Bandung (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung dan telah menginjak tahun kedua sejak 2020 tentunya sangat berdampak pada sektor bisnis, terutama bisnis kuliner yang hanya aktif ketika mengandalkan kunjungan orang.
Bukan hanya berdampak, pandemi COVID-19 juga dapat mengakhiri sebuah bisnis yang telah dibesarkan, layaknya COVID-19 yang juga dapat membunuh seseorang.
Namun dari hampir empat juta manusia yang sejauh ini pernah terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia, sebagian besarnya berhasil sembuh dan hidup normal kembali.
Dalam hal bisnis, kesembuhan dan kebangkitan seperti itu pun saat ini dirasakan oleh Ivan Septianto (30), seorang pemilik kafe Hello Kitty di kawasan Jambudipa, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang sempat merasakan gulung tikar akibat pandemi.
Pandemi COVID-19 yang menyebabkan timbulnya bermacam-macam kebijakan pembatasan pun membuat Ivan seperti jatuh lalu tertimpa tangga.
Pasalnya, selain ia perlu memikirkan para pegawainya, ia pun harus memikirkan pemasukannya sendiri untuk bisa menghidupi keluarganya. Namun pada akhirnya, kebangkrutan bisnisnya pun tak terelakkan.
Meski telah kandas di bisnis kafenya, ia pun tak mau berlarut-larut dalam keterpurukan. Dia merasa pandemi COVID-19 merupakan ujian tentang bagaimana pebisnis bisa bertahan meski berubah haluan.
"Kita harus bisa berinovasi dengan keadaan, walaupun keadaan kita sedang COVID-19, ada PPKM, kita jangan berdiam diri dan merenung, kita harus berinovasi," kata Ivan saat dihubungi di Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Memulai bisnis
Menjaga kesehatan di masa pandemi COVID-19 menjadi sebuah keniscayaan yang dilakukan oleh masyarakat. Jika saat ini pemerintah meminta masyarakat menerapkan protokol kesehatan, kesehatan pun tetap perlu didukung oleh kebugaran jasmani dengan berolahraga, dan meningkatkan imun tubuh melalui asupan gizi serta vitamin.
Maka dari itu, masyarakat pun akhirnya berbondong-bondong mencari produk-produk obat vitamin dan produk lainnya, salah satunya yakni jahe merah yang dipercaya mengandung Vitamin C dan meningkatkan imunitas tubuh.
Kabar tentang jahe merah tersebut pun terdengar oleh Ivan yang baru saja kehilangan mata pencahariannya akibat kebangkrutan bisnisnya. Akhirnya Ivan mendapat ide dan memutuskan untuk merintis dari nol bisnis jahe merah.
Saat itu, jahe merah memang menurutnya dalam kondisi harga yang cukup mahal baginya dengan Rp100 ribu per kilogram. Namun Ivan tidak terburu-buru untuk menyerah, Ivan terus mencari alternatif lain untuk mendapatkan salah satu jenis rempah-rempah tersebut.
"Saya akhirnya punya teman yang punya suplai jahe merah, setelah itu saya iseng-iseng olah jahe sendiri, saya bagikan ke orang-orang sekitar dan kerabat saya, Alhamdulillah banyak yang apresiasi itu enak," kata Ivan.
Alhasil, Ivan merasa lebih percaya diri untuk memulai bisnisnya tersebut. Ivan akhirnya memutuskan untuk memberi nama produk barunya itu dengan nama Jahe Merah Cap Dua Cangkir.
Menurut Ivan, racikan dan cara pengolahan produk jahe merah bubuknya itu merupakan hasil upayanya sendiri setelah berkali-kali melakukan percobaan dengan belajar dari media sosial.
Ivan mengaku saat itu persaingan bisnis jahe merah memang sedang padat. Selain bisnis jahe yang baru bermunculan, pesaing bisnisnya itu pun merupakan para pebisnis lama di bidang jahe.
"Cuma saya enggak mau kalah, saya berani bandingkan kualitas dan rasanya. Minuman jahe merah ini saya racik sendiri, sampai menemukan komposisi yang pas baru saya berani jual ke pasaran," kata Ivan yang merupakan sarjana Manajemen Bisnis dari Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut.
Setelah produknya itu dirasa sempurna, Ivan lalu mulai memasarkan produknya ke orang-orang disekitarnya. Kemudian ia pun mencoba untuk menjual dari pintu ke pintu masyarakat lainnya untuk mengenalkan produknya itu.
"Lalu menyebar dari mulut ke mulut, karena saya memang menyasar komunitas herbal terlebih dahulu," kata dia.
