Jakarta (ANTARA) - "Kita hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari."
Ini adalah sebuah kalimat yang mungkin pernah kita baca dalam tulisan yang mengenang sosok Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama H. Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal publik dengan nama pena 'Hamka'.
Kisahnya, ada seseorang pernah mendatangi Hamka.
Ia bilang kalau pelacur di Arab itu memakai cadar dan hijab. Mungkin karena Hamka seorang pemuka agama, mungkin diduga reaksinya akan marah.
Namun, ternyata Hamka tak marah. Ia malah menjawab pernyataan tadi secara tak terduga.
"Oh ya? Saya barusan dari Los Angeles dan New York, Masya Allah, ternyata disana tidak ada pelacur," kata dia.
Orang yang mendatangi Hamka pun tak percaya. "Ah, mana mungkin Buya," ucap orang itu.
Maka keluarlah kalimat pamungkas dari Hamka, bahwa manusia hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang hatinya ingin cari.
Meskipun tempatnya suci, tapi yang diburu oleh hati adalah hal-hal yang kotor, maka setan dari golongan jin dan manusia akan berusaha membantu untuk mendapatkan apa yang dicari.
Namun sebaliknya, apabila perjalanan dilakukan dengan hati selalu bersih, maka ia akan menghindari perbuatan tercela tersebut meski sudah berada di depan mata.
Pekerja seks komersial (PSK), termasuk penjaja prostitusi daring, tidaklah ideal bagi negara yang menganut kepercayaan multi-agama seperti Indonesia. Perbuatan itu haram di mata agama manapun, dan tercela pula di mata manusia.
Jadi, tidak hanya di Padang, namun juga di seluruh Indonesia semestinya perbuatan tercela itu ditindak dengan tegas.
Anggota DPR RI dari fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, termasuk yang ingin konsekuen memberantas praktik prostitusi yang semakin marak dan mungkin hampir dianggap sebuah kasus biasa saja oleh para generasi milenial Indonesia.
Namun, cara dia melakukan pembuktian dengan penggerebekan pada Minggu (26/1/2020) membuat anggota DPR RI dari fraksi PKS Mardani Ali Sera kembali teringat kalimat pamungkas Hamka di atas.
Andre memang berhasil membuktikan ada praktik prostitusi daring di Indonesia khususnya di Padang, Sumatera Barat, kota kelahirannya.
Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dia juga yang memesan jasa wanita diduga PSK berinisial NN (26) lewat aplikasi ponsel pintar milik rekannya?
Menurut keterangan Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Polisi Stefanus Satake Bayu Setianto, setelah terjadi kesepakatan harga dan lokasi pertemuan, Andre kemudian menghubungi Polda Sumbar untuk melakukan penggeledahan di hotel yang sudah ditentukan.
Petugas yang diterjunkan pun langsung menangkap NN beserta satu orang muncikari berinisial AS (24) di lokasi pada Minggu (26/1) sekitar pukul 14.30 WIB.
"Petugas yang menggeledah langsung mengamankan NN dan muncikari serta barang bukti berupa uang sebesar Rp800 ribu," ungkap Kombes Pol Bayu di Padang, Sumatera Barat.
Kendati ditangkap, Polda Sumbar menangguhkan penahanan setelah adanya permohonan dari pihak keluarga dan kuasa hukumnya.
NN pun kini sudah pulang dijemput keluarganya dan dikenakan wajib lapor dua kali dalam satu minggu.
Darurat prostitusi daring
Motif Andre menjebak NN kabarnya karena ia gusar dengan prostitusi daring di Sumatera Barat.
Motif itu sebetulnya bisa jadi terpuji mengingat rata-rata anak-anak di bawah umur terancam menjadi korban dari praktik prostitusi generasi baru itu.
Mereka adalah anak-anak putus sekolah yang diimingi pekerjaan dan penghasilan.
Sejumlah kasus prostitusi daring yang pernah terkuak salah satunya di Apartemen Kalibata City Jakarta Selatan pada 29 Januari 2020.
Berawal dari laporan warga terkait orang hilang yang diterima oleh Polres Metro Depok pada 23 Januari 2020, tim pun melakukan melakukan pencarian terhadap orang hilang, berdasarkan informasi dan bukti-bukti, korban orang hilang berada di Apartemen Kalibata City.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, petugas lantas melakukan penggerebekan di lokasi. Ternyata benar orang yang dilaporkan hilang tersebut berada di Apartemen Kalibata City bersama tiga korban praktik prostitusi dan eksploitasi anak lainnya yang masih di bawah umur.
Polisi menyebutkan, anak-anak di bawah umur tersebut diperdagangkan untuk melayani pria hidung belang dengan cara mengiklankan mereka menggunakan aplikasi "Michat" dan "Wechat".
Para korban tersebut dibayar dengan tarif berkisar antara Rp350 ribu hingga Rp900 ribu per orang. Dari jumlah yang didapatkan para korban disetor kepada pelaku sebesar Rp100 ribu, lalu Rp50 ribu untuk joki dan sewa apartemen per hari Rp350 ribu.
Tentu dapat dibayangkan, apabila masyarakat tidak melaporkan adanya orang hilang, tentu kasus prostitusi seperti ini akan sulit terkuak.
Tindakan Andre Rosiade menjebak NN untuk menangkap AS bisa dikategorikan sebagai laporan masyarakat yang menguntungkan juga.
Hanya saja, karena status Andre seorang politisi yang duduk di DPR RI, maka kasus ini dicurigai motifnya secara politik.
Apalagi menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2020, Kepala Daerah akan berganti termasuk Sumatera Barat.
Tindakan Andre sebetulnya tidak menjadi soal apabila dia menguaknya di Komisi yang tepat di DPR RI.
Sebagai anggota Dewan, Andre bisa menggunakan hak interpelasinya untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait maraknya prostitusi daring saat ini.
Itu andaikan Andre menjadi anggota Komisi I, II, atau III. Tapi, Andre ini kan sekarang duduk di Komisi VI DPR RI. Makanya, ada yang mencurigai ini berhubungan dengan pelanggaran etika politik anggota Dewan.
Enggan komentar
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad enggan berkomentar terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR-RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade.
"Saya enggak berkomentar soal... apa namanya... pelanggaran etika. Karena hal itu kan diatur sendiri baik melalui Undang-Undang MPR/DPR/DPD/DPRD (UU MD3) maupun tata beracara di Majelis Kehormatan DPR RI (MKD)," ujar Dasco di Jakarta, Rabu malam.
Ia mempersilakan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk melaporkan dugaan pelanggaran etika tersebut. Karena secara prosedur, pelaporan itu sudah diatur oleh MKD.
"Nanti biar MKD saja yang memutuskan apakah ini bisa ditindaklanjuti atau tidak ditindaklanjuti. Saya tidak mau berkomentar lebih banyak," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Menurut Dasco, setiap warga negara memiliki hak untuk melaporkan wakil rakyatnya, termasuk mengenai kasus yang menyeret Andre Rosiade.
"Kalau untuk masalah Andre Rosiade saya pikir semua warga negara kan itu memang berhak melakukan langkah-langkah terhadap statement pejabat seperti anggota DPR dan sudah ada juga saluran resminya yang diatur dengan Undang-Undang MD3," ucap dia mengelak.