Bandung (Antaranews Jabar) - Dinas Pertanian dan Holtikultura Jawa Barat menyatakan Provinsi Jawa Barat ternyata pernah menjadi produsen bawang putih paa tahun 1980 dan produksi komoditas ini dihasilkan oleh para petani di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung.
"Jangan salah, kita (Jabar) pernah memproduksi bawang putih, itu sekitar tahun 80-an namun sayangnya minat petani terus berkurang karena harga jual kurang bersaing dengan impor. Sehingga mereka beralih ke komoditas lain, seperti cabai," kata Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Jawa Barat, Hendi Jatnika ketika dihubungi melalui telepon, Selasa.
Ia menuturkan harga jual yang kurang bersaing menjadi faktor penyebab lainnya para petani di Daerah Ciwidey, Kabupaten bandung enggan memproduksi bawang putih di lahan milik mereka.
"Selain itu menanam bawang putih itu metodenya sulit dan mahal, belum lagi risiko gagal panennya tinggi," kata dia.
Ia menjelaskan bawang putih, Hendi jelaskan bisa tumbuh maksimal 1000 mdpl dan biaya produksinya mencapai Rp60 juta per hektar ditambah perawatan dan pemberian peatisida yang telaten.
"Jadi di atas ketinggian itu juga komoditas saingannya banyak, seperti kol. Biaya produksi tinggi, itu belum tentu keuntungannya lebih besar dari biaya produksi karena rawan diserang hama," ujarnya.
Menurut dia, Provinsi Jawa Barat belum bisa memproduksi bawang putih untuk masyarakat atau menyumbang bagi ketersediaan kebutuhan nasional.
Hendi mengatakan kebutuhan nasional untuk bawang putih selama ini dipasok oleh para petani asal Temanggung, Jawa tengah serta dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Dan itu pun hanya memenuhi lima persen saja. Sisanya, impor yang kebanyakan dari China. Jadi kita (Jabar) hampir tidak ada produksi bawang putih dan selama ini kebutuhan nasional mengandalkan daerah dari tersebut," kata Hendi.
Sementara itu, terkait adanya pernyataan Kementerian Perdagangan yang akan membantu Kementerian Pertanian agar Indonesia bisa memproduksi bawang putih, pihaknya menyambut baik rencana tersebut.
Dia berharap Kementerian Pertanian bisa segera melakukan pengembangan bawang putih, terutama menyediakan benih untuk para petani.
"Memang ketersediaan benih susah. Yang ada impor. Itu juga mahal. Apalagi benih kan urusan nasional, Kami mencari lahan yang cocok dan menyiapkan ketersediaan sumberdaya yang memadai," kata dia.
Sebelumnya Kementerian Perdagangan mendorong Kementerian Pertanian untuk menggenjot produksi bawang putih di Indonesia, sebab saat ini sekira 95 persen dari kebutuhan bawang putih masih dipenuhi lewat pasokan impor, terutama dari China.
"Kita ingin buat keseimbangan, kalau kita gelontorkan begitu saja (impor bawang putih) maka tidak akan ada yang mau tanam bawang putih," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, usai memimpin Rapat Koordinasi Nasional Stabilisasi Harga dan Stok atau Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Jelang Puasa dan Lebaran 2018, di Kota Bandung, beberapa waktu lalu.
Menurut Enggar, Kementan saat ini sedang bersemangat untuk mengembalikan eksistensi pertanian bawang putih di Indonesia sementara di waktu bersamaan Kemendag berusaha menjaga stabilitas harga bawang putih yang kini mencapai Rp13-15 ribu per kilogram.
"Tentunya harus ada keseimbangan untuk mewujudkan itu dengan kebijakan impor bawang putih. Keseimbangan juga dengan rencana penanaman. Kalau tidak menanam, seumur-umur kita impor bawang putih," katanya.