"Bila dicermati pemikiran dan langkah perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari, sesungguhnya lebih maju dan melampaui zaman bagi kalangan santri. Karena itu, kita bertanggung jawab untuk terus merawat dan selalu mengobarkan semangat juang itu," katanya dalam keterangan diterima di Surabaya, Ahad.
Dalam Halaqoh Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari yang diadakan Ikapete (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng) Jatim di Gedung Monumen Resolusi Jihad NU, Surabaya (28/9), Gus Kikin menjelaskan dampak dari fatwa jihad untuk perang sabil juga cukup dahsyat sehingga pemenang Perang Dunia II justru kehilangan jenderal.
Halaqoh yang dihadiri Rais Syuriah PCNU Surabaya KH Ahmad Zulhilmi Ghazali, KH Abdul Hari (Wakil Rais) dan KH Achmad Saiful Chalim (Katib Syuriah PCNU Surabaya) itu juga menampilkan pembicara Riadi Ngasiran (Sejarahwan NU), Dirintelkam Polda Jatim Kombes Pol Nanang Juni Mawanto, dan Fahrul Muzaqqi (Fisipol Unair).
Menurut Riadi Ngasiran, Fatwa Djihad Kiai Hasyim Asy’ari (17 September 1945), yang ditujukan kepada masyarakat luas, terutama kaum santri dan umat Islam itu diperkuat dengan keputusan PBNU yang mengeluarkan peringatan untuk pemerintah pada saat itu, yakni Resolusi Djihad NU di Surabaya (22 Oktober 1945).
Dalam halaqoh yang juga dihadiri H Roisuddin Bakri (Ketua Ikapete Jatim) dan H Moch Saiful Bachri (pengurus Ikapete yang juga Wakil Sekretaris PCNU Surabaya) itu, Riadi Ngasiran yang juga penulis buku "Perang Sabil di Surabaya, Resolusi Jihad NU 1945" itu mengingatkan, pentingnya nilai juang yang dikobarkan pendiri NU bagi generasi muda.
"Keputusan agama dan politik NU (Fatwa Jihad Kiai M Hasyim Asy’ari tanggal 17 September 1945 dan Resoloesi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945) itu memperoleh dukungan besar dari organisasi keagamaan di Indonesia, seperti Rakyat Muslimin Kebumen yang mengeluarkan mosi agar umat Islam bersungguh-sungguh mempertahankan Republik Indonesia," katanya.