Forum Netralitas ASN (aparatur sipil negara) telah melaporkan sembilan orang dosen dari sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) dan Lurah di Bandung yang dianggap tidak netral dalam pemilihan umum (Pemilu) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Koordinator Forum Netralitas ASN Pius Widiyatmoko mengatakan berdasarkan berbagai bukti yang cukup valid, sembilan ASN tersebut secara terang-terangan baik di media sosial maupun secara konvensional melakukan kampanye dengan mengajak masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

"Secara umum seharusnya ASN tidak boleh menyampaikan secara eksplisit keberpihakannya," kata Pius di Car Free Day (CFD) Dago, Jalan Ir Juanda, Kota Bandung, Minggu.

Untuk seorang Lurah yang telah dilaporkannya, Pius menduga lurah tersebut memberikan dukungan untuk pasangan presiden dan wakil presiden nomor urut 02. Sedangkan untuk dosen PTN, ada yang mendukung pasangan nomor urut 01 maupun nomor urut 02.

Untuk ranah PTN, ia mengatakan dosen dari salah satu universitas sekitaran Ujung Berung, Bandung ini mengajak mahasiswanya untuk memilih salah satu calon. Bahkan dosen tersebut turut menyebarkan APK di kampus tersebut.

"Ada juga penyebaran APK (alat peraga kampanye) salah satu paslon di lingkungan kampus untuk Pilpres," katanya.

Dari pantauan yang telah dilakukan pihaknya, selain dosen dan lurah, terdapat juga seorang pegawai di Dinas Perhubungan Kota Bandung yang juga secara terbuka menyampaikan dukungan dia pada salah satu calon. 

Pius menuturkan, ketika seseorang menjadi ASN, maka mereka memiliki keterikatan tertentu dengan sejumlah aturan dan etika dalam bekerja sebagai abdi negara.

Kaitannya dengan Pemilu, setiap ASN memiliki etika untuk tidak secara terang-terangan di depan umum maupun mengajak masyarakat secara luas untuk memilih calom tertentu dalam Pemilu.

ASN wajib menjaga integritas mereka dalam Pemilu sekalipun calon yang maju dalam pemilihan adalah kakak, keluarga, hingga istri atau suami mereka. 

"ASN harus berpegah teguh pada kode etik tersebut," katanya.

Selama ini, Badan Pengawas Pemilu dan KASN telah sering memberikan imbauan terkait dengan kode etik tersebut. Namun sampai sekarang masih banyak ASN yang tidak menyadari hal tersebut.

Baca juga: Hak politik ASN hanya di bilik suara, kata Menpan RB

Satu hal yang dikhawatirkan dengan pelanggaran kode etik tersebut yakni penyalahgunaan jabatan.

Misalnya untuk ASN yang menjabat sebagai Lurah, bisa saja oknum tersebut menggunakan berbagai fasilitas negara untuk memobilisasi massa agar mau memilih salah satu calon dalam Pemilu.

"Yang kita takutkan mereka ini menggunakan jabatan untuk menandatangani pengeluaran uang yang justru digunakan untuk kampanye," kata dia.

Tak hanya itu, jika ASN yang melanggar kode etik ini memiliki level tinggi, dia mampu menekan bawahan agar ikut serta berkampanye.

Atau bisa saja, untuk menunjukan loyalitas pada pimpinan ASN yang levelnya lebih rendah mendukung langkah negatif oknum ASN di atasnya.

Dari aturan yang berlaku, Pius mengatakan ASN yang melanggar kode etik sebenarnya bisa sampai diberhentikan sebagai pegawai negara.

Namun, pemberhentian tersebut tetap berdasarkan penilaian yang dilakukan KASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKD).

Baca juga: Kampanye di medsos, Kades Cimareme jadi tersangka

Baca juga: Kasus kades kampanyekan capres dilanjutkan ke polisi



 

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019