan dibangun dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPSBU) dan diusulkan mendapatkan Dukungan Kelayakan dari Kementerian Keuangan. TPPAS ini diharapkan dapat beroperasi pada 2023.
Sementara terkait Dukungan Kelayakan dari Kementerian Keuangan untuk Viability Gap Fund (VGF), hal tersebut akan diputuskan pada Desember 2019 ketika proses lelang berlangsung.
Baca juga: Akhirnya, Tipping Fee TPPAS Regional Legok Nangka disepakati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019