Antarajabar.com - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Jawa Barat menolak calon kepala daerah yang mendukung Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang kebijakan pemberlakuan sekolah lima hari atau full day school.
        
"Alasan kami mengeluarkan pernyataan tersebut agar calon kepala daerah yang terpilih nanti memiliki pemahaman yang sama dalam memandang kebijakan tersebut," kata Ketua PWNU Jawa Barat KH Hasan Nuri Hidayatullah di Bandung, Sabtu.
        
Terlebih, kata dia, kebijakan full day school melanggar undang-undang karena bertentangan dengan Pasal 51 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamanatkan pengelolaan pendidikan dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal berbasis sekolah/madrasah.
        
Ia mengatakan mencermati kebijakan tentang hari sekolah yang di dalamnya menetapkan lima hari sekolah/delapan jam sehari (full day school), pihaknya menyatakan mendukung penuh pentingnya pendidikan karakter sebagaimana termaktub dalam nawacita untuk dilaksanakan dalam bentuk kebijakan-kebijakan kreatif yang selaras dengan kearifan lokal yang tumbuh sesuai dengan kultur di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan gejolak.
        
"Dalam hal ini, negara perlu mengafirmasi usaha-usaha pembentukan karakter masyarakat tersebut," kata dia.
        
Menurut dia, pembentukan karakter dengan penambahan waktu atau jam sekolah merupakan dua hal berbeda. Pembentukan karakter tidak secara otomatis bisa dicapai dengan jalan menambahkan jam sekolah.
        
Dengan demikian, lanjut dia, kebijakan tersebut tidak senafas dengan UU Sistem Pendidikan Nasional yang selama ini cukup demokratis dan mendirikan satuan-satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesiapan sekolah/madrasah masing-masing.
        
Ia mengatakan jika mengacu pada ketentuan waktu kerja guru sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang menjelaskan bahwa beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
        
Oleh karena itu, berdasarkan kajian mendalam dan pemantauan intensif yang kami lakukan, fakta dilapangan menunjukkan bahwa mayoritas sekolah belum siap dalam rangka menerima kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran (full day school).
        
"Kesiapan itu menyangkut banyak hal antara lain terkait fasilitas yang menunjang kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran (full day school)," kata dia.
        
Alasan penerapan lima hari sekolah/delapan jam belajar (full day school) yang didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak kota seharian penuh ditinggalkan orang tuanya sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam pergaulan bebas tidak sepenuhnya benar.
        
"Sebab pada kenyataannya kota-kota besar di Indonesia tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi, nilai-nilai dan pendidikan agama yang sudah berlangsung selama ini," kata dia.
        
Ia mengatakan tidak semua orang tua peserta didik bekerja sehari penuh, utamanya mereka yang di pelosok pedesaan bekerja sebagai petani dan nelayan yang separuh waktunya dalam sehari tetap bisa dipakai bersama-sama dengan putra-putri mereka.
        
"Belajar tidak selalu identik dengan sekolah. Interaksi sosial peserta didik dengan lingkungan tempat tinggalnya juga bagian dari proses pendidikan karakter sehingga mereka tidak tercabut dari nilai-nilai adat tradisi dan kebiasaan yang berkembang selama ini," kata dia.

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017