Sejumlah pemantau asing dari berbagai negara memuji sistem inklusif (melibatkan semua kalangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019, yang antara lain menyertakan orang dengan disabilitas mental sebagai pemilih.
Pujian itu, salah satunya, disampaikan jurnalis senior media Mesir Al Ahram, Ahmed Mahmoud Mohamed, yang menyebut bahwa keikutsertaan pemilih dengan disabilitas mental menjadi satu poin penting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
“Saya sangat terkesan, saya rasa seluruh dunia mempunyai permasalahan yang sama, tetapi ini pertama kalinya saya melihat sebuah negara mempunyai solusi yang baik,” kata Ahmed mewakili pemantau asing dari Mesir kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ahmed menambahkan bahwa solusi tersebut tercermin dari keseriusan negara dalam mengumpulkan orang-orang dengan disabilitas mental dan memulihkan mereka hingga siap memberikan suara untuk menentukan masa depan bangsa.
Ahmed juga mengatakan bahwa sistem pemilu yang inklusif tersebut patut dicontoh oleh negara-negara lain di dunia.
“Ini adalah hal yang sangat bagus yang perlu mulai dilakukan oleh banyak negara lain, karena banyak negara memperlakukan mereka (para disabilitas mental) dengan cara yang tidak baik,” ucap dia.
Komentar senada juga dilontarkan oleh pemantau asing dari komisioner Komisi Pemilihan Umum Timor Leste Maria Virna Ermelinda.
“Pertama, saya lihat itu sebagai sistem demokrasi yang sangat bagus. Dan ini suatu kebanggaan, merehabilitasi orang dari nol, dari yang dia tidak bisa apa-apa, terus sampai dia bisa mengerti, dan dia bisa mengambil suatu keputusan,” kata dia.
Menurut Maria, keikutsertaan pemilih disabilitas mental menunjukkan bahwa Indonesia sangat menghargai seseorang untuk bisa menggunakan hak pilih dalam pesta demokrasi.
Pujian juga disampaikan pemantau asing dari badan pemantau pemilu internasional, Association of World Election Bodies, Seung Ryeol Kim, yang menyebut partisipasi pemilih disabilitas mental adalah bentuk negara yang menghargai hak suara rakyat.
“Saya pikir mereka memang mampu untuk memilih, dan kita harus menghargai hal itu sebagaimana hukum pemilu Indonesia yang juga sangat menghargai hak setiap orang untuk memberikan suaranya,” kata dia.
Sebelumnya, sejumlah pemantau asing peserta Election Visit Program yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengunjungi TPS 128, yang berada di Panti Sosial Bina Laras 3, Grogol, Jakarta Barat untuk meninjau langsung proses pemungutan suara yang dilakukan pemilih disabilitas mental di TPS tersebut.
KPU RI menyertakan pemilih disabilitas mental dalam Pemilu Serentak 2019 berdasarkan amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca juga: Jokowi merasa "plong" usai nyoblos di Gambir
Baca juga: Gubernur Jabar: Sudahi perbedaan setelah pemilu
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Pujian itu, salah satunya, disampaikan jurnalis senior media Mesir Al Ahram, Ahmed Mahmoud Mohamed, yang menyebut bahwa keikutsertaan pemilih dengan disabilitas mental menjadi satu poin penting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
“Saya sangat terkesan, saya rasa seluruh dunia mempunyai permasalahan yang sama, tetapi ini pertama kalinya saya melihat sebuah negara mempunyai solusi yang baik,” kata Ahmed mewakili pemantau asing dari Mesir kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ahmed menambahkan bahwa solusi tersebut tercermin dari keseriusan negara dalam mengumpulkan orang-orang dengan disabilitas mental dan memulihkan mereka hingga siap memberikan suara untuk menentukan masa depan bangsa.
Ahmed juga mengatakan bahwa sistem pemilu yang inklusif tersebut patut dicontoh oleh negara-negara lain di dunia.
“Ini adalah hal yang sangat bagus yang perlu mulai dilakukan oleh banyak negara lain, karena banyak negara memperlakukan mereka (para disabilitas mental) dengan cara yang tidak baik,” ucap dia.
Komentar senada juga dilontarkan oleh pemantau asing dari komisioner Komisi Pemilihan Umum Timor Leste Maria Virna Ermelinda.
“Pertama, saya lihat itu sebagai sistem demokrasi yang sangat bagus. Dan ini suatu kebanggaan, merehabilitasi orang dari nol, dari yang dia tidak bisa apa-apa, terus sampai dia bisa mengerti, dan dia bisa mengambil suatu keputusan,” kata dia.
Menurut Maria, keikutsertaan pemilih disabilitas mental menunjukkan bahwa Indonesia sangat menghargai seseorang untuk bisa menggunakan hak pilih dalam pesta demokrasi.
Pujian juga disampaikan pemantau asing dari badan pemantau pemilu internasional, Association of World Election Bodies, Seung Ryeol Kim, yang menyebut partisipasi pemilih disabilitas mental adalah bentuk negara yang menghargai hak suara rakyat.
“Saya pikir mereka memang mampu untuk memilih, dan kita harus menghargai hal itu sebagaimana hukum pemilu Indonesia yang juga sangat menghargai hak setiap orang untuk memberikan suaranya,” kata dia.
Sebelumnya, sejumlah pemantau asing peserta Election Visit Program yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengunjungi TPS 128, yang berada di Panti Sosial Bina Laras 3, Grogol, Jakarta Barat untuk meninjau langsung proses pemungutan suara yang dilakukan pemilih disabilitas mental di TPS tersebut.
KPU RI menyertakan pemilih disabilitas mental dalam Pemilu Serentak 2019 berdasarkan amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca juga: Jokowi merasa "plong" usai nyoblos di Gambir
Baca juga: Gubernur Jabar: Sudahi perbedaan setelah pemilu
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019