Cianjur  (Antaranews Jabar) - Forum Silaturahmi Warga Cianjur, Jawa Barat, mengancam akan menggugat Pemkab Cianjur jika instansi tersebut tidak mengembalikan fungsi gedung SDN Ibu Jenab I sebagai cagar budaya, kata pengacara Susane Febrianti di Cianjur Rabu.

Aktivis budaya  yang sempat menggelar pertemuan di rumah cagar budaya di Cianjur memberikan waktu dua pekan kepada Pemkab Cianjur untuk menunjukkan itikad baiknya.

Susana Febrianti, yang menjadi kuasa hukum Forum Silaturahmi  mengatakan, petemuan turunan dan trah Siti Jenab dan sejumlah tokoh Jabar, seharusnya dihadiri Bupati Cianjur. Tapi Bpati urung datang tanpa alasan.

Pertemuan tersebut membuahkan sejumlah  keputusan penting seperti mengembalikan fungi sesuai wakaf lahan dan menjaga keutuhan bangunan, terlebih setelah pengusulan lokasi sebagai Cagar Budaya.

"Hasil dari pertemuan tersebut, telah diserahkan pada konsultan bidang budayan yang mewakili Bupati Cianjur yang tidak bisa hadir. Harapan kami Bupati dapat melaksanakan permintaan tersebut," katanya.

Ketua Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia Jawa Barat Prof Nina Herlina Lubis mengatakan, pihaknya meminta pemerintah daerah memperhatikan aspirasi tersebut karena pemberi wakaf menginginkan tanah terkait menjadi lahan pendidikan.

"Meskipun tanah menjadi milik Pemda, lokasi tersebut harus tetap jadi sarana pendidikan karena masuk dalam cagar budaya. Status lahan tersebut sudah diusulkan menjadi situs cagar budaya, bahkan pihak keluarga meminta bantuan provinsi dan sudah ditindaklanjuti dan dalam proses pengkajian," katanya.

Sehingga pemerintah daerah tidak dapat menganggu gugat bangunan yang ada di atas lahan tersebut. Bahkan pemerintah daerah diharapkan dapat menyerahkan kembali lahan dan tidak melancarkan rencana pembangunan kantung parkir di lokasi itu.

Meskipun kepindahan sekolah tidak dapat dilakukan dengan alasan apapun, namun bangunan yang ada tidak boleh dibongkar karena hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya.

Berdasarkan kesepakatan, sebaiknya lahan dijadikan museum yang fokus pada sejarah perjuangan Siti Jenab untuk pendidikan kaum perempuan. Opsi terakhir, pemerintah kabupaten dapat membangun perpustakaan di lahan yang saat ini masih disegel warga.

"Pemerintah sebenarnya harus terima terkait semua upaya agar lokasi tidak diganggu gugat karena seluruh upaya yang dilakukan pihak keturunan tidak bergantung pada Pemkab," katanya.

Seharusnya pemerintah yang mendaftarkan situs tersebut, tambah dia, bukan mengubah fungsi karena ketika tidak dilakukan artinya Pemkab lalai menjalankan kewajiban.

Sementara Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Jabar Luthfi Yondri mengatakan, aspek kelangkaan bangunan menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan untuk tidak membongkar lahan sekolah. Bangunan tersebut masih memenuhi sejumlah poin terkait cagar budaya.

"Setidaknya dari 12 poin ada 9 poin yang terkandung menurut sudut pandang cagar budaya. Bangunan dan sejarahnya mengandung kompleksitas, nilai bagi sejarah, lintas pengaruh dan keterwakilan perjuangan kaum perempuan," katanya.

Berdasarkan popularitas, ungkap dia, lokasi bekas sekolah memungkinkan untuk menjadi cagar budaya, sejak berdiri pada 1906, sekolah Ibu Jenab 1 sangat dikenal dan menjadi sarana pendidikan favorit.

"Ini harus menjadi komitmen bersama pemerintah karena di ranah Undang Undang Cagar Budaya, kalau proses belajar tidak kembali seperti semula, maka bangunan perlu direvitalisasi bukan dialih fungsikan," katanya. 

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018