Jakarta (Antaranews Jabar) - Menko Polhukam Wiranto menanggapi viralnya foto keluarganya saat pemakaman cucunya, Ahmad Daniyal Al Fatih, terutama terkait penampilan anggota keluarganya yang bercadar.
Berikut penjelasan lengkap Wiranto berdasarkan rilis Humas Kemenko Polhukam yang diterima di Jakarta, Senin.
Beberapa tahun yang lalu, di saat anak saya Zainal Nurizky (alm) meninggal dunia pada saat belajar Al Quran di Afrika Selatan, ada sebagian orang mengatakan bahwa anak Wiranto menganut Islam radikal, masuk Islam garis keras, kader terorisme dan seterusnya.
Padahal dengan kesadarannya sendiri dia minta izin untuk keluar dari Universitas Gadjah Mada yang sangat bergengsi itu karena keprihatinan dan kesadarannya melihat perilaku sebagian generasi muda yang tidak lagi memiliki kepribadian yang tepuji.
Dia mendalami Al Quran untuk memantapkan akhlaq dan moralnya sebagai basis pengabdiannya ke depan nanti sebagai generasi penerus. Lewat internet, dia memilih tempat belajar Al Quran yang bebas politik, Ponpes Internasional di wilayah Land Asia Afrika Selatan yang khusus untuk memantapkan pemahaman Al Quran yang mengedepankan persaudaraan dan kedamaian, bukan sekolah teroris.
"Sayang sekali baru satu tahun belajar dari 7 tahun yang harus dijalaninya, dia meninggal di sana karena sakit, di saat membaca ayat-ayat suci. Maka saat ada orang yang mencibir dan memfitnah, sayapun hanya tertawa, karena memang tidak perlu saya layani".
Sekarang ini pada saat cucu saya Ahmad Daniyal Al Fatih meninggal dunia, ibu, ayah dan kakak-kakaknya mengenakan busana muslim yang bercadar, bersorban, banyak masyarakat terkejut, media sosial ramai membincangkan tentang mereka.
"Ada yang senang dan ada pula yang mencerca dengan prasangka dan cara mereka. Bahkan mencoba menghubung-hubungkan dengan tugas dan jabatan saya sebagai Menko Polhukam".
Agar anak dan cucu saya dapat menghadap Allah yang Maha Kasih dengan tenang maka tidak ada salahnya kalau saya menjelaskan tentang keluarga saya dan prinsip-prinsip kehidupan yang saya berikan kepada mereka.
Saat ini di tahun 2018 sudah genap setengah abad (50 tahun) saya mengabdikan diri saya kepada Ibu Pertiwi, 32 tahun dalam penugasan sebagai militer aktif dan sisanya 18 tahun dalam politik dan pemerintahan. Banyak yang telah saya lakukan untuk menjaga keutuhan, kedaulatan dan kehormatan negeri ini.
Prestasi, pujian juga fitnah dan cercaan sudah tak terbilang banyaknya, namun tidak menggoyahkan kecintaan saya kepada negeri ini dan keyakinan saya tentang idiologi negara Pancasila, Saptamarga yang telah merasuk dalam jiwa raga saya.
Dengan modal itu saya ajari mereka untuk merasa memiliki, mencintai, membela negeri ini di mana pun posisi mereka, apa pun pekerjaan mereka karena di sinilah kita dilahirkan, dibesarkan, dididik, mendapatkan kehidupan bahkan tempat peristirahatan yang terakhir.
"Jangan campur adukkan agama dengan idiologi negara, jangan jual agama untuk kepentingan politik dan jangan jual agama untuk mencari keuntungan finansial. Dalami agama untuk bekal di akherat dan memberikan kebaikan bagi sesama, bangsa dan negara".
"Kamu boleh kenakan baju apa saja, selama kamu merasa nyaman, tetapi yang penting janganlah penampilanmu hanya untuk pamer tentang ke-Islamanmu, karena kedalaman agamamu bukan diukur dari pakaianmu atau penampilanmu, tetapi akhlak dan perilakumulah yang lebih utama".
Saya memberikan kebebasan kepada keluarga saya untuk menjadi apa saja dan melakukan apa saja sepanjang tidak keluar dari rambu-rambu kehidupan yang telah saya pesankan kepada mereka itu. Saya selalu menekankan kepada mereka untuk berusaha memberikan kebaikan kepada negeri ini dan bukan malah merepotkan negeri ini.
Saya beruntung pernah dipercaya menjadi Panglima ABRI/TNI, tetapi tak seorangpun anak atau menantu saya mengikuti jejak saya sebagai militer, atau menjadi rekanan untuk pengadaan Alutsista.
Saya mendirikan partai Hanura, namun tak seorangpun dari keluarga saya menjadi pengurus partai. Saya memang meminta dengan sungguh-sungguh kepada mereka untuk jangan sekali-kali memanfaat jabatan saya untuk kepentingan pribadi.
Saya bersyukur sampai detik ini kami sekeluarga masih dapat mempertahankan komitmen itu.
