Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (Wamen LH/Waka BPLH) Diaz Hendropriyono mengatakan, pihaknya akan membawa masalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Legok Nangka ke Kementerian Koordinator Perekonomian.
Diaz saat ditemui di Gedung Sate Bandung Jawa Barat Selasa, mengungkapkan bahwa hal ini dilakukan karena Kementerian LH saat ini juga memiliki fokus dalam pengurangan sampah di seluruh Indonesia, sehingga TPA-TPA "mangkrak" yang ada di seluruh Indonesia menjadi salah satu perhatiannya.
Baca juga: Pj Gubernur Jabar: TPPAS Legok Nangka ditargetkan operasi 2028
"Tadi kami sudah mendapatkan penjelasan dari timnya Pak Pj Gubernur Jabar mengenai Legok Nangka. Dan ternyata memang ada permasalahan sedikit lah di Legok Nangka yang saya rasa perlu juga kita koordinasikan nantinya dengan Kemenko Perekonomian," kata Diaz selepas Rapat Percepatan Pembangunan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Legok Nangka di Gedung Sate.
Diaz menjelaskan, saat ini pihaknya juga tengah menunggu terbentuknya Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) pada proyek TPA Legok Nangka agar lebih jelas dalam melakukan koordinasi, dengan harapan permasalahan yang dihadapi bisa terselesaikan untuk penanganan sampah Bandung Raya yang lebih baik.
"Dan selain itu juga bisa memberikan listrik kepada penduduk Jawa Barat, dan juga yang ketiga tentunya benefit mengenai karbon kredit. Jadi itu kenapa kita berada di sini dan berkoordinasi," ujarnya.
Terkait permasalahan TPA Legok Nangka, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengungkapkan bahwa hal itu berkaitan dengan serapan listrik yang dihasilkan oleh TPA Legok Nangka.
Menurut Bey, saat produksi listrik itu terjadi pada 2028 atau 2029, harus ada penyesuaian dengan kapasitas suplai yang dimiliki PLN apakah oversupply atau tidak.
"Dengan kehadiran pak wamen hari ini mungkin pembangunan TPA Legok Nangka bisa lebih cepat," ucapnya.
Mantan Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pemerintah pusat menginginkan bahwa awal pembangunan tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka pada Agustus 2024, namun sampai saat ini belum dimulai untuk proses pembangunan.
Namun demikian, sejak Juni 2024, telah ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penyediaan infrastruktur dan pengelolaan TPPAS Regional Legok Nangka oleh tiga pihak, yakni Pemprov Jabar, PT Jabar Enviromental Solutions (JES), dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, PT JES yang merupakan konsorsium antara Sumitomo Corporation, Hitachi Zosen, dan Energia Prima Nusantara berkewajiban untuk membangun dan melakukan pengelolaan sampah dengan kuantitas dan kualitas yang telah disepakati.
Kemudian, perjanjian itu mengatur periode konsesi selama 20 tahun per tanggal Operasi Komersial yang diharap bisa dimulai Februari 2029 mendatang, dengan di dalamnya perjanjian tipping fee selama waktu konsesi, juga penjualan listrik hasil produksi fasilitas tersebut selama waktu konsesi tersebut.
Adapun perjanjian kerja sama dengan PT PII adalah sebagai penjamin jika ada hal-hal yang terjadi antara kedua belah pihak. Semisal jika terjadi keterlambatan pembayaran tipping fee maka PII merupakan penjaminnya sementara Pemprov (pemkot dan pemkab) berhutang pada PII. PT JES dan PT PII sendiri menandatangani perjanjian serupa dalam hal penjaminan proyek itu.
Proyek TPPAS Regional Legok Nangka memiliki nilai investasi sekitar Rp4 triliun. Dalam pembangunannya mendapatkan dukungan pemerintah pusat lewat kontribusi fiskal dalam Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) dari Kementerian Keuangan senilai Rp1,3 triliun.
