'Seren Taun' perwujudan syukur berlimpahnya hasil panen di Kuningan
Oleh Fathnur Rohman Minggu, 30 Juni 2024 20:00 WIB
Pertunjukan Angklung Kanekes dari masyarakat Baduy juga memeriahkan acara tersebut. Alat musik ini umumnya dimainkan dalam ritual saat bercocok tanam padi.
Kemudian, Angklung Buncis, kreasi sesepuh dari adat setempat yakni Pangeran Djatikusumah pada tahun 1969, yang ditampilkan guna menunjukkan kehidupan dan keseharian masyarakat Cigugur.
Tak berselang lama, pementasan dilanjutkan dengan penampilan Tari Buyung, yang memperlihatkan simbolisme menginjak kendi sambil membawa buyung di kepala.
Setiap gerakannya menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Tarian ini menambah kekayaan makna dalam upacara Seren Taun.
Acara dilanjutkan dengan Helaran Memeron, sebuah pagelaran patung simbolik yang diarak bersama binatang seperti burung garuda, harimau, naga, kuda, dan ikan dewa. Setiap binatang memiliki makna tersendiri yang telah dipercaya turun-temurun.
Prosesi ditutup dengan Ngajayak, di mana masyarakat melakukan arak-arakan menuju Gedung Paseban. Mereka membawa hasil panen seperti padi, biji-bijian, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya.
Suara dentuman lesung menggema di ruangan tersebut, mengiringi langkah-langkah warga yang antusias untuk melakukan Nutug Pare atau menumbuk padi. Kegiatan ini menjadi puncak dari rangkaian acara ini, sebuah simbol syukur atas hasil bumi yang melimpah.
Padi yang dikumpulkan dari petani setempat, disusun rapi di gazebo, menunggu untuk ditumbuk bersama oleh tangan-tangan yang penuh semangat.
Di tengah keramaian, terlihat wajah-wajah bersemangat dari masyarakat hingga tamu undangan. Mereka bergantian menumbuk padi dengan irama yang seolah bercerita tentang kebersamaan dan kekuatan komunitas.