Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak pernah lelah melawan narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme, terutama yang berada di media sosial.
"Sikap intoleran itu embrio radikalisme yang akan bermuara pada tindakan kekerasan dan terorisme," ujar anggota Kelompok Ahli BNPT Bidang Kerja sama Internasional Darmansjah Djumala dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dahulu, kata dia, tindakan terorisme hanya oleh laki-laki dewasa. Tetapi peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, 13 Mei 2018, menandai lahirnya tren baru. Pelaku pengeboman kala itu melibatkan satu keluarga yang terdiri atas seorang ayah, seorang ibu, dua anak remaja laki-laki, dan dua anak perempuan di bawah umur.
Oleh karena itu, BNPT menjadikan perlindungan perempuan, anak, dan remaja sebagai prioritas pertama dalam program kerja BNPT.
Untuk menekan potensi ancaman radikalisme dan terorisme, menurut Djumala, hal pertama adalah memperkuat ketahanan masyarakat (public resilience).
Langkah tersebut bisa dilakukan di bidang pemantapan ideologi Pancasila, keutuhan keluarga, harmoni sosial, dan perbaikan ekonomi.
Untuk melindungi perempuan, anak, dan remaja dari ancaman terpapar radikalisme dan terorisme, dia menyebutkan dia tiga strategi, yaitu meningkatkan public awareness (kesadaran publik), public engagement (keterlibatan publik), dan stakeholders collaboration (kolaborasi para pemangku kepentingan).
Menurut dia, ancaman terpaparnya masyarakat oleh radikalisme dan terorisme bisa ditekan jika masyarakat memiliki kesadaran akan bahayanya.
"Kita, pengguna media sosial, jangan pernah lelah untuk melawan narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme," kata Djumala.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ahli BNPT: Jangan lelah lawan narasi intoleransi dan radikalisme
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Sikap intoleran itu embrio radikalisme yang akan bermuara pada tindakan kekerasan dan terorisme," ujar anggota Kelompok Ahli BNPT Bidang Kerja sama Internasional Darmansjah Djumala dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dahulu, kata dia, tindakan terorisme hanya oleh laki-laki dewasa. Tetapi peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, 13 Mei 2018, menandai lahirnya tren baru. Pelaku pengeboman kala itu melibatkan satu keluarga yang terdiri atas seorang ayah, seorang ibu, dua anak remaja laki-laki, dan dua anak perempuan di bawah umur.
Oleh karena itu, BNPT menjadikan perlindungan perempuan, anak, dan remaja sebagai prioritas pertama dalam program kerja BNPT.
Untuk menekan potensi ancaman radikalisme dan terorisme, menurut Djumala, hal pertama adalah memperkuat ketahanan masyarakat (public resilience).
Langkah tersebut bisa dilakukan di bidang pemantapan ideologi Pancasila, keutuhan keluarga, harmoni sosial, dan perbaikan ekonomi.
Untuk melindungi perempuan, anak, dan remaja dari ancaman terpapar radikalisme dan terorisme, dia menyebutkan dia tiga strategi, yaitu meningkatkan public awareness (kesadaran publik), public engagement (keterlibatan publik), dan stakeholders collaboration (kolaborasi para pemangku kepentingan).
Menurut dia, ancaman terpaparnya masyarakat oleh radikalisme dan terorisme bisa ditekan jika masyarakat memiliki kesadaran akan bahayanya.
"Kita, pengguna media sosial, jangan pernah lelah untuk melawan narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme," kata Djumala.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ahli BNPT: Jangan lelah lawan narasi intoleransi dan radikalisme
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024