Dengan respon yang positif, Ivan mulai menyempurnakan produknya tersebut untuk bisnis yang lebih menjanjikan. Mulai dari membangun pabrik kecil-kecilan, membangun kantor, menyiapkan strategi pasar, hingga mengajukan izin edarnya.
"Lalu setelah izin edar keluar, saya mulai melakukan penjualan secara daring, memasok juga ke apotek-apotek di kawasan Cimahi dan Bandung Barat. Paling jauh saya menjual ke Kalimantan dan Bali, dua daerah itu rutin pasti selalu ada pemesanan jahe merah setiap pekannya," kata Ivan.
Menyelamatkan pegawai
Di saat adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kafe Ivan terpaksa ditutup. Sehingga penghasilan pun secara drastis menghilang bagi Ivan maupun bagi pegawainya.
Dengan berat hati, Ivan pun akhirnya memberhentikan pegawainya di saat situasi bisnis yang belum pasti bagi kafenya tersebut.
Namun dengan meneladani sifat kacang tidak lupa kulitnya, Ivan pun kembali memanggil para pegawainya itu untuk kembali menyambung hidup melalui bisnis Jahe Merah Cap Dua Cangkir yang kini ia jalani.
Saat menjalani bisnis kafe, Ivan memiliki hingga 14 pegawai. Namun kini saat menjalani bisnis jahe merah, ia memiliki sebanyak 25 pegawai yang sebagiannya berasal dari pegawainya di Kafe Hello Kitty.
"Jadi posisinya waktu kafe tutup para pegawai itu sudah saya pulangkan, setelah itu mereka ada yang sudah dapat kerja lagi, dan ada yang belum. Nah yang belum mendapat kerja, saya tarik lagi ke jahe," kata dia.
Selain memanggil kembali para pegawainya dari kafe yang telah gulung tikar, Ivan juga memberdayakan masyarakat sekitar di lokasi dirinya membangun bisnis jahe merah.
"Jadi ada yang dari warga sekitar, bahkan pegawai jahe merah juga ada yang dari luar kota," kata Ivan.
Menemukan peluang lebih baik
Ivan mengaku dalam bisnis jahe merahnya tersebut menemukan ceruk bisnis yang lebih baik daripada bisnis kafe sebelumnya. Karena dalam bisnis jahe itu, ia bisa lebih leluasa memasarkan produknya dan tidak terbatas wilayah.
"Kalau kafe kan diam, kita jualannya diam, tapi kalau jahe kita bisa jual ke seluruh daerah di Indonesia, dan kita menjualnya secara relasi juga bisa," kata Ivan.
Dengan bisnis jahenya itu yang mulai naik panggung pada awal tahun 2021 ini, Ivan mengaku saat ini bisa menghasilkan omset Rp100 hingga Rp200 juta dalam sebulan. Dalam satu hari, pabriknya itu dapat memproduksi satu kuintal jahe merah.
Padahal dalam menjalani bisnisnya sekarang, Ivan hanya menjual satu produk yakni jahe merah bubuk. Sedangkan saat berbisnis kafe, Ivan memiliki beragam produk pada menunya.
Maka dari itu, Ivan mengaku berencana untuk mengembangkan bisnis jahenya itu dengan menciptakan produk-produk lainnya. Namun untuk lebih menaikkan bisnisnya itu, Ivan berharap pandemi COVID-19 dapat segera berakhir.
"Jadi walaupun saya bergerak di bidang jahe yang berkaitan dengan COVID-19, saya lebih senang dan leluasa berjualan tanpa adanya PPKM, jadi walaupun jahe berkaitan dengan COVID-19, saya tetap terbatasi kalau ada PPKM," kata dia.
Berkaca dari pengalamannya itu, Ivan berpesan kepada seluruh pelaku bisnis yang saat ini mengalami keterpurukan untuk tidak kalah dengan keadaan. Karena di masa krisis itu, inovasi yang bisa menciptakan kesempatan baru dapat muncul.
"Contohnya bisnis kain, banyak yang gulung tikar, mereka hanya terpatok dengan bisnis itu, padahal kita itu sedang dilatih untuk banting stir ke bidang baru," kata Ivan.
Baca juga: Kemenristek tengah uji klinis jahe merah, jambu biji dan minyak kelapa
Baca juga: Frisian Flag manfaatkan jahe untuk inovasi produknya
Baca juga: Bank BJB dan Agro Jabar bersinergi tanam komoditas jahe
Spektrum - Kisah pemilik kafe di Bandung selamatkan pegawai lewat bisnis jahe
Jumat, 20 Agustus 2021 5:57 WIB