Antarajabar.com - Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat Syahrir sepakat dengan usulan pemasangan global positioning system (GPS) kepada setiap petugas lapas atau sipir sebagai upaya meningkatkan standar pengawasan sipir yang mengawal narapidana ketika keluar lapas.
"Setuju-setuju saja kalau pemasangan GPS untuk petugas lapas itu bertujuan baik namun yang namanya alat kan ada masa atau batas waktunya, terus kalau rusak harus gimana. Itu harus dipikirkan baik-baik," kata Syahrir, di Bandung, Kamis.
Menurut dia, banyaknya permasalahan di lembaga pemasyarakat seperti adanya narapidana yang melakukan 'pelesiran' dengan kedok izin berobat salah satunya dikarenakan kurangnya kualitas dan kuantitas SDM yang berada di lingkungan lapas.
"Memang benar lapas kita ini banyak mengalami permasalahan seperti over capacity, kemudian SDM yang kurang atau berbanding dengan jumlah napi," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Syahrir, harus ada penanganan khusus terkait permasalahan yang ada di lapas seperti pemisahan narapidana berdasarkan kategori tindak kejahatannya.
"Pemisahan napi ini saya kira akan memudahkan petugas dalam melakukan kontrol atau pengawasan kepada napi. Selain itu saya kira kesejahteraan petugas lapas juga harus benar-benar diperhatikan agar mereka tidak tergoda untuk menerima sogokan," kata dia.
Sebelumnya Kalapas Klas 1 A Sukamiskin Bandung Dedi Handoko menuturkan pihaknya akan memasang global positioning system (GPS) kepada setiap petugas lapas atau sipir sebagai upaya meningkatkan standar pengawasan sipir yang mengawal narapidana ketika keluar lapas.
"Jadi, untuk meminimalisir adanya penyimpangan warga binaannya yang hendak keluar lapas kita akan pasang GPS kepada mereka (petugas lapas/sipir)," kata Dedi Handoko, di Bandung, Rabu (8/2).
Menurut dia selama ini modus yang dilakukan warga binaan adalah izin sakit untuk dirujuk ke rumah sakit seperti yang kabar terpidana korupsi Anggoro Widjojo yang diduga berkunjung ke Apartemen Gateway Bandung.
"Pemasang GPS untuk petugas juga sudah pernah dilakukan di Tangerang (ketika dirinya menjadi Kalapas Tangerang). Ini secepatnya, tapi ini memang menyangkut anggaran. Mungkin nanti satu handphone GPS bisa menelan Rp4 hingga Rp5 jutaan, ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017
"Setuju-setuju saja kalau pemasangan GPS untuk petugas lapas itu bertujuan baik namun yang namanya alat kan ada masa atau batas waktunya, terus kalau rusak harus gimana. Itu harus dipikirkan baik-baik," kata Syahrir, di Bandung, Kamis.
Menurut dia, banyaknya permasalahan di lembaga pemasyarakat seperti adanya narapidana yang melakukan 'pelesiran' dengan kedok izin berobat salah satunya dikarenakan kurangnya kualitas dan kuantitas SDM yang berada di lingkungan lapas.
"Memang benar lapas kita ini banyak mengalami permasalahan seperti over capacity, kemudian SDM yang kurang atau berbanding dengan jumlah napi," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Syahrir, harus ada penanganan khusus terkait permasalahan yang ada di lapas seperti pemisahan narapidana berdasarkan kategori tindak kejahatannya.
"Pemisahan napi ini saya kira akan memudahkan petugas dalam melakukan kontrol atau pengawasan kepada napi. Selain itu saya kira kesejahteraan petugas lapas juga harus benar-benar diperhatikan agar mereka tidak tergoda untuk menerima sogokan," kata dia.
Sebelumnya Kalapas Klas 1 A Sukamiskin Bandung Dedi Handoko menuturkan pihaknya akan memasang global positioning system (GPS) kepada setiap petugas lapas atau sipir sebagai upaya meningkatkan standar pengawasan sipir yang mengawal narapidana ketika keluar lapas.
"Jadi, untuk meminimalisir adanya penyimpangan warga binaannya yang hendak keluar lapas kita akan pasang GPS kepada mereka (petugas lapas/sipir)," kata Dedi Handoko, di Bandung, Rabu (8/2).
Menurut dia selama ini modus yang dilakukan warga binaan adalah izin sakit untuk dirujuk ke rumah sakit seperti yang kabar terpidana korupsi Anggoro Widjojo yang diduga berkunjung ke Apartemen Gateway Bandung.
"Pemasang GPS untuk petugas juga sudah pernah dilakukan di Tangerang (ketika dirinya menjadi Kalapas Tangerang). Ini secepatnya, tapi ini memang menyangkut anggaran. Mungkin nanti satu handphone GPS bisa menelan Rp4 hingga Rp5 jutaan, ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017