Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) enyatakan penyediaan kontrasepsi bagi pelajar dan remaja sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 103 ayat (4) butir e, tidak masalah karena dikhususkan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar Vini Adiani Dewi menjelaskan meski hingga kini PP 28/2024 tersebut belum ditindaklanjuti menjadi peraturan menteri kesehatan (permenkes), namun setelah dikaji lebih dalam penyediaan alat kontrasepsi tersebut hanya diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang telah menikah, meski masih sekolah atau remaja.
"Misal, ada anak yang maaf mengalami (menikah karena kecelakaan) itu, dibolehkan. Kan ada kebijakan sekolah yang membolehkan anak yang telah menikah bersekolah," kata Vini di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Rabu.
Dalam PP 28/2024 yang menyatakan membolehkan alat kontrasepsi bagi pelajar atau remaja, kata dia, tidak ada ketentuan bisa memberikan secara umum, selain bagi masalah khusus, seperti telah menikah.
"Nah jadi hanya itu (kasus khusus) yang diberikan," ucapnya.
Sebelumnya terjadi kontroversi usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken PP 28/2024 karena dikhawatirkan kebablasan.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya sempat meminta agar poin dari pasal yang menyatakan memberikan alat kontrasepsi tersebut untuk dihapus.
"Peraturannya tidak kurang apa-apa, sudah bagus, lengkap. Hanya saja satu (butir e) penyediaan alat kurang kontrasepsi itu yang kurang baik," ucapnya.
Abdul Hadi menilai penyediaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja dikhawatirkan menjadi langkah awal melegalkan penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja.
Selain itu menurutnya butir e soal penyediaan alat kontrasepsi menyalahi fungsi pendidikan yang seharusnya membentuk individu yang berakhlak dan bermoral. Pihaknya juga mengkritik bahwa satu butir dalam peraturan ini merusak keseluruhan peraturan yang sudah baik dan komprehensif.
Ia pun menduga penyediaan alat kontrasepsi berkaitan dengan kepentingan perusahaan alat kontrasepsi. Perusahaan menginginkan keuntungan tinggi dari permasalahan ini.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi V DPRD Jabar Siti Muntama yang tak setuju atas penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja, karena seolah menormalisasikan seks bebas, supaya tidak terkena infeksi menular sebaiknya pakai kondom.
"Saya kecewa sekali, sangat menyayangkan di tengah-tengah hari ini kita sedang bersemangat membangun religius dan pendidikan yang baik bagi anak. Kalau hanya edukasi tentang kesehatan reproduksi, sebaiknya tidak dengan memberikan alat kontrasepsi," katanya.
Sementara Pengamat Kebijakan Pendidikan Prof Cecep Darmawan meminta Presiden Jokowi untuk merevisi aturan tersebut karenadinilai tidak etis. Salah satu poin dalam PP 28/2024 berpotensi disalahgunakan.
"Jangan parsial hanya lihat dari aspek kesehatan semata tanpa melihat aspek etis, agama, budaya dan lainnya," ujarnya.
Dia khawatir, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja itu dapat meningkatkan angka seks bebas di kalangan kaum muda.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar Vini Adiani Dewi menjelaskan meski hingga kini PP 28/2024 tersebut belum ditindaklanjuti menjadi peraturan menteri kesehatan (permenkes), namun setelah dikaji lebih dalam penyediaan alat kontrasepsi tersebut hanya diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang telah menikah, meski masih sekolah atau remaja.
"Misal, ada anak yang maaf mengalami (menikah karena kecelakaan) itu, dibolehkan. Kan ada kebijakan sekolah yang membolehkan anak yang telah menikah bersekolah," kata Vini di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Rabu.
Dalam PP 28/2024 yang menyatakan membolehkan alat kontrasepsi bagi pelajar atau remaja, kata dia, tidak ada ketentuan bisa memberikan secara umum, selain bagi masalah khusus, seperti telah menikah.
"Nah jadi hanya itu (kasus khusus) yang diberikan," ucapnya.
Sebelumnya terjadi kontroversi usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken PP 28/2024 karena dikhawatirkan kebablasan.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya sempat meminta agar poin dari pasal yang menyatakan memberikan alat kontrasepsi tersebut untuk dihapus.
"Peraturannya tidak kurang apa-apa, sudah bagus, lengkap. Hanya saja satu (butir e) penyediaan alat kurang kontrasepsi itu yang kurang baik," ucapnya.
Abdul Hadi menilai penyediaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja dikhawatirkan menjadi langkah awal melegalkan penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja.
Selain itu menurutnya butir e soal penyediaan alat kontrasepsi menyalahi fungsi pendidikan yang seharusnya membentuk individu yang berakhlak dan bermoral. Pihaknya juga mengkritik bahwa satu butir dalam peraturan ini merusak keseluruhan peraturan yang sudah baik dan komprehensif.
Ia pun menduga penyediaan alat kontrasepsi berkaitan dengan kepentingan perusahaan alat kontrasepsi. Perusahaan menginginkan keuntungan tinggi dari permasalahan ini.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi V DPRD Jabar Siti Muntama yang tak setuju atas penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja, karena seolah menormalisasikan seks bebas, supaya tidak terkena infeksi menular sebaiknya pakai kondom.
"Saya kecewa sekali, sangat menyayangkan di tengah-tengah hari ini kita sedang bersemangat membangun religius dan pendidikan yang baik bagi anak. Kalau hanya edukasi tentang kesehatan reproduksi, sebaiknya tidak dengan memberikan alat kontrasepsi," katanya.
Sementara Pengamat Kebijakan Pendidikan Prof Cecep Darmawan meminta Presiden Jokowi untuk merevisi aturan tersebut karenadinilai tidak etis. Salah satu poin dalam PP 28/2024 berpotensi disalahgunakan.
"Jangan parsial hanya lihat dari aspek kesehatan semata tanpa melihat aspek etis, agama, budaya dan lainnya," ujarnya.
Dia khawatir, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja itu dapat meningkatkan angka seks bebas di kalangan kaum muda.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024