Pada temaram di sudut kecil rumah di tengah deretan hunian Kota Kembang, Bandung, Yeni Aryani duduk dengan telaten merekah utas demi utas buntalan tali. Jemarinya yang lincah bergerak, merangkai satu per satu tali sepatu bekas hingga menjadi karya seni tas yang bernilai, berbentuk tas-tas crochet. Tanpa disangka, dari limbah tali sepatu yang kadang hanya dipandang sebelah mata, Yeni berhasil meraup penghasilan hingga Rp30 juta per bulan.

Yeni Aryani, ibu rumah tangga dengan tiga anak, tidak pernah menyangka bahwa hobinya merajut dengan teknik merenda yang awalnya hanya dimulai sebagai kegiatan mengisi waktu luang akan mengubah hidupnya secara signifikan.

"Awalnya saya hanya mencari aktivitas untuk mengisi waktu di rumah. Saya senang merajut sejak kecil, tapi tidak pernah terpikir akan menjadi usaha,” ujarnya dengan senyum hangat, ketika berbincang dengan ANTARA.

Cerita bermula ketika Yeni melihat tumpukan tali sepatu bekas dari brand ternama yang tidak terpakai di sebuah pabrik. Pada mulanya, tali-tali itu dianggap sebagai limbah, sekadar bahan buangan yang dianggap tidak berguna. Kala itu, dalam benak Yeni muncul pikiran, ini adalah peluang. Dengan keterampilan merajut yang telah ia tekuni selama bertahun-tahun, Yeni mencoba merajut tali-tali sepatu tersebut menjadi tas. Hasilnya? Sebuah tas unik yang memadukan kekuatan bahan tali sepatu dengan kelembutan teknik yang ia kuasai.

Ketika pertama kali merajut tali sepatu, ia terkejut dengan hasilnya yang unik. Tas itu kemudian ia bagikan kepada teman-temannya, namun tanpa disangka, ada yang memesannya kembali dengan permintaan tertentu, bahkan sudi untuk membayarnya. Dari hal itu ia kemudian terus merajut tali sepatu menjadi tas berguna dan bernilai seni. 

Dari percobaan jualan iseng tersebut, ia kemudian mengunggah hasil karyanya di media sosial. Ternyata, respons yang didapatkan positif. Orang-orang tertarik bukan hanya karena keunikan bahan bakunya, tetapi juga karena desainnya yang menarik dan elegan. Dari sinilah usaha Yeni mulai berkembang. Setiap tali sepatu yang awalnya dianggap tidak berguna, kini berubah menjadi tas bernilai tinggi, membawa kisah daur ulang yang inspiratif.

Meskipun demikian, perjalanan Yeni tidak selalu mulus. Di awal usahanya, ia harus membagi waktu antara mengurus keluarga dan memproduksi tas-tas crochet. Selain itu, ia juga menghadapi tantangan mencari pasokan tali sepatu yang konsisten. Awalnya, sulit sekali mendapatkan tali sepatu dalam jumlah banyak. Ia harus mencari dari berbagai sumber dan kadang stoknya tidak selalu tersedia.

Berkat ketekunan dan kreativitasnya, Yeni berhasil menemukan supplier yang menyediakan tali sepatu dalam jumlah banyak. Ia juga mulai mengajak beberapa ibu rumah tangga di sekitar rumahnya untuk bergabung dan membantu proses produksi. Ia berpikir, mengapa tidak berbagi berkah peluang ini dengan para tetangga. Mereka adalah ibu rumah tangga seperti dirinya yang bisa mengambil peluang untuk mendapat tambahan penghasilan.


Seiring berjalannya waktu, produk tas tali sepatu Yeni semakin dikenal, tidak hanya di Bandung, tetapi juga ke berbagai kota lain di Indonesia. Melalui media sosial dan marketplace, produk-produk hasil karya tangan Yeni dan timnya mulai dilirik oleh banyak konsumen. Bahkan, produknya mampu menembus konsumen di Jepang hingga Amerika, berkat jalinan banyak koneksi dengan para penggemar fesyen.

