Bandung (Antaranews Jabar) - Sebanyak 20 siswa penyandang tunanetra dari Yayasan Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna mengikuti pelatihan melukis yang diinisiasi Komunitas Teman TanpaBatas, Kota Bandung, Jumat.
"Ini kegiatan yang pertama di Wyata Guna bahkan mungkin di panti-panti yang ada di Kemensos khususnya tunanetra. Ini adalah suatu hal yang monumental," ujar Humas PSBN Wyata Guna, Suhendar, di Bandung, Jumat.
Pelatihan melukis ini menjadi sebuah gebrakan baru bagi para penyandang tunanetra di PSBN Wyata Guna karena sebelumnya tak ada materi khusus yang diajarkan kepada siswa mengenai cara melukis.
Sehari-hari kegiatan di Wyata Guna hanya diisi pelatihan peningkatan kemampuan seperti pijat maupun kegiatan di alam terbuka, di samping pengetahuan umum.
Melalui pendampingan volunteer dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung, mereka mulai menggoreskan cat akrilik ke dalam kanvas berukuran A3.
Hendar mengatakan, kegiatan melukis yang dilakukan penyandang tunanetra ini seolah melabrak takdir keterbatasan pengelihatan yang mereka miliki. Namun, kata dia, membuat lukisan bukan hanya semata mengandalkan pandangan visual, akan tetapi melibatkan perasaan di dalamnya.
"Dalam kacamata awam bahwa lukisan itu identik dengan visual. Tapi persoalannya adalah bagaimana memaksimalkan perasaan yang dituangkan lewat imajinasi sehingga terbentuk suatu gambar," kata dia.
Selain itu, kegiatan tersebut sebagai gambaran kepada masyarakat bahwa keterbatasan pengelihatan bukanlah sebuah halangan untuk mengekpresikan diri ke dalam bentuk visual.
"Kita memberikan edukasi terhadap masyarakat di mana ada stigma bahwa tunanetra tidak bisa apa-apa terutama di bidang visual dan mudah-mudahan ini terjawab," kata dia.
Di tempat yang sama, Pendiri Komunitas Teman TanpaBatas, Gerry Bagus Karang, mengatakan, kegiatan ini menjadi media penggalian potensi yang dimiliki setiap penyandang tunanetra.
Ia percaya, meski memiliki keterbatasan dalam pengelihatan, dalam diri mereka tersimpan bakat serta kelebihan dibanding masyarakat pada umumnya.
"Kita juga ingin mengedukasi masyarakat lukisan itu bukan hanya bicara soal visual tapi ada elemen yang jauh lebih penting yaitu soal rasa," katanya.
Ke depan, lukisan-lukisan yang telah dibuat akan dinilai oleh tim kurator dari Institut Teknologi Bandung (ITB) guna menjadi bahan kajian mahasiswa maupun komunitas Teman TanpaBatas ITB.
"Jadi nanti mereka bisa sharing dan kita sama-sama belajar apa itu lukisan dan apa yang terkandung dalam lukisan itu," katanya.
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari siswa Wyata Guna, salah satunya Elda Fahmi (17). Elda mengaku melalui gambar, emosi yang sebelumnya tersimpan dalam hati, dapat tercurahkan seluruhnya dalam bentuk lukisan.
Awalnya ia ragu bisa melukis di kanvas. Namun setelah menggoreskan tinta, keraguan tersebut luput dari pikirannya.
"Saya melukis berdasarkan kehidupan yang ia rasakan. Awalnya bingung pasti acak-acakan tapi sama saya penasaran. Pas nyoba kuas jadi tambah penasaran," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Ini kegiatan yang pertama di Wyata Guna bahkan mungkin di panti-panti yang ada di Kemensos khususnya tunanetra. Ini adalah suatu hal yang monumental," ujar Humas PSBN Wyata Guna, Suhendar, di Bandung, Jumat.
Pelatihan melukis ini menjadi sebuah gebrakan baru bagi para penyandang tunanetra di PSBN Wyata Guna karena sebelumnya tak ada materi khusus yang diajarkan kepada siswa mengenai cara melukis.
Sehari-hari kegiatan di Wyata Guna hanya diisi pelatihan peningkatan kemampuan seperti pijat maupun kegiatan di alam terbuka, di samping pengetahuan umum.
Melalui pendampingan volunteer dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung, mereka mulai menggoreskan cat akrilik ke dalam kanvas berukuran A3.
Hendar mengatakan, kegiatan melukis yang dilakukan penyandang tunanetra ini seolah melabrak takdir keterbatasan pengelihatan yang mereka miliki. Namun, kata dia, membuat lukisan bukan hanya semata mengandalkan pandangan visual, akan tetapi melibatkan perasaan di dalamnya.
"Dalam kacamata awam bahwa lukisan itu identik dengan visual. Tapi persoalannya adalah bagaimana memaksimalkan perasaan yang dituangkan lewat imajinasi sehingga terbentuk suatu gambar," kata dia.
Selain itu, kegiatan tersebut sebagai gambaran kepada masyarakat bahwa keterbatasan pengelihatan bukanlah sebuah halangan untuk mengekpresikan diri ke dalam bentuk visual.
"Kita memberikan edukasi terhadap masyarakat di mana ada stigma bahwa tunanetra tidak bisa apa-apa terutama di bidang visual dan mudah-mudahan ini terjawab," kata dia.
Di tempat yang sama, Pendiri Komunitas Teman TanpaBatas, Gerry Bagus Karang, mengatakan, kegiatan ini menjadi media penggalian potensi yang dimiliki setiap penyandang tunanetra.
Ia percaya, meski memiliki keterbatasan dalam pengelihatan, dalam diri mereka tersimpan bakat serta kelebihan dibanding masyarakat pada umumnya.
"Kita juga ingin mengedukasi masyarakat lukisan itu bukan hanya bicara soal visual tapi ada elemen yang jauh lebih penting yaitu soal rasa," katanya.
Ke depan, lukisan-lukisan yang telah dibuat akan dinilai oleh tim kurator dari Institut Teknologi Bandung (ITB) guna menjadi bahan kajian mahasiswa maupun komunitas Teman TanpaBatas ITB.
"Jadi nanti mereka bisa sharing dan kita sama-sama belajar apa itu lukisan dan apa yang terkandung dalam lukisan itu," katanya.
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari siswa Wyata Guna, salah satunya Elda Fahmi (17). Elda mengaku melalui gambar, emosi yang sebelumnya tersimpan dalam hati, dapat tercurahkan seluruhnya dalam bentuk lukisan.
Awalnya ia ragu bisa melukis di kanvas. Namun setelah menggoreskan tinta, keraguan tersebut luput dari pikirannya.
"Saya melukis berdasarkan kehidupan yang ia rasakan. Awalnya bingung pasti acak-acakan tapi sama saya penasaran. Pas nyoba kuas jadi tambah penasaran," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018