Antarajabar.com - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengimbau buruh untuk bijak dalam menyikapi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat tahun 2016 sebesar Rp1,3 juta.
        
"Itu (penolakan) hak setiap orang tapi pasti ada dampaknya terutama terhadap perekonomian," kata Deddy Mizwar ketika dimintai tanggapannya tentang penolakan UMP oleh Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) di Bandung, Rabu.
        
Pihaknya menyatakan tidak bisa berbuat banyak jika buruh mengancam akan melakukan mogok kerja karena menentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
        
"Hal tersebut sudah ada PP-nya, dan harus kita ikuti. Pemprov hanya menjalankan," ujarnya.
        
Ia meminta buruh untuk berfikir panjang sebelum melakukan aksi mogok kerja karena hal itu berpotensi merugikan industri dan berimbas kepada masa depan para buruh.
        
"Adapun PP baru ini bertujuan untuk memenuhi keinganan para pengusaha yang butuh kepastian soal besaran kenaikan upah," kata dia.
        
Seharusnya, kata dia, aksi demonstrasi para buruh sebaiknya langsung ditujukan kepada pemerintah pusat sebagai pemangku kebijakan utama soal besaran upah.
        
"Sekali lagi kami tidak bisa melarang mereka (buruh) untuk demonstrasi karena itu sebaiknya tanyakan langsung ke pusat karena kita disini hanya pelaksana," kata dia.
        
Sebelumnya organisasi serikat pekerja yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) menolak penetapan UMP Jawa Barat tahun 2016 sebesar Rp1,3 juta.
        
Ketua DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Jawa Barat Ajat Sudrajat menuturkan UMP dibuat berdasarkan PP 78 Tahun 2015 yang sampai detik ini ditolak oleh pihaknya.
        
Ia mengatakan jika pemerintah memaksa penggunaan UMP dengan dasar penghitungannya harus mengacu pada rata-rata UMK di Jawa Barat dan rumusnya diminta ditambah dengan asumsi persentase kebutuhan hidup setahun ke depan yang tidak masuk dalam perhitungan formula dalam PP Nomor 78 Tahun 2015.
        
"Penggunaan UMP di daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi tidak tinggi tidak tepat. Provinsi DKI Jakarta saja mematok UMP naik 14 persen, kenapa di Jawa Barat cuma 11,5 persen," kata dia.

Pewarta: Ajats

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015