Antarajabar.com - Penanganan kemiskinan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat tergolong lamban bahkan dari tahun ke tahun angka tersebut cenderung mengalami peningkatan di daerah itu.
"Penanganan kemiskinan belum optimal, ini dikarenakan lemahnya fokus pemerintah daerah dan juga akibat belum sinkronnya data sasaran antar instansi pemerintahan," kata Kepala Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cirebon Agung Gumilang di Cirebon, Senin.
Dia menuturkan instansi satu dengan lainnya, termasuk kementerian, memiliki indikator kemiskinan yang bisa jadi berbeda.
Tidak hanya itu, indikator kemiskinan yang ditetapkan pemerintah pusat memungkinkan kurang relevan dengan kondisi suatu daerah.
"Penanganan kemiskinan dilakukan lintas instansi teknis pemda atau lintas sektor, artinya tidak ada koordinator gugus tugas kemiskinan," tuturnya.
Agung melanjutkan penanganan kemiskinan yang birokratif di lembaga pemerintah, cukup membebani warga miskin sehingga mereka sulit memperoleh akses pelayanan.
Dimana dia mencontohkan, jika seorang warga miskin sangat mungkin mendapat layanan program kemiskinan seperti kesehatan, pendidikan, maupun rutilahu, namun pelaksana kegiatan itu ada pada instansi pemerintah yang berbeda.
"Sementara di tingkat terkecil, fungsi kecamatan pun belum optimal dalam membantu mempermudah layanan bagi warga miskin," lanjutnya.
"Semua hal itu menyebabkan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Cirebon relatif lamban," tambahnya.
Pada tahun 2014, BPS Kabupaten Cirebon mencatat angka kemiskinan 14,22 persen dan meningkat pada 2015 menjadi 15,18 persen dari jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa.
Ia menjelaskan setiap tahun penanganan kemiskinan diprogramkan, namun pencapaiannya kerap belum optimal.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017
"Penanganan kemiskinan belum optimal, ini dikarenakan lemahnya fokus pemerintah daerah dan juga akibat belum sinkronnya data sasaran antar instansi pemerintahan," kata Kepala Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cirebon Agung Gumilang di Cirebon, Senin.
Dia menuturkan instansi satu dengan lainnya, termasuk kementerian, memiliki indikator kemiskinan yang bisa jadi berbeda.
Tidak hanya itu, indikator kemiskinan yang ditetapkan pemerintah pusat memungkinkan kurang relevan dengan kondisi suatu daerah.
"Penanganan kemiskinan dilakukan lintas instansi teknis pemda atau lintas sektor, artinya tidak ada koordinator gugus tugas kemiskinan," tuturnya.
Agung melanjutkan penanganan kemiskinan yang birokratif di lembaga pemerintah, cukup membebani warga miskin sehingga mereka sulit memperoleh akses pelayanan.
Dimana dia mencontohkan, jika seorang warga miskin sangat mungkin mendapat layanan program kemiskinan seperti kesehatan, pendidikan, maupun rutilahu, namun pelaksana kegiatan itu ada pada instansi pemerintah yang berbeda.
"Sementara di tingkat terkecil, fungsi kecamatan pun belum optimal dalam membantu mempermudah layanan bagi warga miskin," lanjutnya.
"Semua hal itu menyebabkan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Cirebon relatif lamban," tambahnya.
Pada tahun 2014, BPS Kabupaten Cirebon mencatat angka kemiskinan 14,22 persen dan meningkat pada 2015 menjadi 15,18 persen dari jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa.
Ia menjelaskan setiap tahun penanganan kemiskinan diprogramkan, namun pencapaiannya kerap belum optimal.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017