Bogor, 21/10 (ANTARA) - Kantor Imigrasi Bogor mengamankan lima warga negara asing karena tidak memiliki dokumen perizinan dari UNHCR untuk tinggal di tempat penampungan sementara di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kelima orang tersebut berasal dari beberapa negara seperti Afghanistan, Irak, Aljazair, Iran dan Kamboja, kata Kepala Kantor Imigrasi Wilayah Bogor Lilik Bambang L di Bogor, Kamis.
Mereka diamankan oleh petugas dan akan dipulangkan ke negara masing-masing hari ini juga.
"Hari ini kami akan kirim mereka ke Ditjen Imigrasi untuk selanjutnya dipulangkan ke negara asal mereka," kata
Lilik menyebutkan, kelima WNA tersebut terjaring saat petugas imigrasi melakukan pendataan para pengungsi dan pencari suaka yang ditempatkan oleh UNHCR dan IOM di tempat penampungan sementara yang terletak di Puncak, Cisarua.
"Mereka tidak memiliki dokumen resmi, ada juga yang memiliki dokumen UNHCR tapi sudah kedaluwarsa," jelasnya.
Saat ini, kata Lilik, lima WNA tersebut tengah melengkapi dokumen untuk pengiriman ke Dtrjen Imigrasi agar proses pemulangan bisa dilakukan.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Bogor, Fifih Fatmah Afifih menjelaskan mereka terjaring petugas Imigrasi yang melakukan pendataan di Cisarua, dua orang dijemput Rabu malam, dan tiga orang lainnya baru dijemput Kamis tadi.
Ke lima WNA yang berjenis kelamin pria itu adalah Mohammed Amin Hussein (Irak), Helwy Al Araby (Aljazair), Muchtar Husein Gul (Pakistan), Payam Diba (Iran), En Malareth (Kamboja).
Fifih menyatakan, kelima orang tersebut bukan ditahan, melainkan diamankan karena tidak memiliki dokumen perizinan dari UNHCR.
Sebelumnya, kata Fifih, pihak Imigrasi belum bisa berbuat banyak terhadap Imigrasi yang tidak memiliki dokumen tinggal di Cisarua, tetapi kemudian Dirjen Imigrasi menugaskan pihak Imigrasi daerah untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap imigran yang tidak memiliki izin.
"Sesuai dengan perintah tersebut, kami melakukan pengawasan setiap dua minggu sekali, dan bagi yang kedapatan akan langsung ditindak dengan dipulangkan ke negara asal," jelasnya.
Fifih menyebutkan beberapa mereka sudah tinggal di Bogor bergabung dengan pengungsi lain sejak lima tahun silam, mereka sudah bisa berbahasa Indonesia.
Di antara mereka sudah ada yang menikah dan masih lajang. Dua di antara mereka menikah dengan penduduk pribumi.
Muhammed Amin Husein (45) bersama Khodiyah Aisyah istrinya mengungsi dari negara mereka Irak pada 2000, negara tujuan mereka adalah Australia, namun nasib membawa mereka ke Indonesia.
Pertama kali sampai di Indonesia kapal yang mereka tumpangi mendarat di Makasar, selama hampir lima tahun menetap di sana ditampung oleh UNHCR, lalu dipindahkan Cisarua.
Tapi saat pemindahan, Husein pernah melarikan diri dari Makasarsehingga terpisah dengan istrinya, dan akibatnya dokumen izin tinggalnya dihapus oleh pihak UNHCR.
Hussein beralasan lari dari negaranya karena perang, ia dan keluarganya ingin tinggal di negara yang damai seperti Indonesia.
"Saya tidak mau kembali negara saya, karena di sana tidak aman. Saya lebih senang di sini bersama istri, jika perizinan sudah lengkap saya mau ke Australia karena anak saya ada di sana," katanya dengan bahas Indonesia.
Sementara itu Helwy yang juga bisa berbahasa Indonesia mengatakan, sudah delapan tahun di Indonesia, dan akan menikahi wanita asal Jakarta bulan depan.
"Saya memiliki dokumen, hanya saja belum diperpanjang oleh UNHCR," katanya.
Helwy mengaku tidak ingin dikembalikan ke negaranya, ia merasa sudah mencintai Indonesia dan akan tinggal selamanya bersama sang istri.
Menurut dia, Indonesia negara yang baik dan ia senang tinggal meski hidupnya saat ini tidak tentu arah lantaran tidak memiliki dokumen resmi.
"Saya ingin sekali memiliki dokumen resmi, bisa tinggal tenang di sebuah negara yang menerima saya," harapnya.
Rencananya ke lima WNA tersebut akan dikembalikan ke Dirjen Imigrasi malam ini.
Data dari Imigrasi Bogor menunjukkan, terdapat 300 lebih WNA yang berstatus pengungsi dan pencari suaka yang ditampung di tempat penampungan sementara di kawasan Cisarua Puncak, mereka sudah ada di Bogor sejak 2000.
Mereka disebar di 30 lokasi tempat tinggal, kebanyakan di vila dan permukiman penduduk. Mereka dibawa oleh organisasi internasional yang menaungi mereka seperti IOM yang dikoordasikan langsung oleh UNHCR.*
(KR-LR/N002)