Bogor, 2/7 (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Hadi Supeno menilai Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor, Jawa Barat, lalai melakukan pengawasan terhadap yayasan sosial di wilayah tersebut.
Hadi Supeno mengungkapkan hal tersebut terkait temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang dugaan praktik jual beli bayi di Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati di Jalan Roda Nomor 29, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
"Kita menyayangkan Dinsosnakertrans lambat mengetahui hal ini. Padahal yayasan ini sudah berdiri lama. Hendaknya pemerintah kota lebih mengenal kawasannya ketimbang KPAI," kata Hadi di Bogor, usai mengunjungi tiga bayi yang diamankan dari yayasan tersebut saat sidak Rabu (30/6), di Rumah Sakit Islam Bogor, Jumat.
Berdasarkan data dari Dinsosnakertrans Kota Bogor, Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati tidak terdaftar sebagai Panti Asuhan di Dinsosnakertrans.
"Izin mereka fiktif, karena dari 68 yayasan panti asuhan yang terdaftar tidak ada nama Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati, didata hanya ada Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera Permata Hati. Inipun izinya telah mati pada tahun 2007 lalu dan belum diperpanjang hingga sekarang," jelasnya.
Selain itu, KPAI juga menemukan laporan jumlah anak yang dirawat di Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati tersebut sebanyak 120 anak berada di luar panti dan 60 anak di dalam panti.
Namun, kenyataan di lapangan saat KPAI melakukan pengecekan di dua bangunan milik yayasan tersebut jumlah anak yang ada hanya belasan saja.
Dengan temuan tersebut, KPAI makin berkeyakinan ada unsur manipulasi data.
Keyakinan KPAI pun makin kuat dengan ditemukannya tiga bayi di Yayasan tersebut saat dilakukan sidak, salah satu bayi itu kembar, namun KPAI tidak menemukan kembaran bayi perempuan tersebut.
"Salah satu bayi yang kita amankan kemarin itu kembar, laki-laki dan perempuan. Saat ini yang ada di panti itu hanya bayi perempuannya saja, kemana bayi laki-lakinya ini jadi pertanyaan kita," ungkap anggota Pokja Pengaduan dan Investigasi KPAI, Riki Nasution.
Sementara itu, praktek perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan dan melakukan proses adopsi yang dilakukan Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati terhadap bayi Dian Ayu Maliana juga menyalahi aturan. Karena di Indonesia hanya ada lima yayasan yang boleh melakukan hal serupa salah satunya terdapat di Bandung, Jawa Barat yakni Yayasan Pembinaan Asuhan Bunda.
"Harusnya Dinsosnakertrans melakukan pengecekan setiap enam bulan sekali kepada yayasan-yayasan yang ada di kawasannya dan memperpanjang izin yayasan tersebut setiap tiga tahun sekali. Tapi kenyataan tidak, malah Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati ini merupakan salah satu penerima bantuan Dinsosnakertrans tahun anggaran 2010, sementara izin mereka saja sudah mati," tandas Riki.
Atas temuan tersebut Ketua KPAI Hadi Supeno mendesak Polresta Bogor untuk mengusut kasus tersebut.
Sementara itu Kasatreskrim Polresta Bogor, belum bisa memastikan adanya tindak pidana terhadap kasus tersebut. Saat ini pihaknya baru menerima laporan dari korban yang bernama Dian Ayu Meliana dengan pelapor bernama Riki Nasution dari KPAI.
"Mereka baru melapor, kami belum melakukan BAP karena korban belum memberikan keterangan resmi kepada polisi. Saat ini masih proses pengumpulan informasi saja," kata Indra.
Dalam laporan dengan nomor LP/619/VI/2010/JBR/WIL BGR/RESTA BGR tertanggal 30 Juni tersebut Yayasan Tenaga Kesukarelaan Sejahtera dan Panti Asuhan Anak Permata Hati dikenai pasal 2 Undang-Undang RI 21 TAHUN 2007 tentang Perdagangan orang dan pasal 79 Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak.
Laily R
