New York (ANTARA) - Harga minyak naik tipis dalam perdagangan berombak pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), saat berlanjutnya kelebihan pasokan di sebagian besar pasar mengimbangi harapan bahwa peluncuran vaksin virus corona akan mengangkat permintaan bahan bakar global.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari menguat 32 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 50,29 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup bertambah 42 sen atau 0,9 persen, pada 46,99 dolar AS per barel.
Harga turun lebih dari satu persen di awal sesi setelah OPEC mengatakan permintaan minyak global akan pulih lebih lambat pada 2021 daripada yang diperkirakan sebelumnya, karena dampak pandemi virus corona yang masih ada menghambat upaya kelompok tersebut dan sekutunya untuk mendukung pasar.
Brent dan WTI telah menguat selama enam minggu berturut-turut, kenaikan mingguan terpanjang mereka sejak Juni.
"Momentum harga telah melambat secara signifikan selama beberapa minggu terakhir dan sementara beberapa berita utama baru atau tak terduga bullish mungkin diperlukan untuk memajukan minyak ke wilayah tinggi baru, kami juga akan mencatat pasar yang tampaknya telah mengembangkan kekebalan terhadap berita utama bearish yang biasanya akan menurunkan harga," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.
Tanda-tanda peningkatan pasokan telah membebani pasar. Produksi minyak Libya mencapai 1,28 juta barel per hari pada Senin (14/12/2020), sumber National Oil Corporation (NOC) mengatakan, naik dari 1,25 juta barel per hari pada akhir November.
Di Amerika Serikat, perusahaan-perusahaan energi minggu lalu menambahkan rig minyak dan gas alam paling banyak dalam seminggu sejak Januari ketika produsen-produsen terus kembali ke sumur-sumur pengeboran.
Persediaan minyak mentah global pada Desember masih jauh di atas level 2019 dan 2018, kata firma intelijen pasar Kpler, dengan peningkatan terbesar tahun ini terlihat di China.
“Sementara lonjakan tajam stok global dari awal pandemi Covid di musim semi hingga musim panas mencerminkan permintaan bahan bakar yang lemah awal tahun ini, volume stok minyak mentah yang masih tinggi menunjukkan permintaan di seluruh dunia belum bangkit kembali ke level sebelum Covid,” kata perusahaan itu dalam sebuah catatan.
Negara-negara besar Eropa melanjutkan mode lockdown untuk mengekang penyebaran COVID-19, yang telah mengurangi permintaan bahan bakar. Jerman, ekonomi terbesar keempat di dunia, berencana untuk memberlakukan penguncian yang lebih ketat mulai Rabu (16/12/2020) untuk memerangi virus.
Pada awal perdagangan, harga minyak naik setelah sebuah perusahaan pelayaran mengatakan sebuah kapal tanker minyak terbakar di pelabuhan Saudi di Jeddah, yang oleh Kementerian Energi disebut sebagai tindakan teroris.
“Pedagang selama bertahun-tahun kini telah terbiasa dengan ketegangan yang berkobar di wilayah ini dan ketika itu terjadi, pasar minyak akan naik,” kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak Rystad Energy.
"(Ledakan itu) telah menyebabkan kekhawatiran akan stabilitas di pusat minyak utama Jeddah dan keamanan lalu lintas secara keseluruhan di wilayah tersebut."
Amerika Serikat memulai kampanye vaksinasi melawan COVID-19, mengangkat harapan bahwa pembatasan pandemi dapat segera berakhir dan mengangkat permintaan di konsumen minyak terbesar dunia.
“Minyak mentah Brent didukung oleh aliran finansial dan fisik. Dolar menurun, kurva minyak mentah Brent mundur dan vaksin sedang diluncurkan,” kata kepala analis komoditas SEB, Bjarne Schieldrop.
“Kami kira reli ini masih akan berlanjut.”
OPEC+ telah menunda pertemuan Komite Teknis Bersama dan Komite Pemantau Kementerian hingga 3 dan 4 Januari, OPEC mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (14/12/2020).
Baca juga: Harga minyak turun saat pembatasan Virus Corona, Brent di bawah 50 dolar AS
Baca juga: Harga minyak melonjak dipicu optimisme vaksin, Brent tembus 50 dolar/barel
Baca juga: Harga minyak relatif stabil meski stok minyak mentah AS meningkat drastis