Pemerintah pusat dan Jawa Barat, memperkuat kuda-kuda kebijakan ekonomi khususnya soal ketahanan pangan dan tata kelola fiskal daerah menjelang tutup tahun 2025, dengan ujian krusial yang akan datang lewat momentum Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

Meski fundamental ekonomi nasional diklaim solid, pemerintah menilai situasi akhir tahun membutuhkan pendekatan taktis yang tidak biasa, mengingat di periode tersebut ada ancaman cuaca basah ekstrem yang akan menambah potensi gejolak harga selain akibat lonjakan permintaan musiman dengan risiko menggerus daya beli masyarakat.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan dalam keterangan di Bandung, Rabu  menegaskan, periode ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tapi pembuktian efektivitas koordinasi pusat-daerah.

"Kebijakan harus cepat, akurat, dan berdampak langsung. Momentum akhir tahun menjadi ujian penting bagi ketahanan pangan, tata kelola fiskal, dan inovasi daerah," ujar Ferry yang juga mengatakan hal ini di High Level Meeting TPID dan TP2DD Provinsi Jawa Barat, menjelang momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 di Kabupaten Garut.

Menurut Ferry, strategi pemerintah kali ini bertumpu pada dua pilar yang tak bisa ditunda, yakni penguatan basis data neraca pangan dan optimalisasi digitalisasi daerah. Instrumen fiskal berbasis digital, seperti Kartu Kredit Indonesia (KKI), juga didorong penggunaannya untuk mempercepat belanja publik guna menopang konsumsi di saat kritis.

Jawa Barat menjadi sorotan utama dalam strategi nasional ini. Dengan populasi terbesar, dinamika pasokan dan permintaan di wilayah ini dinilai sangat menentukan arah inflasi nasional.

Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan mengingatkan, jajarannya agar tidak terlena dengan capaian inflasi yang saat ini masih dalam target.

Dia menekankan bahwa tekanan musiman akhir tahun memiliki karakteristik cepat dan menyasar komoditas spesifik.

"Kita harus pastikan ketersediaan barang, kelancaran distribusi, dan komunikasi publik berjalan efektif agar masyarakat tidak terbebani oleh gejolak harga," ucap Erwan.


Ia menyerukan sinergi yang lebih agresif antara Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD). Mekanisme Kerja Sama Antar Daerah (KAD) juga wajib untuk dimaksimalkan sebagai katup pengaman jika terjadi kelangkaan pasokan di satu titik.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat memandang langkah stabilisasi akhir tahun ini sebagai batu loncatan untuk tahun 2026 guna menjaga daya beli masyarakat dari gejolak harga, memperkuat ketahanan ekonomi, dan memastikan kebijakan publik berbasis data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hal itu, seluruh pemangku kebijakan perlu mengamankan tiga hal krusial yakni pengamanan stok pangan strategis, pengendalian tarif transportasi, serta mitigasi risiko distribusi akibat cuaca ekstrem.

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2025