Antarajabar.com - Ketua Dewan Perwakilan daerah (DPD) RI Irman Gusman mengatakan DPD RI siap melakukan pengawasan agar kebijakan pembangunan moda transportasi kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km tepat sasaran dan menjadi solusi mengatasi kemacetan.
"Rencana Pemerintah membangun kereta api cepat ini, masih menjadi pro-kontra di ruang publik," kata Irman Gusman pada Sidang Paripurna, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, rencana pembangunan kereta api cepat ini prinsipnya tidak ada masalah selama tidak melibatkan APBN.
Kalau pembiayaannya ditanggung oleh konsorsium bisnis ke bisnis, menurut dia, sebaiknya diserahkan ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Saya melihat, pembiayaannya asalkan tidak mengganggu keuangan negara dan tidak melupakan pembangunan di daerah silakan saja. Catatan ini yang perlu didalami," kata Irman Gusman.
Pada Sidang Paripurna ini, beberapa anggota DPD RI mempertanyakan rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung, menanggapi penjelasan dari Pemerintah yang diwakili oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Ahmad Muqowam, mengusulkan agar Pemerintah membangun moda transportasi jangan terlalu memprioritaskan hanya di Pulau Jawa.
Menurut Muqowam, moda transportasi di luar Pulau Jawa masih banyak yang tidak memadai.
"Kondisi transportasi di daerah lain di luar Pulau Jawa masih banyak yang memprihatinkan," katanya.
Pada Sidang Paripurna tersebut, DPD RI menyatakan, akan melakukan pendalaman soal proyek pembangungan kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Sementara itu, Menteri BUMN, Rini Soemarno saat memaparkan rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung menjelaskan, bahwa proyek high speed train (HST) sepanjang 142,3 km ini tidak ada jaminan Pemerintah dan tidak menggunakan APBN.
"Pembangunan proyek kereta api cepat ini benar-benar dibiayai oleh bisnis ke bisnis, hanya izinnya saja yang dibantu Pemerintah," katanya.
Rini menambahkan, rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung ini merupakan proyek kerja sama perusahaan Indonesia dan Tiongkok yang membentuk konsorsium bernama, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Menurut dia, BUMN Indonesia memiliki 60 persen dan BUMN Tiongkok memiliki 40 persen kepemilikan saham di KCIC, dengan pinjaman jangka panjang selama 50 tahun dari China Development Bank.