Antarajabar.com - Minimnya tenaga kesehatan di Cianjur, Jabar, membuat target pemerintah daerah untuk membebaskan wilayah tersebut dari penyakit hewan terutama rabies sulit tercapai.

Ketua Komisi II DPRD Cianjur, Teguh Agung, di Cianjur, Rabu, mengatakan, tenaga kesehatan hewan di Cianjur baru tersedia 32 orang atau satu tenaga perkecamatan, idealnya untuk tenaga kesehatan satu orang perdesa.

"Angkanya jauh dari cukup, Ini tentunya membuat target Cianjur dan Jawa Barat bebas rabies serta penyakit hewan lainnya akan terhambat," katanya.

Menurut dia, Cianjur krisis tenaga kesehatan hewan. 

"Kalau bisa penyuluh dari dinas lain dialihkan sebagian untuk menabal kekurangan tersebut," katanya.

Dia menjelaskan, disamping kekurangan tenaga, personil tenaga kesehatan hewan minim biaya transportasi dengan ruang lingkup kerja mereka yang sangat luas. Belum adanya aturan yang mengatur retribusi pemeriksaan hewan ternak atau non ternak membuat tidak adanya pemasukan untuk peningkatan pelayanan.

Termasuk ketersedian Obat, sehingga ketika menemukan kasus pada hewan petugas hanya memberikan vaksin. 

Sementara Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Cianjur mencatat, sebanyak 16 warga Cianjur menjadi korban gigitan anjing rabies, tiga di antaranya meninggal dunia. Sedangkan untuk menekan kasus rabies, dinas akan mengeliminasi keberadaan anjing liar di Cianjur.

Kepala Seksi Bina Kesehatan Ikan dan Hewan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Cianjur, Agung Rianto, mengatakan, jumlah kasus di 2015 merupakan yang tertinggi sejak 12 tahun terakhir. Kasus gigitan anjing rabies terjadi pada 2002 dengan korban 1 orang meninggal dan 2008 satu orang korban meninggal.

Menurut dia, ketiga orang yang meningal akibat rabies berasal dari Kecamatan Takokak, sedangkan 13 orang lain yang digigit juga berasal dari sejumlah kecamatan di Cianjur selatan."Memang yang rawan ini wilayah pinggiran, dimana anjing liar masih banyak berkeliaran," katanya.

Dia menuturkan, anjing rabies biasanya terkena virus karena tidak terawat dan kebanyakan merupakan anjing liar. Meski anjing peliharaan, kata dia, ketika terkena rabies akan lupa pada majikannya dan lebih angresif sehingga seringkali menggigit.

"Bahaya kalau sudah mengigit, virus yang ada di liurnya bisa menular ke manusia, akibatnya emosi tinggi, sakit perut, demam, dan jika tidak cepat ditangani akan berujung kematian," katanya.

Untuk mengantisipasi rabies, tambah Agung, dinas telah mengimbau pada pemilik agar anjing peliharaannya diberi vaksin rabies, tidak hanya anjing, pemilik pun perlu mendapatkan vaksin agar tidak terjangkit saat digigit.

"Tapi sayangnya masih sedikit yang sadar untuk divaksin, terlebih di wilayah perkampungan, pemilik anjing tidak mengikat peliharaannya sehingga jadi kesulitan bagi kami. Bahkan pemiliknya sendiri tidak mau memegang hewan pelihannya," kata Agung.

Sementara untuk menekan keberadaan anjing liar, pihaknya memberlakukan sistem racun, sedikitnya 300 anjing liar mati diracun selama 2015, bahkan pihaknya telah menyiapkan racun berjenis striksin sebanyak 1 kilogram.

"Memang ini terlihat kejam, tapi daripada banyak korban lebih baik dieliminasi. Kecuali ada yang mau mempertanggungjawabkan. Untuk sekor anjing cukup 0,2 gram, dicampur dalam makanan anjing," katanya. 

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016