Terima kasih kepada siapa saja di saat cucu saya Ahmad Daniyal Al Fatih meninggal dunia, telah memberikan atensi dan doanya. Semoga semua itu akan menjadi bekal yang menerangi jalan baginya untuk menghadap Tuhan Yang Maha Kasih, Amiin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
Berikut penjelasan lengkap Wiranto berdasarkan rilis Humas Kemenko Polhukam yang diterima di Jakarta, Senin.
Beberapa tahun yang lalu, di saat anak saya Zainal Nurizky (alm) meninggal dunia pada saat belajar Al Quran di Afrika Selatan, ada sebagian orang mengatakan bahwa anak Wiranto menganut Islam radikal, masuk Islam garis keras, kader terorisme dan seterusnya.
Padahal dengan kesadarannya sendiri dia minta izin untuk keluar dari Universitas Gadjah Mada yang sangat bergengsi itu karena keprihatinan dan kesadarannya melihat perilaku sebagian generasi muda yang tidak lagi memiliki kepribadian yang tepuji.
Dia mendalami Al Quran untuk memantapkan akhlaq dan moralnya sebagai basis pengabdiannya ke depan nanti sebagai generasi penerus. Lewat internet, dia memilih tempat belajar Al Quran yang bebas politik, Ponpes Internasional di wilayah Land Asia Afrika Selatan yang khusus untuk memantapkan pemahaman Al Quran yang mengedepankan persaudaraan dan kedamaian, bukan sekolah teroris.
"Sayang sekali baru satu tahun belajar dari 7 tahun yang harus dijalaninya, dia meninggal di sana karena sakit, di saat membaca ayat-ayat suci. Maka saat ada orang yang mencibir dan memfitnah, sayapun hanya tertawa, karena memang tidak perlu saya layani".
Sekarang ini pada saat cucu saya Ahmad Daniyal Al Fatih meninggal dunia, ibu, ayah dan kakak-kakaknya mengenakan busana muslim yang bercadar, bersorban, banyak masyarakat terkejut, media sosial ramai membincangkan tentang mereka.
"Ada yang senang dan ada pula yang mencerca dengan prasangka dan cara mereka. Bahkan mencoba menghubung-hubungkan dengan tugas dan jabatan saya sebagai Menko Polhukam".
Agar anak dan cucu saya dapat menghadap Allah yang Maha Kasih dengan tenang maka tidak ada salahnya kalau saya menjelaskan tentang keluarga saya dan prinsip-prinsip kehidupan yang saya berikan kepada mereka.
Saat ini di tahun 2018 sudah genap setengah abad (50 tahun) saya mengabdikan diri saya kepada Ibu Pertiwi, 32 tahun dalam penugasan sebagai militer aktif dan sisanya 18 tahun dalam politik dan pemerintahan. Banyak yang telah saya lakukan untuk menjaga keutuhan, kedaulatan dan kehormatan negeri ini.
Prestasi, pujian juga fitnah dan cercaan sudah tak terbilang banyaknya, namun tidak menggoyahkan kecintaan saya kepada negeri ini dan keyakinan saya tentang idiologi negara Pancasila, Saptamarga yang telah merasuk dalam jiwa raga saya.
Dengan modal itu saya ajari mereka untuk merasa memiliki, mencintai, membela negeri ini di mana pun posisi mereka, apa pun pekerjaan mereka karena di sinilah kita dilahirkan, dibesarkan, dididik, mendapatkan kehidupan bahkan tempat peristirahatan yang terakhir.
"Jangan campur adukkan agama dengan idiologi negara, jangan jual agama untuk kepentingan politik dan jangan jual agama untuk mencari keuntungan finansial. Dalami agama untuk bekal di akherat dan memberikan kebaikan bagi sesama, bangsa dan negara".
"Kamu boleh kenakan baju apa saja, selama kamu merasa nyaman, tetapi yang penting janganlah penampilanmu hanya untuk pamer tentang ke-Islamanmu, karena kedalaman agamamu bukan diukur dari pakaianmu atau penampilanmu, tetapi akhlak dan perilakumulah yang lebih utama".
Saya memberikan kebebasan kepada keluarga saya untuk menjadi apa saja dan melakukan apa saja sepanjang tidak keluar dari rambu-rambu kehidupan yang telah saya pesankan kepada mereka itu. Saya selalu menekankan kepada mereka untuk berusaha memberikan kebaikan kepada negeri ini dan bukan malah merepotkan negeri ini.
Saya beruntung pernah dipercaya menjadi Panglima ABRI/TNI, tetapi tak seorangpun anak atau menantu saya mengikuti jejak saya sebagai militer, atau menjadi rekanan untuk pengadaan Alutsista.
Saya mendirikan partai Hanura, namun tak seorangpun dari keluarga saya menjadi pengurus partai. Saya memang meminta dengan sungguh-sungguh kepada mereka untuk jangan sekali-kali memanfaat jabatan saya untuk kepentingan pribadi.
Saya bersyukur sampai detik ini kami sekeluarga masih dapat mempertahankan komitmen itu.
Terima kasih kepada siapa saja di saat cucu saya Ahmad Daniyal Al Fatih meninggal dunia, telah memberikan atensi dan doanya. Semoga semua itu akan menjadi bekal yang menerangi jalan baginya untuk menghadap Tuhan Yang Maha Kasih, Amiin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018