Antarajabar.com - Pemkab Cianjur sudah waktunya membuat pusat pelayanan kesehatan jiwa., mengingat tingginya penderita gangguan jiwa dengan kategori ringan hingga berat di daerah tersebut, kata seorang dokter.
        
Dokter Spesialis Kejiwaan RSUD Cianjur, Syafari Soma di Cianjur, Senin, mengatakan ribuan orang datang untuk berkonsultasi masalah kejiwaan selama satu bulan terahir.
        
Jumlah tersebut terbagi ke dalam beberapa katagori, datang hanya sekedar konsultasi atau memang berobat karena mengidap gangguan jiwa."Jumlah tersebut yang baru datang ke rumah sakit, belum termasuk yang tidak berobat," katanya.
        
Dia menjelaskan, gangguan jiwa adalah masalah otak dan dapat disembuhkan, sama dengan penyakit hipertensi dan diabetes, namun selama ini penyakit gangguan kejiwaan belum ditanggapi secara serius karena kurangnya pemahaman warga.
        
Gangguan kejiwaan tambah dia, menjadi permasalahan yang kompleks karena anggapan warga, penyakit tersebut hanya bisa disembuhkan orang pintar atau ahli spritual bukan secara medis.
       
 "Ketika orang yang mengalami gangguan jiwa itu sudah tidak bisa ditangani ahli spiritual, baru pihak keluarga memilih membawanya ke dokter, untuk itu dibutuhkan pusat pelayanan kesehatan jiwa dengan banyaknya warga yang mengalami gangguan jiwa," katanya.
        
Tingginya angka gangguan jiwa di Cianjur, ditambah kurangnya dokter spesialis kejiwaan, saat ini hanya ada dua dokter spsialis jiwa yang bertugas di RSUD Cianjur untuk melayani puluhan pasien setiap hari.
        
"Hanya ada dua orang dokter spesialis jiwa, evektifnya setiap kecamatan satu termasuk ada tempat perawatan. Gaji yang diberikan harus memadai, agar mereka tidak mementingkan pelayanan di tempat praktek pribadi," katanya.
        
Pihaknya mencatat sekitar tiga ribu orang mengalami gangguan jiwa berat, di satu desa ada 10 orang yang mengalami gangguan jiwa."Hitungannnya minimal 1 per 1000 adalah pasien dengan katagori berat. Tiap satu desa yakin ada 10 pasien," katanya.
        
Resikonya, tambah dia, mereka harus dipasung karena kualitas hidupnya yang buruk sehingga merepotkan orang lain atau menganggu orang lain. Sedangkan program Indonesia Bebas Pasung, pihaknya menilai hal tersebut belum dapat dilakukan karena belum ada cara seperti apa.
        
Namun tutur dia, untuk menurunkan angka gangguan jiwa harus ada pusat pelayanan jiwa yang lengkap agar tidak ada anggapan orang yang berobat itu disangka gangguan jiwa."Kami berharap pemkab dapat membuat pusat pelayanan agar angka gangguan jiwa dapat diminimalisir," katanya.

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017