Bandung (Antaranews Jabar) - Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN menjamin netralitas lembaganya di kegiatan politik dalam menghadapi Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak 2018 maupun maupun Pemilu 2019.
"Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN merupakan federasi terbesar yang ada dilingkungan pekerja BUMN dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun," ujar ketua FSP Sinergi BUMN, Ahmad Irfan Nasution di Bandung, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Irfan saat membuka kongres ke-II FSP Sinergi BUMN yang bertajuk "Tantangan Independensi BUMN Menghadapi Tahun Politik" di Hotel Grand Tjokro, Kota Bandung pada Rabu.
Irfan mengatakan, sikap netralitas FSP Sinergi BUMN di tahun politik menjadi agenda penting yang harus harus dibahas dalam kongres tersebut.
Menurut dia, saat didirikan 2014 lalu, federasi ini fokus dalam menjalin sinergi dan kemitraan dengan perusahaan, demi terciptanya kesejahteraan dan keadilan tanpa adanya kepentingan politik praktis.
"Sesuai dengan awal pendiriannya, Serikat Pekerja di lingkungan BUMN pada empat tahun lalu, tidak berafiliasi dengan partai politik manapun," kata dia.
FSP Sinergi BUMN, kata dia, justru harus menjadi jembatan antara perusahaan dengan anggota serikat untuk dapat bersinergi dan menjalin kemitraan yang baik.
Ia mengatakan, sinergitas antara direksi dan serikat pekerja harus diwujudkan dengan baik dalam menghadapi tantangan persaingan global. Dengan begitu, segala permasalahan antara perusahaan dan serikat dapat diselesaikan dengan cepat.
"Kami mendorong perubahan cara berpikir direksi maupun serikat pekerja untuk berupaya menumbuhkan rasa saling percaya dan membicarakan seluruh persoalan dengan baik," kata dia.
Di sisi lain, ia meminta BUMN menjadi motor penggerak kekuatan ekonomi tanpa terpengaruh warna politik apa yang sedang berkuasa.
Menurut Irfan, FSP Sinergi BUMN masih menemukan adanya kepengurusan perusahaan yang belum dikelola secara profesional. Pergantian pimpinan terutama komisaris, seolah menjadi praktik politik balas budi para penguasa.
"Politik balas jasa masih terjadi, penguasa menempatkan orang-orangnya di BUMN khususnya untuk kursi komisaris. Direksi BUMN seolah dipercayakan kepada orang-orang yang dapat mengakomodasi kepentingan politik penguasa," katanya.