Bandung (Antaranews Jabar) - Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Rakyat Antikorupsi Tatar Sunda (LSM Brantas) menduga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan praktik korupsi tahun anggaran 2016-2017.

Ketua Umum LSM Brantas, Wanwan Mulyawan, di Bandung, Selasa, mengatakan, berbagai proyek yang menjadi kewenangan Dinas PUPR Kabupaten Tasikmalaya diindikasi telah terjadi malaadministrasi, seperti pengadaan pengerjaan jembatan Leuwitere di Kecamatan Bojongasih senilai Rp5,874 miliar pada 2016.

Menurutnya, pembangunan yang dilaksanakan PT. Purna Graha Abadi ini sangat diada-ada karena infrastruktur penunjangnya belum tersedia.

"Ini membuktikan perencanaan dari Dinas PUPR Kabupaten Tasikmalaya yang tidak matang," ujar Wanwan.

Selain tidak ada akses jalan penunjang, menurut dia, jalan yang ada pun dalam kondisi rusak sehingga berbahaya bagi yang melintasinya.

Akibatnya, kata dia, saat ini jembatan itu sangat jarang digunakan masyarakat sehingga pembangunannya terkesan sia-sia.

"Pengguna kendaraan juga banyak yang kecelakaan di situ karena jalannya rusak," ujarnya.

Hal serupa menurutnya terjadi juga pada pembangunan Jembatan Cilonggan. Ia menduga perencanaan tidak sesuai ketentuan, namun hanya mengejar "fee" atau keuntungan semata.

Wanwan juga menduga, Dinas PUPR selalu meminta gratifikasi kepada setiap perusahaan yang mengerjakan proyek. Menurutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tasikmalaya meminta fee sekitar 5-10 persen kepada setiap perusahaan yang mengerjakan.

"Juga pembangunan Jalan Cisinga tahun 2017. Selain meminta fee, perencanaan kurang baik karena ada bukit yang dihancurkan, kan merusak lingkungan," katanya.

Begitu pula dengan dugaan adanya penggelembungan nilai pengerjaan Jembatan Citanduy. Kata dia, saat itu Dinas PUPR mengajukan bantuan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp15 miliar untuk pembangunan jembatan itu.

"Tapi setelah dihitung ulang, ternyata cukup dengan Rp7 miliar," ujarnya.

Ia mengaku telah melaporkan dugaan korupsi tersebut ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada 31 Mei 2018. Setelah sebelumnya laporan yang dilaporkan Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya tidak ditindaklanjuti.

"Banyak laporan, tidak hanya Dinas PUPR. Ada 13 kasus dari berbagai dinas yang sudah dilaporkan ke kejari. Tapi di kejari selalu jalan di tempat," katanya.

Ia berharap setelah melapor ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, kasus dugaan korupsi tersebut bisa menemu titik terang.

"Saya punya bukti otentik. Nanti saya buka semuanya di hadapan Kejaksaan," kata dia.



 

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018