Diaz saat ditemui di Gedung Sate Bandung Jawa Barat Selasa, mengungkapkan bahwa hal ini dilakukan karena Kementerian LH saat ini juga memiliki fokus dalam pengurangan sampah di seluruh Indonesia, sehingga TPA-TPA "mangkrak" yang ada di seluruh Indonesia menjadi salah satu perhatiannya.
Baca juga: Pj Gubernur Jabar: TPPAS Legok Nangka ditargetkan operasi 2028
"Tadi kami sudah mendapatkan penjelasan dari timnya Pak Pj Gubernur Jabar mengenai Legok Nangka. Dan ternyata memang ada permasalahan sedikit lah di Legok Nangka yang saya rasa perlu juga kita koordinasikan nantinya dengan Kemenko Perekonomian," kata Diaz selepas Rapat Percepatan Pembangunan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Legok Nangka di Gedung Sate.
Diaz menjelaskan, saat ini pihaknya juga tengah menunggu terbentuknya Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) pada proyek TPA Legok Nangka agar lebih jelas dalam melakukan koordinasi, dengan harapan permasalahan yang dihadapi bisa terselesaikan untuk penanganan sampah Bandung Raya yang lebih baik.
"Dan selain itu juga bisa memberikan listrik kepada penduduk Jawa Barat, dan juga yang ketiga tentunya benefit mengenai karbon kredit. Jadi itu kenapa kita berada di sini dan berkoordinasi," ujarnya.
Terkait permasalahan TPA Legok Nangka, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengungkapkan bahwa hal itu berkaitan dengan serapan listrik yang dihasilkan oleh TPA Legok Nangka.
Menurut Bey, saat produksi listrik itu terjadi pada 2028 atau 2029, harus ada penyesuaian dengan kapasitas suplai yang dimiliki PLN apakah oversupply atau tidak.
"Dengan kehadiran pak wamen hari ini mungkin pembangunan TPA Legok Nangka bisa lebih cepat," ucapnya.
Mantan Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pemerintah pusat menginginkan bahwa awal pembangunan tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka pada Agustus 2024, namun sampai saat ini belum dimulai untuk proses pembangunan.
Namun demikian, sejak Juni 2024, telah ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penyediaan infrastruktur dan pengelolaan TPPAS Regional Legok Nangka oleh tiga pihak, yakni Pemprov Jabar, PT Jabar Enviromental Solutions (JES), dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, PT JES yang merupakan konsorsium antara Sumitomo Corporation, Hitachi Zosen, dan Energia Prima Nusantara berkewajiban untuk membangun dan melakukan pengelolaan sampah dengan kuantitas dan kualitas yang telah disepakati.
Kemudian, perjanjian itu mengatur periode konsesi selama 20 tahun per tanggal Operasi Komersial yang diharap bisa dimulai Februari 2029 mendatang, dengan di dalamnya perjanjian tipping fee selama waktu konsesi, juga penjualan listrik hasil produksi fasilitas tersebut selama waktu konsesi tersebut.
Adapun perjanjian kerja sama dengan PT PII adalah sebagai penjamin jika ada hal-hal yang terjadi antara kedua belah pihak. Semisal jika terjadi keterlambatan pembayaran tipping fee maka PII merupakan penjaminnya sementara Pemprov (pemkot dan pemkab) berhutang pada PII. PT JES dan PT PII sendiri menandatangani perjanjian serupa dalam hal penjaminan proyek itu.
Proyek TPPAS Regional Legok Nangka memiliki nilai investasi sekitar Rp4 triliun. Dalam pembangunannya mendapatkan dukungan pemerintah pusat lewat kontribusi fiskal dalam Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) dari Kementerian Keuangan senilai Rp1,3 triliun.
Baca juga: PKS Pembangunan dan Pengelolaan TPPAS Regional Legok Nangka ditandatangani
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wamen LH akan bawa masalah TPA Legok Nangka ke Kemenko Perekonomian
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024