Antarajabar.com - Ahli Hukum Perbankan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr Zulkarnain Sitompul menyatakan, tindakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tepat meminta perlindungan hukum, ketika PT BPR Mutiara Artha Pratama (Dalam Likuidasi) menghambat proses penyelesaian likuidasi.
        
"LPS berhak mendapatkan perlindungan hukum, menuntut tindak pidana yang menghambat proses likuidasi," kata Zulkarnain usai menjadi saksi ahli persidangan kasus menuntut pemilik BPR Mutiara Artha Pratama di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa.
        
Ia menuturkan LPS memiliki kewenangan melakukan likuidasi ketika perbankan umum maupun BPR gagal menjalankan fungsinya berdasarkan ketetapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
        
"Bank umum, termasuk BPR sudah dicabut izinnya dan dinyatakan gagal, dan tidak berdampak sistemik itu langsung dilikuidasi oleh LPS," katanya.
        
Ia menjelaskan, LPS berhak melakukan tindakan awal untuk menyelamatkan simpanan atau kerugian para nasabah perbankan tersebut.
        
Usai melakukan tindakan awal itu, kata dia, LPS selanjutnya menarik aset perbankan yang dilikuidasi untuk mengganti uang negara berdasarkan Pasal 95 jo. Pasal 47 ayat 3 Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS.
        
"Tanpa putusan pengadilan pun dengan kewenangan yang diberikan, LPS berhak mengambil alih semua aset untuk membayar kerugian masyarakat," katanya.
        
Zulkarnain hadir dalam persidangan lanjutan itu dengan terdakwa yang dituntut LPS yakni pimpinan PT BPR Mutiara Artha Pratama, Tirtareksa yang dianggap menghalang-halangi proses likuidasi.
        
Jaksa Penuntut Umum, Mumuh Andriansyah mengatakan, pemilik BPR tersebut telah menghalang-halangi proses likuidasi sehingga LPS tidak dapat mencairkan aset BPR.
        
"LPS tidak bisa mencairkan aset-aset tersebut," kata Mumuh.
        
Sebelumnya, PT BPR Mutiara Artha Pratama telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 15/134/Kep.GBI/2013 tentang Pencabutan izin BPR tersebut, 23 Desember 2013.
        
Dicabutnya izin usaha BPR itu maka proses pengamanan aset dan likuidasi, termasuk melakukan pembayaran atas simpanan nasabah diserahkan kepada LPS sesuai dengan kewenangan yang diberikan UU tentang LPS.
        
LPS diberikan wewenang oleh UU LPS untuk mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang rapat umum pemegang saham, sehinngga LPS segera melakukan pengamanan aset Bank gagal yang dicabut izinnya itu.
        
Namun upaya pengamanan aset BPR itu terkendala ketika dokumen kepemilikan aset berupa sertifikat hak guna bangunan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor dan mobil tidak berada dalam penguasaan BPR.
        
Keberadaan kepemilikan aset tersebut diduga dikuasai terdakwa Tirtareksa, bahkan melakukan tindakan menghambat proses likuidasi BPR Mutiara Artha yaitu dengan melayangkan surat ke bank dan Badan Pertanahan Nasional dalam upaya pemblokiran.
        
Akibatnya tim likuidasi LPS tidak dapat menjual tanah dan gedung kantor BPR, lalu mengakhiri proses likuidasi.

Pewarta: Feri P

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016