ANTARAJAWABARAT.com,13/6 - Kasus korupsi pengadaan alat kedokteran di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,43 miliar mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu.
Kasus tersebut menyeret empat terdakwa yang disidangkan dalam berkas terpisah, yaitu Ketua Panitia Pengadaan Alat Kedokteran RSUD Sumedang Agus Tata, Sekretaris Panitia Pengadaan Suhaya dan dua rekanan yaitu Herwianto Muchtar selaku Direktur Utama PT Dinar Megah Raya dan Beny sebagai manajer proyek PT Dinar Megah Raya.
Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suroto Supena tindak pidana korupsi dilakukan oleh Agus dan Suhaya yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,43 miliar diawali dengan proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Pada 21 Mei 2010, Kabupaten Sumedang mendapatkan anggaran dana penguatan infrastruktur dan prasarana daerah senilai Rp15,46 miliar sesuai dengan Surat Edaran Menteri Keuangan.
Dari dana tersebut, Rp8,625 miliar dialokasikan untuk pelayanan kesehatan berupa alat-alat kedokteran di RSUD Sumedang.
Agus Tata dan Suhaya selaku ketua dan sekretaris panitia pengadaan, menurut JPU, tidak melakukan survei secara benar dan cermat untuk menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) karena berita acara survei sudah dipersiapkan dulu tanpa tanggal sebelum diakukan kunjungan ke lima agen alat kesehatan di Kota Bandung.
Selain itu, keduanya tidak melakukan survei terhadap tiga macam barang dari 15 jenis alat kedokteran umum yang termasuk dalam daftar pengadaan barang.
Atas survei yang dilakukan tidak berdasarkan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, terdakwa kemudian menentukan HPS senilai Rp8,61 miliar untuk pengadaan 15 alat kedokteran di RSUD Sumedang di antaranya 100 unit tempat tidur beserta kasur, lampu operasi Single LED, satu unit X-Ray Mobile, dan satu unit USG 3 dimensi.
"Perbuatan terdakwa yang tidak melakukan penyusunan HPS secara cermat dan berdasarkan data dan pertimbangan yang benar telah bertentangan dengan pasal 13 ayat 1 Keppres No 80 Tahun 2003," tutur JPU Suroto.
Kedua terdakwa juga dinilai menyalahi Keppres tersebut dan peraturan lelang yang dikeluarkan RSUD Sumedang karena menetapkan dua perusahaan, yaitu PT Dinar Raya Megah sebagai pemenang lelang dan PT Gunaramindo Pratama sebagai pemenang cadangan padahal kedua perusahaan tersebut berasal dari kelompok perusahaan yang sama.
PT Dinar Raya Megah ditetapkan sebagai pemenang dengan harga penawaran Rp7,96 miliar dan PT Gunaramindo Pratama dengan harga penawaran Rp8,265 miliar.
"Terdakwa seharusnya menggugurkan PT Dinar Raya Megah dan PT Gunaramindo Pratama serta membatalkan pelelangan, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh terdakwa," ujar JPU.
Atas hasil pelelangan yang ditetapkan oleh panitia, tiga peserta lelang kemudian mengajukan surat sanggahan yang mempertanyakan mengapa pemenang tender pertama dan kedua merupakan kelompok usaha yang sama.
"Panitia pengadaan kemudian membuat surat jawaban sanggahan dengan jawaban, 'Adapun perihal pemenang dan pemenang cadangan satu kelompok usaha menurut hemat kami bahwa perusahaan saudara dan yang lainnya pun termasuk satu kelompok usaha yang sama yaitu dari kelompok penyalur atau sub penyalur alat kesehatan'," tutur JPU.
JPU menyatakan dalam dakwaan bahwa RSUD Sumedang membayar Rp7,9 miliar kepada PT Dinar Raya Megah untuk pembelian 15 alat kedokteran.
Namun, kenyataannya nilai pembelian dari supplier yang dibayarkan PT Dinar Raya Megah kepada supplier hanya Rp4,7 miliar.
Perbuatan Agus Tata dan Suhaya, menurut JPU, telah memperkaya PT Dinar Raya Megah sebesar Rp2,28 miliar dan Herwianto Muchtar sebagai direktur utama sebesar Rp75 juta dan Beny sebagai manajer produk sebesar Rp75 juta.
Sebaliknya, negara khususnya Kabupaten Sumedang dirugikan sebesar Rp2,43 miliar.
Agus Tata dan Suhaya dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan primer dan pasal 3 UU yang sama dalam dakwaan subsider.
Majelis hakim yang diketuai Sumantono menunda sidang hingga Rabu 20 Juni 2012 dengan agenda pembacaan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa.
Penasehat hukum Agus Tata dan Suhaya, Andi Roza, menyatakan perkara yang dituduhkan kepada kliennya adalah pelanggaran etika yang dipermasalahkan secara hukum.
Menurut dia, dakwaan JPU disusun tanpa data-data kerugian negara yang jelas.
"Kerugian negara yang dikatakan Rp2,43 miliar itu tidak jelas datang dari mana. Padahal kalau lihat HPS yang tadinya Rp8,6 miliar dan harga yang dibayar ke rekanan Rp7,9 miliar, negara sudah untung karena masih berada di bawah HPS," demikian Andi. ***1***
Diah
KASUS KORUPSI RSUD SUMEDANG MULAI DISIDANGKAN
Rabu, 13 Juni 2012 15:04 WIB