Selain keuntungan finansial, Yeni juga bangga bisa memberikan dampak sosial bagi lingkungannya. Ia memberikan pelatihan gratis kepada ibu-ibu yang ingin belajar merajut dan membantu mereka memulai usaha. Dia memang ingin berbagi ilmu dan memberikan kesempatan kepada sesama ibu rumah tangga untuk mandiri secara finansial. Ini bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa berkarya dari sesuatu yang awalnya dianggap tidak berguna.


Slow fashion

Perjalanan Yeni Aryani menciptakan produk “Yearn” dengan mengubah limbah tali sepatu menjadi tas crochet tidak berhenti di tangan kreatifnya. Setelah berhasil menciptakan produk unik yang diminati pasar lokal, Yeni menghadapi tantangan berikutnya, bagaimana mengembangkan bisnisnya agar lebih terstruktur dan berkelanjutan. Dalam hal ini Yeni mengikuti sebuah program "Brincubator" dan "Brilianpreneur", yang memiliki peran penting dalam membantu Yeni membawa usahanya ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih luas. Kedua program itu diinisiasi oleh Bank BRI, salah satu bank di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Dalam program Brincubator, Yeni mendapatkan kesempatan berharga untuk mengikuti pelatihan intensif mengenai pengembangan bisnis, salah satunya adalah "Business Model Canvas". Melalui pelatihan ini, Yeni belajar cara memetakan seluruh aspek bisnisnya secara lebih terstruktur, dari segi proposisi nilai, segmen pasar, hingga sumber pendapatan.

Pelatihan itu benar-benar membuka mata Yeni tentang bagaimana sebuah bisnis harus dijalankan. Sebelumnya, dia hanya fokus pada produksi, tapi sekarang dia sangat paham mengenai pentingnya strategi bisnis yang jelas.

Selain itu, dalam pembekalan juga memberikan materi tentang pelaporan dan pencatatan keuangan yang sangat krusial untuk keberlanjutan bisnis. Yeni menyadari bahwa pencatatan keuangan yang rapi dan terstruktur bukan hanya membantu dalam pengelolaan kas, tetapi juga memudahkan jika ada peluang investasi atau kerja sama dengan pihak luar. Sebelumnya, dia tidak begitu memperhatikan aspek keuangan, tapi setelah pelatihan, dia menjadi lebih disiplin dalam mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran.

Pelatihan juga mencakup pemahaman tentang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Yeni yang telah menciptakan produk unik dari limbah tali sepatu menyadari pentingnya melindungi hasil karyanya dari segi hukum. Dengan pengetahuan ini, Yeni berencana untuk mendaftarkan produknya agar dilindungi oleh HAKI, memastikan bahwa desain dan teknik yang ia kembangkan tidak bisa diambil alih oleh pihak lain.

Melalui bekal manajemen usaha yang ia dapat, Yeni berani mengusung konsep slow fashion. Slow fashion adalah sebuah gerakan yang mendorong produksi dan konsumsi pakaian secara lebih bijaksana, dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan etika. Berbeda dengan fast fashion yang menghasilkan pakaian secara massal dengan biaya rendah dan seringkali mengorbankan kualitas serta etika kerja, slow fashion fokus pada kualitas, daya tahan, dan keunikan setiap produk dengan mengutamakan sentuhan tangan.


Slow Fashion memiliki prinsip dasar yang menjadi pilar utama. Pertama, fesyen ini mengutamakan kualitas. Produk fesyen dibuat dengan bahan-bahan yang tahan lama, sehingga konsumen bisa menggunakannya dalam jangka waktu yang lebih lama.

Kedua, adalah produksi terbatas, sehingga pakaian diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit, dengan fokus pada desain timeless dan tidak cepat usang oleh tren.

Ketiga, adalah menghargai etika dan keberlanjutan. Pekerja di industri fesyen, terutama di sektor UMKM, mendapatkan upah yang layak, dan proses produksi dilakukan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dan yang terakhir adalah mendukung ekonomi lokal. Produk slow fashion seringkali diproduksi oleh perajin lokal atau UMKM, yang menggunakan metode tradisional dan bahan-bahan lokal, sehingga lebih bersahabat bagi pengusaha kecil.
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Yeni Aryani, ubah limbah tali sepatu menjadi seni fesyen berkelanjutan

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024